Bupati Syamsul Ajak Peternak di Rejang Lebong Waspada Wabah PMK Jelang Idul Adha

Bupati Rejang Lebong Syamsul Effendi mengajak masyarakat yang memiliki hewan ternak untuk mewaspadai ancaman wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

Penulis: Muhammad Panji Destama Nurhadi | Editor: M Arif Hidayat
Panji/Tribunbengkulu.com
Bupati Rejang Lebong Syamsul Effendi 


Syahrul Yasin Limpo menjelaskan, PMK adalah penyakit menular pada hewan dan sangat ditakuti oleh hampir semua negara di dunia.


Utamanya negara-negara pengekspor ternak dan produk ternak, termasuk Indonesia.


“Indonesia pertama kali tertular PMK tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur. Upaya pemberantasan dan pembebasan PMK di Indonesia terus dilakukan sejak tahun 1974 hingga 1986. Pada tahun 1990, penyakit tersebut benar-benar dinyatakan hilang dan secara resmi Indonesia telah diakui bebas PMK oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties (OIE),” katanya.


Ia menambahkan, keberhasilan Indonesia bebas dari PMK pada tahun 1990 merupakan hasil kerja keras berbagai pihak, didukung kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan sehingga memudahkan dalam melokalisasi penyakit ini.


PMK menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar, bukan hanya mengancam kelestarian populasi ternak di dalam negeri, tetapi juga mengakibatkan hilangnya peluang ekspor ternak dan hasil ternak.


“Oleh karena itu, peran aktif dari berbagai pihak diperlukan bagi pencegahan dan penanganan penyakit tersebut di Indonesia, melalui pengetahuan yang cukup tentang PMK dan langkah-langkah yang perlu diambil,” ujarnya.


“Oleh karena itu, peran aktif dari berbagai pihak diperlukan bagi pencegahan dan penanganan penyakit tersebut di Indonesia, melalui pengetahuan yang cukup tentang PMK dan langkah-langkah yang perlu diambil,” ujarnya.


Mentan menambahkan, merebaknya kasus PMK di sejumlah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dan Aceh, memerlukan upaya nyata untuk segera mengendalikan, salah satunya dengan memanfaatkan transfer of knowledge bagi petugas pendamping mendukung upaya pencegahan dan penanggulangan PMK secara cepat dan masif.


“Untuk itu, kualitas pelatihan yang dilaksanakan di UPT harus lebih ditingkatkan. Sehingga, menghasilkan purnawidya-purnawidya yang berkualitas untuk dapat segera menangani dan mengendalikan PMK dan potensi kendala-kendala lainnya. Petugas pendamping peternakan juga harus dapat menambah wawasan pengetahuan dalam mengedukasi petani/peternak, serta meningkatkan kesejahteraan petani/peternak di wilayah binaannya,” katanya.


Mentan pun memberikan apresiasi secara maksimal terhadap langkah konkret dan jelas dalam penanggulangan PMK di antaranya upaya membentuk satgas dan gugus tugas, agenda SOS atau darurat, langkah temporer, dan agenda recovery atau pemulihan.


Mentan mendorong adanya tindakan penentuan 3 zona bagi wilayah terdampak, diantaranya zona merah, kuning dan hijau.

 


“Kita perlu terus waspada serta gerak cepat menanggulangi PMK ini jangan sampai timbul kepanikan di tengah masyarakat kita. Distribusi obat-obatan serta vaksin harus terus digencarkan, supaya semuanya aman dan fenomena PMK ini semakin menurun," ujar mantan Gubernur Sulsel itu.


Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts/OT.140/4/2013, PMK telah ditetapkan sebagai salah satu penyakit hewan menular strategis (PHMS) yang bersifat eksotik.


“Penyakit ini berpotensi muncul dan menimbulkan kerugian ekonomi yang disebabkan kematian ternak dan tingginya angka kesakitan, adanya hambatan perdagangan, terganggunya industri pariwisata, operasional pemberantasan penyakit, serta gangguan terhadap aspek sosial budaya dan keresahan masyarakat,” katanya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved