Opini
Penghilangan Identitas Lokal di Rumah Pengasingan Bung Karno Bengkulu
TRIBUNBENGKULU.COM, KOTA BENGKULU - Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu mengalami perubahan signifikan pada tahun 2023 ini.
Oleh : M. Ilham Gilang
Dosen IPS UIN Fatmawati Sukarno
TRIBUNBENGKULU.COM, KOTA BENGKULU - Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu mengalami perubahan signifikan pada tahun 2023 ini.
Pasalnya, Kemdikbud merobohkan landmark tulisan di depan Rumah Pengasingan Bung Karno dan mengganti dengan yang baru.
Mirisnya di landmark yang baru tidak ada nama ‘Bengkulu’. Ini sebuah kesalahan fatal dari Kemdikbud selaku kementerian yang menaungi beberapa benda cagar budaya.
Perlu diketahui, rumah pengasingan Bung Karno bukan hanya ada di Bengkulu saja, beberapa daerah memiliki tempat yang pernah dijadikan tempat tinggal Bung Karno saat mejalani hukuman pengasingan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Bisa disebut disini seperti di Ende Nusa Tengggara Timur dan di Muntok Provinsi Bangka Belitung. Sehingga hilangnya nama ‘Bengkulu’ jelas menghilangkan identitas lokal, sehingga menghilangkan engagement masyarakat Bengkulu dengan Bung Karno.
Ini bertentangan dengan pernyataan Mendikbud, Nadiem Makarim dalam kesempatan acara Merdeka Belajar Episode ke-18 bertajuk “Merdeka Budaya dengan Dana Indonesiana”, saat itu Mendikbud menyebut “Dana Indonesiana mendukung kohesi sosial melalui penguatan identitas dan ketahanan budaya” (Siaran pers Kemdikbud, 23 Maret 2022).
Nyatanya malah terjadi penghilangan identitas Bengkulu, kontraproduktif dengan kohesi sosial yang dijanjikan.
Bahkan lebih memperparah turunnya kesadaran sejarah pada tingkat lokal. Kesadaran sejarah ini menjadi isu yang penting untuk digaungkan, oleh sebab banyak masyarakat Indonesia, baik yang ada di kota-kota besar sampai daerah kurang akan kesadaran sejarah.
Jalan Mundur Pemajuan Budaya
Pasal 20, 21 dan 32 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 kita mengamanatkan negara memajukan kebudayaan, sehingga dibuatlah undang-undang pemajukan kebudayaan, UU Nomor 5 Tahun 2017.
Menurut penulis, jelas disitu setidaknya ada tiga pokok pikir dibentuk undang undang ini, yaitu, pertama, pemajuan budaya adalah untuk membangun masa depan bangsa.
Kedua, keberagaman budaya termasuk di dalamnya identitas lokal merupakan modal yang diperlukan suatu bangsa.
Ketiga, pemajuan budaya dilakukan melalui langkah strategis perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan. Akan tetapi melihat fakta terbaru, hilangnya identitas lokal oleh Kemendikbud di Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu, menjadi jalan mundur bagi pemajuan budaya di Indonesia.
Alih-alih menggeser ke perseling maju, ini malah menggeser ke perseling mundur. Ini jelas penanda jalan mundur pemajuan budaya.
Kejadian serupa ini bukan yang pertama kali dilakukan Kemdikbud. Pada tahun 2021 Kemdikbud tidak memasukkan nama Kyai Haji Hasyim Asy’ari pada Kamus Sejarah. Padahal hampir semua tahu beliau ialah salah satu Kiai besar pendiri Nahdlatul Ulama, penggagas Resolusi Jihad yang sekarang sudah diakui sebagai landasan religious Perang Surabaya yang melahirkan Hari Pahlaman Nasional 10 November.
Selanjutnya, pada tahun sebelumnya, tahun 2020, Kemdikbud akan menghapus Matapelajan Sejarah. Hal ini didapati dari beredarnya draft perubahan kurikulum di Indonesia.
Isu ini mendapat sorotan tajam dan kritikan keras dari pada guru-guru sejarah, dosen-dosen sejarah dan para alumni sejarah atau sejarawan lainnya. Untuk case ini Menteri Nadiem sampai turun tangan membuat klarifikasi di akun media sosial Instagramnya.
Pemajuan Budaya, Kesadaran Sejarah dan Identitas Kolektif
Pemajuan budaya bukan lagi program Kemdikbud semata, akan tetapi sudah menjadi agenda prioritas nasional, ditandai dengan adanya Dana Abadi Kebudayaan yang dikelola oleh LPDP bersama Dana Abadi Pendidikan, Dana Abadi Penelitian, Dana Abadi Perguruan Tinggi dan terbaru Dana Abadi Pesantren.
Dari data, didapatkan Dana Abadi Kebudayaan pada tahun 2022 sebesar 3 Trilyun Rupiah. Angka yang fantastis. Artinya pendanaan untuk membiayai pemajuan budaya seharusnya tidak ada kendala.
Akan tetapi pemajuan budaya tetap akan mengalami batu sandungan manakala strategi yang dijalankannya tidak tepat. Menurut penulis, ada dua dasar pikir yang harus dilakukan.
Pertama, menciptakan kesadaran sejarah, Kesadaran sejarah ini penting untuk membentuk jati diri dari bangsa dan untuk membentuk kesadaran sejarah ini harus melalui Matapelajan Sejarah.
Selama ini matapelajaran sejarah dianggap “pelajaran kelas dua” atau pelajaran yang tidak penting oleh sekolah. Banyak sekolah menjadwalkan guru sejarah itu bukan dari lulusan pendidikan sejarah.
Dalam pengamatan penulis, diambil dari lulusan PPKn, Pendidikan Sosiologi dsb. Kedua, menguatkan identitas, majunya budaya tidak bisa dilakukan jika terjadi penghilangan identitas di tingkat lokal seperti kejadian di atas. Identitas nasional tercipta melalui pergumulan kolektif dari identitas-identitas lokal.
Dari kejadian di atas harusnya Kemdikbud mulai memiliki pandangan bahwa identitas itu penting bagi keberlangsungan pemajuan kebudayaan.
Jangan atas dasar kepentingan program Kemdikbud, landmark yang semula bernama Rumah Kedian Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu 1938-1942 menjadi Bangunan Cagar Budaya Nasional Rumah Pengasingan Bung Karno. Jelas ini penghilangan identitas lokal demi kepentingan semu identitas nasional.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/M-Ilham-Gilang-Dosen-IPS-UIN-Fatmawati-Sukarno.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.