Kasus Guru Honorer Supriyani

Polda Sultra Periksa 6 Personel Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan yang Terlibat Kasus Supriyani

Polda Sultra memeriksa 6 orang personel polisi dari Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan yang terlibat kasus guru honorer Supriyani.

Ist
Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) memeriksa 6 orang personel polisi dari Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan yang terlibat kasus guru honorer Supriyani.

Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Propam Polda Sultra).

Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh mengatakan, pihaknya sudah memeriksa enam personel yang diduga terlibat kasus guru honorer di Kecamatan Baito tersebut.

Enam personel ini sudah dimintai keterangan oleh Tim Intenal yang dibentuk Polda Sultra.

Mereka yang memberikan keterangan terkait kasus guru Supriyani yakni dari Polsek Baito dan Polres Konawe Selatan.

"Polres Konsel tiga, Polsek Baito tiga personel sementara masih pendalaman," kata Moch Sholeh saat dikonfirmasi Tribunnews Sultra, Selasa (29/10/2024).

Sholeh mengungkapkan, pemeriksaan para personel untuk mendalami terkait pemeriksaan guru Supriyani sesuai Standar Operasinal Prosedur (SOP) penyidikan atau tidak.

Selain itu, pemeriksaan untuk mendalami permintaan uang Rp50 juta dalam kasus mediasi guru Supriyani dengan orangtua murid SDN di Kecamatan Baito yang diduga dipukuli guru honorer tersebut.

Sholeh megungkapkan, terkait nominal uang Rp50 juta, Tim Internal Polda Sultra juga meminta keterangan Kepala Desa Wonoua Raya.

"Mohon waktu mas karena kades sedang dipanggil untuk klarifikasi. Masih proses semua. Semua saksi-saksi akan diperiksa," ujar Sholeh.

Ia mengatakan dari keterangan para saksi-saksi, pihaknya baru bisa mengambil langkah apakah ada pelanggaran kode etik kepolisian dalam kasus Supriyani atau sebaliknya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sultra, Kombes Pol Iis Kristian, mengatakan saat ini tim internal sudah bekerja mengusut kasus guru Supriyani.

"Tim sedang bekerja. Kalau personel juga sudah ada yang dimintai keterangan untuk intenal," tuturnya.

Ratusan guru dari berbagai sekolah dan wilayah datang memberikan dukungan kepada Supriyani, guru honorer yang dituduh memukul anak polisi, di Pengadilan Negeri Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (28/10/2024). Supriyani mendapat banyak dukungan atas kasus yang dialami.
Ratusan guru dari berbagai sekolah dan wilayah datang memberikan dukungan kepada Supriyani, guru honorer yang dituduh memukul anak polisi, di Pengadilan Negeri Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (28/10/2024). Supriyani mendapat banyak dukungan atas kasus yang dialami. (KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS)

Kapolsek Baito Minta Uang Rp 2 Juta

Sementara itu, Andre Darmawan, kuasa hukum guru honorer Supriyani menyebut bahwa Kapolsek Baito meminta uang Rp 2 juta untuk penangguhan penahanan Supriyani.

Penahanan guru Supriyani ditangguhkan dan dibebaskan dari lapas pada Selasa (22/10/2024).

"Berapa, Rp2 juta, siapa yang minta, Kapolsek, siapa saksinya Bu Supriyani dan Pak Desa, sudah diambil uangnya di rumahnya Pak Desa, berapa nilai uangnya Rp2 juta," ungkapnya, Senin (28/10/2024), dikutip dari Tribunnews Sultra.

"Uangnya Ibu Supriyani Rp1,5 juta, ditambah dengan uangnya Pak Desa Rp500 ribu." 

Setelah kasus dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Supriyani kembali diperas oknum jaksa.

"Saat di kejaksaan ditelepon oleh orang dari perlindungan anak, katanya pihak kejaksaan meminta Rp15 juta supaya tidak ditahan," sambungnya.

Lantaran tak memiliki uang, Supriyani tak dapat memenuhi permintaan oknum jaksa.

Diketahui, gaji Supriyani sebagai guru honorer hanya Rp300 ribu per bulan.

"Nah ini dari awal kita lihat seorang guru honorer dimainkan oleh jahatnya oknum aparat penegak hukum kita," tegasnya.

Kapolsek Baito, Ipda Muhammad Idris, enggan menanggapi pernyataan dari kuasa hukum Supriyani terkait uang Rp2 juta untuk penangguhan penahanan.

Sementara itu,  Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna, membantah adanya oknum jaksa yang meminta uang ke Supriyani.

"Sudah kita telusuri tidak ada itu," bebernya.

Sebelumnya, muncul dugaan keluarga Aipda WH sebagai pelapor meminta uang damai Rp50 juta ke Supriyani.

Pernyataan tersebut dibantah kuasa hukum Aipda WH, Laode Muhram.

Menurutnya, orang yang meminta uang damai bukan kliennya tapi kepala desa yang ikut proses mediasi.

"Dalam proses perjalanan kasus ini pihak korban tidak pernah meminta uang, justru diklarifikasi sendri oleh Supriyani bahwa permintaan uang itu ia tidak dengar dari orang tua korban melainkan dari kepala desa," tandasnya.

Tangkapan layar foto Supriyani yang Dituding Aniaya Anak Polisi Berujung Diangkat Jadi PPPK
Tangkapan layar foto Supriyani yang Dituding Aniaya Anak Polisi Berujung Diangkat Jadi PPPK (Kompas)

Supriyani Dituduh Menganiaya Anak Polisi

Sebelumnya, Supriyani (37) guru honorer SD di Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara yang ditahan usai diduga aniaya muridnya anak polisi.

Diketahui jika Supriyani awalnya menegur siswanya yang nakal.

Namun orangtua siswa menyebut anaknya luka karena dianiaya hingga Supriyani ditahan karena tak bisa memberikan uang damai senilai Rp 50 juta.

Menurut suami Supriyani, Kastrian (38) istrinya sempat dimintai uang damai sebanyak Rp 50 juta oleh pihak keluarga M, sang siswa.

Namun ia tidak bisa menyanggupi permintaan tersebut.

"Diminta Rp 50 juta dan tidak mengajar kembali agar bisa damai," jelasnya

"Kami mau dapat uang di mana? Saya hanya buruh bangunan,” ungkap dia dilansir dari Tribun News.

Kastiran dalam kesempatannya juga membantah sang istri melakukan penganiayaan.

Supriyani kepada suami mengaku saat kejadian berada di kelas lain.

Ia mengajar di kelas 1 B sedangkan D berada di kelas 1 A.

Dalam kesempatan lain, Aipda WH membantah telah meminta uang kepada Supriyani.

“Kalau terkait permintaan uang yang besarannya seperti itu (Rp50 juta) tidak pernah kami meminta, sekali lagi kami sampaikan kami tidak pernah meminta,” katanya.

Selain itu, Aipda WH menegaskan, Supriyani dalam proses mediasi sempat mengaku telah menganiaya M.

Pernyataan tersebut muncul di proses mediasi pertama dan kedua.

“Begitu pula saat mediasi kedua yang didampingi Kepala Desa Wonua Raya, jawaban masih sama (mengakui)," papar Aipda WH.

Guru Supriyani Tolak Mediasi

Supriyani, guru honorer di Konawe Selatan yang dituduh memukul anak Aipda WH pakai gagang sapu menolak lakukan mediasi. 

Akibatnya proses mediasi antara guru dan keluarga Aipda WH gagal.

Supriyani meminta kasus dugaan peganiayaan ini diselesaikan di pengadilan.

Aipda WH merupakan Kanit Intelkam Polsek Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. 

Supriyani membantah telah memukul siswa tersebut. 

Namun ia sempat ditahan di lapas, meski telah mengatakan demikian. 

Sebelum sidang perdana dimulai, keluarga Aipda WH menghampiri Supriyani dan meminta kasus diselesaikan secara mediasi. 

Namun, pihak Supriyani menolak dengan alasan berkas perkara telah masuk pengadilan.

Supriyani yakin dirinya tidak bersalah dan ingin membuktikannya di pengadilan.

Hal itu ditegaskan oleh Samsudin, kuasa hukum Supriyani.

Menurutnya, Supriyani tidak ingin diselesaikan dengan mediasi dan ingin kasus selesai di persidangan.

"Iya tadi sempat ada upaya itu, tapi terlanjur kasus ini sudah di persidangan, bahkan tadi sidang sudah dibuka, dan kami diajak oleh pegawai pengadilan karena hakim sudah menunggu," bebernya, Kamis (24/10/2024), dikutip Tribunnews. 

Ia menjelaskan tak ada restorative justice lantaran Supriyani mengaku tak memukul korban yang masih kelas 1 SD. 

"Makanya tidak ada titik temu, karena Ibu Supriyani berkeyakinan kalau dirinya tidak melakukan perbuatan itu (aniaya murid)," tegasnya. 

Dengan adanya persidangan, Supriyani berharap kebenaran kasus ini terungkap termasuk upaya keluarga korban meminta uang damai sebesar Rp50 juta. 

"Itu semua nanti kita akan buka di persidangan secara terbuka," tukasnya. 

Diberitakan sebelumnya, Polres Konawe Selatan menggelar pertemuan dengan berbagai pihak untuk mencari solusi terkait masalah hukum yang melibatkan guru SDN Baito. 

Pertemuan ini berlangsung di Aula Polres Konawe Selatan dan dihadiri oleh Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Sulawesi Tenggara, Abdul Halim Momo.

Kemudian Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Konawe Selatan, Kepala Dinas Pendidikan Erawan Suplayuda, serta perwakilan Dinas Sosial Konawe Selatan dan BEM serta MPM Universitas Halu Oleo Kendari.

Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, menyatakan bahwa pihaknya akan mengambil langkah-langkah untuk memulihkan hak-hak dari kedua belah pihak yang terlibat. 

"Kami akan melakukan langkah-langkah pemulihan hak kepada kedua pihak, di mana dalam hal ini ada lima anak yang menjadi korban atas perkara ini. 

Yakni anak dari Ibu Supriyani, dua anak dari Aipda Wibowo, dan dua anak yang menjadi saksi dalam perkara tersebut," ungkap Febry, Selasa (22/10/2024).  (**)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved