PUPA Bengkulu Apresiasi Terbitnya PMA No 73 Ta 2022 Cegah Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan

Pusat Pendidikan Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan P

Editor: M Arif Hidayat
HO Facebook Pupa yayasan
Direktur Yayasan PUPA Bengkulu, Susi Handayani pihaknya mengapresiasi terbitnya PMA nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan. 

Laporan Mahasiswa Magang Tribunbengkulu.com, Ratna Sari

TRIBUNBENGKULU.COM - Pusat Pendidikan Perempuan dan Anak (PUPA) Bengkulu mengapresiasi terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) nomor 73 tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan.

PMA yang diteken Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 tersebut diharapkan efektif untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.

Baik formal, nonformal maupun informasl seprti pesantren, madrasah dan satuan pendidikan lainnya.

Direktur PUPA Bengkulu Susi Handayani mengatakan, PMA no 73 tahun 2022 tersebut sangat baik melengkapi Permendikbud nomor 18 tahun 2016 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di satuan pendidikan.

Sebab Permendikbud tersebut dinilainya tidak menjangkau sekolah-sekolah berbasis agama.

"Kami menyambut baik adanya peraturan ini. Kerena PUPA sendiri menjadi advokasi ketika kemenristek 20 tahun 2021 tentang pencegahan seksual di satuan perguruan tinggi tahun lalu. Sehingga PUPA juga mendorong aturan yang sama di kementerian agama. Jadi adanya aturan ini selaras dengan kami" Ujar Susi Handayani kepada TribunBengkulu.com, pada Selasa, (18/10/2022).

Ditambahkan Susi, PMA no 73 tahun 2022 tersebut dibuat untuk perlindungan, pemajuan dan untuk mensejahterakan perempuan dan anak di lingkungan pendidikan. Sehingga Kebijakan yang dibuat bertujuan yang baik.

Namun, sambung Susi. Masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan, baik dari satuan satuan pendidikan ataupun pemerintah. Sehingga bukan hanya aturan saja dibuat, namun juga bisa diimplementasikan ke seluruh lembaga pendidikan di seluruh daerah.

"Misalnya siapa yang bisa melakukan pendampingan jika SDM nya belum dilatih, jadi harus menyiapkan SDM yang memiliki kemampuan untuk mendidik anak. Memiliki keahlian manajemen konflik dan emosi, juga menguasai ilmu parenting," ungkap Susi.

Selain itu, harus dilakukan sekolah harus menyiapkan bagaimana guru ketika menghadapi anak. Dan sekolah juga memberikan dukungan, SDM yang unggul, agar jangan hanya mengandalkan guru Bimbingan Konseling (BK), namun semua guru juga harus miliki ilmu dan kemampuan parenting yang baik.

"Jadi bukan hanya aturan saja, namun adanya implementasi. Bagaimana cara implementasi nya adalah yakni menyiapkan SDM, sarana dan prasarana, struktur dan kebijakan dari masing-masing sekolah," tambah Susi.

Susi juga mengatakan aturan tersebut dapat berjalan dengan baik atau tidak tergantung apakah serius atau tidaknya peraturan tersebut dijalankan.

"Serius tidak dibuat satuan kebijakan, lalu disuport dengan adanya pelatihan pada guru. Karena guru-guru saat ini tidak dilatih untuk mengelola marah, memahami parenting dan lainnya," papar Susi.

Susi juga berharap tidak adanya penolakan terkait kebijakan yang telah dibuat Kemenag ini. Sehingga segera dapat diturunkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan teknis lain. Kemudian didukung dengan anggaran dan perencanaan untuk menyiapkan SDM. Sehingga dapat jalan dan korban juga dapat mengadu.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved