Konflik Rempang
Nenek Berusia 105 Tahun Asal Rempang Menangis Saat Tau Akan Direlokasi : Kemana Kami akan Pindah
Nenek Berusia 105 Tahun Asal Rempang Menangis Saat Tau Akan Direlokasi : Kemana Kami akan Pindah
TRIBUNBENGKULU.COM - Amlah (105) warga Pulau Rempang tampak menangis saat didatangi Sudirman Saad, Ketua Tim Pengelolaan Kawasan Rempang Eco-City dari BP Batam.
Amlah yang kerap disapa Nek Cu itu itu pun mempertanyakan apa tujuan dari relokasi dan kemana dirinya akan pindah.
Diketahui, Amlah merupakan orang paling tua di Pulau Rempang saat ini.
Wanita kelahiran tahun 1918 itu menjadi orang paling tua di Pulau Rempang yang akan terdampak relokasi proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Sejumlah orang sudah mendatanginya termasuk dari pihak BP Batam.
Satu diantara yang datang menemuinya adalah Sudirman Saad, Ketua Tim Pengelolaan Kawasan Rempang Eco-City dari BP Batam.
Baca juga: 3 Menteri Gelar Rapat Tertutup di Batam, Bahas Konflik Warga Rempang yang Menolak Direlokasi
Kedatangan Sudirman Saad disambut dengan tulus oleh Nenek Amlah, yang juga akrab disapa Nek Cu.
Meskipun kata-katanya agak samar, Sudirman Saad mendengarkan dengan penuh perhatian ketika Nek Cu berbicara.
Kepada sang nenek ia menyampaikan bahwa pemerintah akan selalu memikirkan nasib rakyatnya.
"Yang paling penting, nenek selalu sehat. Pemerintah akan selalu memikirkan nasib masyarakatnya."
Nenek Amlah lahir pada tahun 1918, salah satu warga terlama di Pulau Rempang yang akan terkena dampak dari relokasi.
Meskipun berusia lebih dari seratus tahun, dia masih memiliki kekuatan fisik dan ingatan yang luar biasa.
Bahkan dalam keadaan sehari-hari, dia masih sanggup beraktivitas pada umumnya.
Soal isu relokasi, Nek Cu baru mengetahui rencana penggusuran Rempang setelah terjadi aksi demontrasi pada tanggal 7 September lalu.
Dengan suara yang agak samar, dia bertanya tentang tujuan relokasi ini dan ke mana mereka akan pindah.
Dia juga sempat menangis dihadapan pejabat BP Batam yang menemuinya.
Tiga Menteri Turun Tangan
Konflik warga Rempang yang menolak direlokasi terkait adanya proyek strategis nasional pengembangan kawasan Eco City.
Konflik itu pun menyita perhatian publik, sebab sejumlah tokoh masyarakat dari berbagai kalangan mulai mendukung aksi demonstrasi yang dilakukan warga Rempang.
Hal itu pun membuat tiga menteri Republik Indonesia (RI) harus datang langsung ke Batam untuk melangsungkan rapat tertutup di Batam Marriott Hotel Harbourbay, Minggu (17/9/2023).
Rapat tersebut diketahui beragendakan "Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Investasi Ramah Lingkungan di Kawasan Pulau Rempang".
Sejak pukul 13:00 WIB, para menteri tersebut tiba satu per satu di lokasi rapat yang ditetapkan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, tampak menjadi menteri pertama yang tiba di hotel.
Setelah kedatangan Tito, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ART/BPN), Hadi Tjahjanto, tiba.
Lalu disusul Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.
Sebelum masuk ke ruang rapat yang berada di lantai dua hotel, ketiga Menteri tersebut singgah terlebih dulu di transit room.
Diketahui, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, dan Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, beserta hajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Batam dan Kepri juga sudah tiba terlebih dulu di lokasi rapat.
Menurut pantauan, area di luar ruang rapat lantai dua Batam Marriott Harbourbay, dipenuhi dengan puluhan personel dari kepolisian, kementerian, Pemprov Kepri dan BP Batam.
"Rapatnya nanti tertutup, kami pun nggak boleh masuk, nanti akan disediakan waktu untuk media," ujar Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait seperti dikutip dari Tribun Batam.
Beri Waktu Hingga 28 September
Pemerintah memberi waktu hingga tanggal 28 September kepada warga untuk mengosongkan Pulau Rempang.
Pengosongan tersebut terkait dengan proyek strategis nasional yakni mengembangan kawasan Eco City.
Hal tersebut diungkapkan oleh Komisioner Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Prabianto Mukti Wibowo saat melakukan pertemuan dengan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Sabtu (16/9/2023).
Pertemuan itu untuk memediasi warga di 16 titik kampung tua yang ada di Pulau Rempang, Batam, yang akan dijadikan kawasan Eco City.
Pada pertemuan itu, Prabianto menyinggung terkait pengosongan lahan di Pulau Rempang sebelum tanggal 28 September 2023, berdasarkan perjanjian antara Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dengan pihak investor.
Adapun pihak investor menginginkan agar di tanggal tersebut, lahan yang mereka perlukan sudah rampung.
“Rampung dalam hal ini, yakni lahan yang diinginkan investor sudah diterbitkan hak pengelolaan lahan (HPL) nya, dan itu yang mereka harapkan,” jelas Prabianto.
Saat ditemui di Pulau Rempang Prabianto mengatakan, pihaknya telah merekomendasikan kepada BP Batam, Pemkot Batam, dan Pemprov Kepri, termasuk Polda Kepri agar mempertimbangkan merelokasi warga.
Namun, pihak pemerintah daerah, kata Prabianto, menyebut hal ini bukanlah kewenangan pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat.
“Kami telah merekomendasikan agar relokasi terkait rencana pembangunan industri Rempang Eco City agar kembali dipertimbangkan tanpa harus menggusur warga setempat.
Namun, jawaban BP Batam, pihaknya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, mengingat proyek ini milik pemerintah pusat,” kata Prabianto.
“Ini terkait dengan perjanjian yang telah dilakukan BP Batam dengan pihak investor.
Pada posisi ini, BP Batam tidak bisa mengambil keputusan sendiri dan kami akan melakukan koordinasi dengan kementerian, lembaga, di tingkat pusat, karena kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Batam ini adalah kewenangan di pemerintah pusat, sehingga kami akan segera melakukan koordinasi dengan tingkap pusat,” tuturnya.
Melihat kondisi ini, Prabianto berharap agar pemerintah benar-benar mempertimbangkan mengeluarkan HPL.
Sebab, peraturan yang berlaku dalam menerbitkan HPL harus dipastikan hak-hak pihak ketiga yang ada di dalamnya.
“Tidak ada jalan lain selain untuk meninjau kembali penerbitan HPL-nya, karena masyarakat yang ada di dalamnya harus diselesaikan terlebih dahulu.
Melihat tenggang waktunya yang tinggal beberapa hari lagi, saya rasa sulit untuk terealisasi.
Makanya, kami merekomendasikan agar kembali dilakukan pertimbangan,” kata Prabianto.
Prabianto juga menyoroti keberadaan posko-posko keamanan yang ada di Pulau Rempang. Dia menyebut posko tersebut menimbulkan rasa tak nyaman bagi warga.
“Apalagi kondisinya sempat memanas, tentunya ada kesan intimidasi yang dirasakan warga yang ada di kampung tua Pulau Rempang,” terang Prabianto.
Artikel ini telah tayang di TribunBatam.id
| Penyebab Konflik Rempang Batam Kembali Pecah, Berawal dari Pencabutan Spanduk |
|
|---|
| Duduk Perkara Konflik Rempang Kembali Pecah, Dipicu Pencopotan Spanduk Hingga 8 Orang Alami Luka |
|
|---|
| Segini Tawaran Ganti Rugi Pemerintah Agar Warga Pulau Rempang Mau Pindah, Tapi Ditolak Masyarakat |
|
|---|
| Panglima TNI Laksamana Yudo Margono Minta Maaf Soal Ucapan 'Piting' Kasus Rempang |
|
|---|
| Panglima Pajaji Tiba di Batam Siap Bela Rakyat Rempang 'Keadilan Harus Ditegakan Untuk Masyarakat' |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Nenek-Berusia-105-Tahun-Asal-Rempang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.