WALHI Laporkan Tambak Udang Terkait Dugaan Pengrusakan dan Pencemaran Sungai Way Hawang di Kaur

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bengkulu, melaporkan dugaan pengrusakan terumbu karang dan pencemaran muara sungai Way Hawang, di Kecamatan

Penulis: Muhammad Panji Destama Nurhadi | Editor: M Arif Hidayat
Ho Walhi Bengkulu
WALHI Bengkulu mengecek lokasi di muara sungai Way Hawang di Kaur yang mengalir ke pantai, diduga adanya pengrusakan terumbu karang dan pencemaran oleh perusahaan tambak udang, WALHI melaporkan hal ini ke Polairud Polda Bengkulu dan Kementrian Kelautan dan Perikanan RI. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama


TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bengkulu, melaporkan dugaan pengrusakan terumbu karang dan pencemaran muara sungai Way Hawang, di Kecamatan Maje Kabupaten Kaur ke Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). 


Pengrusakan ekosistem yang ada di sungai Way Hawang, diduga adanya aktivitas Tambak udang oleh pihak PT. Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) dan PT. Utomo Sejahtera Bersama Grago (USBG).


Hal ini dijelaskan oleh Direktur Eksekutif WALHI Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga, pihaknya menemukan adanya terumbu karang yang rusak di areal pipa penyedotan air laut oleh PT. DPPP dan PT. USBG. 


"Terumbu karang yang rusak di wilayah itu, diduga kuat akibat proses penanaman pipa penyedotan air laut yang di pasang kedua perusahaan ini," ujarnya dalam keterangan tertulis, pada Rabu (27/7/2022). 


Pihaknya berpendapat hal yang dilakukan oleh kedua perusahaan itu, bertentangan dengan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. 


Dalam Undang-Undang, sudah dijelaskan di pasal 35, 35 huruf (a), 35 huruf (d) dan pasal 73 huruf (a). 


Pasal 35 menjelaskan dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang.


Sedangkan Pasal 35 huruf (a) menjelaskan “menambang terumbu karang yang menimbulkan kerusakan Ekosistem terumbu karang;”


Untuk Pasal 35 huruf (d) menjelaskan “menggunakan peralatan, cara, dan metode lain yang merusak Ekosistem terumbu karang;”


Lalu pasal 73 huruf (a) menjelaskan “melakukan kegiatan menambang terumbu karang, mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan beracun, dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu karang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf (d);”


"Untuk sanksi bagi yang melanggar pasal-pasal itu, jika nanti ditemukan tindak pidana, merujuk pada pasa 73 ayat 1 UU No. 27 Tahun 2007, ancaman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 Milyar," ucapnya. 


Pihaknya menjelaskan pembuangan limbah ini, akan berdampak kepada masyarakat sekitar yang memanfaatkan air sungai dalam kehidupan sehari-hari. 


Saat ini masyarakat sekitar sudah tidak memanfaatkan sungai lagi, seperti mencari ikan dan udang di sungai, karena air sungai mengakibatkan kulit gatal dan berbau tak sedap. 


Pihaknya juga menduga perusahaan itu tak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), sesuai dengan dengan PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved