Oknum Dokter RSHD Manna Tolak Pasien

Terungkap Hampir 1 Tahun Insentif Covid-19 Tenaga Kesehatan di RSHD Manna Tak Dibayarkan

Hampir 1 tahun insentif Covid-19 tenaga kesehatan di RSHD Manna Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2022 belum dibayarkan.

Ahmad Sendy Kurniawan Putra/TribunBengkulu.com
Direktur RSHD Manna dr. Deby Utomo saat menjelaskan permasalahan oknum dokter yang dilaporkan mengabaikan pelayanan terhadap pasien yang masuk RSHD. Lantaran ini juga terungkap persoalan jika insentif Covid-19 tenaga kesehatan di RSHD Manna belum dibayarkan hampir 1 tahun. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Ahmad Sendy Kurniawan Putra

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU SELATAN - Hampir 1 tahun insentif Covid-19 tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Hasanuddin Damrah (RSHD) Manna Kabupaten Bengkulu Selatan tahun 2022 belum dibayarkan.

Hal ini terungkap bersamaan dengan kabar ada dokter di RSHD Manna yang dilaporkan sempat menolak memberikan pengobatan kepada seorang pasien cuci darah reaktif Covid-19.

Kemudian mempertanyakan SK sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) sekaligus insentif yang menjadi hak mereka sebagai tenaga kesehatan dalam penanganan pasien Covid-19. Seperti yang disampaikan Direktur RSHD Manna dr Deby Utomo kepada TribunBengkulu.com.

Ia pun mengetahui kejadian tersebut karena adanya laporan dari keluarga pasien.

"Benar ada, waktu kejadian memang yang bersangkutan seperti itu kronologinya," kata Direktur RSHD Manna kepada TribunBengkulu.com saat dikonfirmasi kabar ada dokter tolak pasien cuci darah, Jumat (2/12/2022).

Oknum dokter beralasan tidak mau melayani pasien cuci darah karena masa tugas atau SK sebagai Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) yang dikeluarkan manajemen RSHD Manna sudah berlalu atau tidak ada SK perpanjangan.

Alasan lainnya ada jasa mereka pada saat Covid-19 belum dibagikan. Sementara dokter di rumah sakit lainnya sudah menerima insentif tersebut.

Menurut Direktur RSHD Manna, pihak manajemen RSHD Manna tidak pernah melakukan pencabutan terhadap SK yang dipertanyakan oleh sang dokter. Bahkan pihaknya sangat menyayangkan persoalan ini dikaitkan dengan pelayanan penanganan pasien.

"Itu tidak ada persoalannya dengan masalah manajemen RSUD, dokter tersebut sudah sejak 2021 ter-SK kan sebagai dokter penanggung jawab dan sebagai dokter DPJP. Jangan hanya persoalan ini kita libatkan kepada pasien, karena kita sebagai pelayan kesehatan yaitu mengutamakan pelayanan terhadap pasien," beber Debi kepada TribunBengkulu.com, Rabu (7/12/2022).

Lanjutnya, apabila persoalan ini melibatkan terhadap pelayanan pasien maka akan mendapatkan resiko yang tinggi. Apapun itu persoalannya paling utama harus tetap melakukan pelayanan yang terbaik untuk pasien.

"Saat itu pascakejadian Kami langsung melakukan rapat dan dalam rapat tersebut juga disaksikan langsung bupati, pihak dari Polres Bengkulu selatan serta keluarga pasien sendiri. Saat itu juga bupati menelepon langsung dokter tersebut namun tidak direspon. Bagaimana kami mau mengundang saat rapat kalau dihubungi oleh bupati saja tidak direspon," terang direktur.

Sementara terkait insentif Covid-19 yang dipertanyakan pada saat kejadian, menurut direktur, manajemen sudah mengajukan di awal. Sesuai dengan aturan kemenkes, jasa insentif penanganan Covid-19 dianggarkan oleh pemerintah daerah.

Namun saat mereka mempertanyakan anggaran insentif, pihak Dinkes Bengkulu Selatan mengungkapkan dana insentif tersebut sudah dihapuskan.

"Kalau mau mempertanyakan persoalan insentif silakan pertanyakan langsung ke pemerintah daerah melalui pihak dinas karena saat itu informasinya anggaran untuk insentif tersebut di angka 1 miliar,".

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved