Sidang Putusan MKMK
Tanggapan Anwar Usman Soal Putusan MKMK, Sebut Dirinya Difitnah hingga Dijadikan Objek Politisasi
Anwar Usman memberikan reaksi sekaligus menanggapi pencopotan dirinya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
TRIBUNBENGKULU.COM - Anwar Usman memberikan reaksi sekaligus menanggapi pencopotan dirinya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK)
Adapun pencopotan tersebut lantaran dirinya melakukan pelanggaran etik berat soal putusan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Kendati demikian, Anwar Usman merasa difitnah dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres-cawapres di MK.
Bahkan Anwar usman mengatakan fitnah yang ditujukan kepadanya itu tidak berdasar.
Pernyataan Usman tersebut disampaikan dalam konferensi pers seusai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan dirinya sebagai Ketua MK.
"Fitnah yang dialamatkan kepada saya, terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, adalah fitnah yang amat keji, dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum," kata Anwar dalam konferensi pers di kantor MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023) dilansir dari KompasTV.
Baca juga: Kronologi Remaja Dianiaya Pacar di Curup Rejang Lebong, Pelaku Ternyata Sudah Beristri
Lebih lanjut, Anwar usman mengatakan dirinya tidak akan mengorbankan diri, martabat, dan kehormatannya di ujung masa pengabdiannya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu.
"Lagi pula perkara PUU hanya menyangkut norma, bukan kasus konkret. Dan pengambilan putusannya pun bersifat kolektif kolegial oleh 9 orang hakim konstitusi, bukan oleh seorang ketua semata," ucap Anwar.
Anwar mengaku dirinya mengetahui dan telah mendapatkan kabar bahwa ada upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikannya sebagai objek di dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi terakhir.
"Demikian pula dalam demokrasi seperti saat ini, rakyatlah yang akan menentukan, siapa calon pemimpin yang akan dipilihnya kelak, sebagai presiden dan wakil presiden," tambahnya.
Penjelasan MKMK Soal Putusan MK Tentang Syarat Usia Capres-Cawapres Tak Bisa Dibatalkan
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa Pasal 17 ayat (8) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menegaskan bahwa suatu putusan tidak sah jika melibatkan hakim yang terlibat konflik kepentingan, tidak bisa berlaku untuk Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 soal syarat batas usia capres-cawapres.
Padahal, eks Ketua MK Anwar Usman telah dinyatakan melanggar etik berat dan terlibat konflik kepentingan.
Terkait tersebut MKMK memberikan penjelasan terkait alasan putusan MK Nomor 90 Tentang Syarat Usia Capres-Cawapres tak bisa dibatalkan.
Dijelaskan MKMK, meski pasal itu juga berlaku untuk hakim konstitusi mengundurkan diri dari perkara yang berpotensi konflik kepentingan, namun pasal itu "tidak serta-merta menyebabkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dengan sendirinya menjadi tidak sah".
"Melainkan harus dinyatakan tidak sah oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu sesuai dengan prinsip presumptio iustae causae, dalam hal ini melalui pengujian oleh Mahkamah Konstitusi," sebut anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi, Wahiduddin Adams, kala membacakan putusan terhadap Anwar Usman, Selasa (7/11/2023) sepetyi yang dikutipTribunBengkulu.com dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Jimly menegaskan bahwa MKMK tidak bisa mengoreksi atau bahkan membatalkan Putusan 90 itu sekalipun pelanggaran etik terjadi di sana.
Kembali lagi, MKMK adalah lembaga penegak etik dan tidak dalam kapasitas menilai keabsahan putusan MK. Mengoreksi putusan MK akan membuat MKMK memiliki superioritas legal terhadap MK.
Jalur yang tersedia untuk membatalkan putusan MK, menurut Jimly, hanyalah melalui MK sendiri yang menyatakan pembatalan itu.
Saat ini, Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diubah melalui Putusan 90 itu sedang digugat lagi ke MK.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (NU) Indonesia, Brahma Aryana (23), mengajukan uji materiil atas pasal tersebut.
Gugatan Brahma sudah diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023 dan akan disidang besok, Rabu (8/11/2023), bertepatan dengan hari terakhir pengusulan bakal capres-cawapres pengganti ke KPU RI.
Mereka berharap, MK bisa memutus perkara itu dalam waktu cepat karena perkara itu dianggap sudah sangat jelas lantaran sudah diperiksa MK melalui gugatan-gugatan sebelumnya.
Mereka juga meminta agar Ketua MK Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran, tidak turut mengadili perkara itu. Hal ini disetujui MKMK.
"Permintaan pelapor BEM UNUSIA agar tidak mengikutsertakan Hakim Terlapor dalam pemeriksaan perkara Nomor 141PUU-XXX/2023 dapat dibenarkan," kata Jimly dalam kesimpulan putusannya.
Setelah putusan, Jimly mengapresiasi inisiatif mahasiswa itu.
"Dia menguji undang-undang yang sudah mengalami perubahan karena putusan MK. Dan itu boleh diuji," kata Jimly.
Apalagi, MK telah meregistrasi perkara itu, sehingga MK harus menyidangkannya pula. MK juga sudah menjadwalkan sidang perkara tersebut besok.
"Pada saat disidang nanti, para pemohon boleh menggunakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hak ingkar. Hak ingkar terkait putusan MKMK ini di mana hakim terlapor yang sudaj diberi sanksi tidak boleh mengikuti penanganan perkara itu," jelas Jimly.
"Maka ada peluang terjadinya perubahan tapi bukan oleh MKMK, tapi oleh MK sendiri. Biarlah putusan MK diubah oleh MKMK sendiri melalui mekanisme yang tersedia," kata dia.
Sementara itu, dua pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, melayangkan uji formil terhadap putusan yang sama.
Mereka menegaskan, berdasarkan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Anwar Usman seharusnya sejak awal tak ikut mengadili perkara tersebut karena konflik kepentingan.
Tanpa Anwar Usman, maka komposisi di Mahkamah seharusnya didominasi oleh hakim yang menolak mengabulkan perkara itu.
Sama seperti Brahma, Denny dan Zainal juga meminta sidang kilat atas gugatan uji formil mereka, serta tidak dilibatkannya Anwar Usman dalam mengadili perkara itu
Baca juga: Muncul Desakan Siswi Korban Asusila Oknum Guru SMA di Bengkulu Selatan Dikeluarkan
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Tanggapan-Anwar-Usman-Soal-Putusan-MKMK-Sebut-Dirinya-Difitnah-hingga-Dijadikan-Objek-Politisasi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.