Budidaya Magot, Kiat Vira Ria Rinjiani Mengolah Sampah Sayur Menjadi Uang
Banyak orang mengenal magot sebagai belatung. Magot sendiri merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) yang hidup dari sampah makanan.
TRIBUNBENGKULU.COM – Sebuah bangunan mirip pondok dari bambu beralas tanah, berdiri di Desa Kota Bingin, Kecamatan Merigi Kabupaten Kepahiang. Pondok tersebut dijadikan Vira Ria Rinjiani sebagai kandang untuk budidaya magot.
Banyak orang mengenal magot sebagai belatung. Magot sendiri merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) yang hidup dari sampah makanan. Utamanya sayuran dan buah. Di Bengkulu, adalah Vira Ria Rinjiani yang mengembangkan budidaya magot untuk mengolah sampah organik menjadi uang.
Vira yang merupakan alumni Institut Agam Islam Negeri (IAIN) Curup ini, satu-satunya peraih penghargaan Satu Indonesia Award Tingkat Provinsi tahun 2021. Jumat (28/7) pekan lalu, Tribunbengkulu.com berbincang dengan Vira melalui aplikasi zoom.
Melalui perbincangan itu, Vira menceritakan awal mula budidaya magot yang ia gagas. Sekitar tahun 2018, Vira merasa prihatin melihat begitu banyak sampah sayuran dan buah yang kerap menumpuk di Kabupaten Rejang Lebong. Daerah yang menjadi penghasil sayur terbesar di Provinsi Bengkulu.
Sampah-sampah itu selain baunya tidak sedap, sampah juga mengotori lingkungan dan merusak pemandangan.
Vira yang aktif di Yayasan Rafflesia Nusantara sempat mengikuti pelatihan tentang berbagai cara untuk mengolah sampah. Salah satunya adalah dengan budidaya magot.
Vira merasa budidaya ini bisa dilakukan di Rejang Lebong. Mengingat banyak sampah yang mudah didapat. Selain memberikan pelatihan, yayasan pun mendirikan Rumah Pemuda Kreatif yang didalamnya ada Magot Recycle Center.
Rumah Pemuda Kreatif menjadi wadah bagi pemuda-pemuda desa yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Diantaranya ada yang bekerja sebagai petani sayur.
“Waktu itu saya lihat belum banyak yang melirik dan membudidayakan magot. Padahal potensinya sangat besar di Provinsi Bengkulu. Jadilah kami menginisiasinya bersama Yayasan Rafflesia Nusantara,” tutur perempuan yang aktif di bidang sosial dan lingkungan hidup bersama Mapasta IAIN Curup ini.
Pemberdayaan muda-mudi desa yang berbasis lingkungan hidup melalui budidaya magot, bukan tanpa tantangan. Di awal-awal mulai merintis, upaya yang dilakukan Vira bersama Magot Recycle Center sempat mendapat penolakan.
“Banyak yang kaget kenapa budidaya ulat belatung. Padahal jenis yang berbeda,” ungkap Vira.
Tantangan lainnya adalah soal kandang yang menjadi tempat budidaya magot. Aroma di sekitar kandang kurang sedap jika terlalu dekat dengan pemukiman. Kondisi ini semakin kurang baik jika pemeliharaan magot kurang telaten.
“Memelihara magot cukup sulit, kalau kurang makan atau berlebih makanannya, maka semakin mengeluarkan bau tidak sedap. Untungnya sudah ada semprotan untuk mengurangi aroma busuk,” tutur Vira.
Perihal dukungan juga sempat membuat Vira sempat merasa patah arang. Ia perlu ekstra kerja keras untuk membuat perangkat desa dan pemerintah desa menyadari bahwa budidaya magot adalah peluang baik untuk menambah pendapatan warga desa.
“Jadi selama beberapa bulan itu saya sempat berhenti. Tapi tidak lama. Lalu aktif lagi tahun 2019,” ujar Vira.
| Bantahan Wali Kota Bekasi Usai Menkeu Purbaya Tuding soal Jual Beli Jabatan'Lu Denger Gak?' |
|
|---|
| Harga Jual dan Beli Emas Pegadaian Hari Ini, Selasa 21 Oktober 2025 |
|
|---|
| Kalender 2025: Peringatan Hari Santri 22 Oktober, Jadi Libur? Cek Tanggal Merah Oktober-Januari 2026 |
|
|---|
| Pantas Erika Carlina Murka, Isi Chat Mesra DJ Bravy dengan Wanita Lain Terbongkar, Batal Menikah? |
|
|---|
| Balasan Menohok Alex Pastoor Usai Dipecat PSSI: Timnas Indonesia Belum Layak Lolos Piala Dunia 2026 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Vira-Ria-Rinjiani.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.