Kasus Korupsi Timah

REAKSI Harvey Moeis Suami Sandra Dewi Hukumannya Diperberat 20 Tahun Penjara dan Denda Rp 1 Miliar 

Reaksi Harvey Moeis suami Sandra Dewi hukumannya diperberat hakim dari 6,5 tahun jadi 20 tahun dan didenda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan. 

Editor: Rita Lismini
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
HARVEY MOEIS - Terdakwa Harvey Moeis saat memasuki ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta guna menjalani sidang lanjutan kasus korupsi tata niaga komoditas timah, Rabu, 18 Desembe 2024. Reaksi Harvey Moeis suami Sandra Dewi hukumannya diperberat 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Reaksi Harvey Moeis suami Sandra Dewi hukumannya diperberat hakim dari 6,5 tahun jadi 20 tahun dan didenda Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan. 

Vonis Harvey diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun dalam sidang putusan banding Kamis (13/2/2025) kemarin. 

Bagaimana reaksi Harvey Moeis? 

Melalui Kuasa hukum Harvey Moeis, Junaedi Saibih mengkritik putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat vonis Harvey Moeis dan terdakwa lain dalam kasus dugaan korupsi timah.

Dua terdakwa lain, yakni mantan Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan pengusaha Helena Lim. Hakim menjatuhkan vonis penjara kepada Mochtar Riza 20 tahun penjara.

Sementara itu, Helena Lim vonisnya diperberat dari 5 tahun menjadi 10 tahun penjara dan dihukum membayar uang pengganti Rp 900 juta.

“Helena uang pengganti 900 juta. Barang yang disita melebihi nilainya, ini menyalahi kaidah hukum,” ujar Junaedi dalam keteranganya, Kamis (13/2/2025).

Menurutnya, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menandakan wafatnya rule of laws di Indonesia atau prinsip hukum yang menyatakan bahwa negara harus diperintah oleh hukum dan bukan sekadar keputusan politis.

“Telah wafat rule of Laws pada hari Kamis, 13 Februari 2025 setelah rilisnya bocoran putusan Pengadilan Tinggi atas banding yang diajukan JPU terhadap putusan PN Jakarta Pusat,” kata Junaedi.

Junaedi menambahkan prinsip dan rasio hukum tidak boleh kalah oleh pertimbangan populisme yang membabi-buta.

“Mohon doanya agar Hukum dapat tegak kembali dan ratio legis gak boleh kalah oleh ratio populis apalagi akrobatik hukum atas penggunaan ketentuan hukum yang salah adalah pembangkangan atas legalitas,” paparnya.

Terkait hal ini menurut Junaedi, hingga kini pengadilan belum dapat membuktikan kebenaran dari klaim kerugian lingkungan yang dimasukan sebagai kerugian negara senilai Rp300 triliun, termasuk tidak ada temuan suap dan gratifikasi.

Karena itu, Junaedi mempertanyakan pertimbangan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat vonis Harvey dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun.

“Suap gak ada, gratifikasi gak ada. Kasus gak ada suap, gak ada kerugian aktual, apalagi kerugian BUMN bukan kerugian negara,” kata dia.

Selain itu Junaedi juga menyoroti dibebankannya denda sebesar denda 1 miliar subsider 1 tahun kurungan terhadap mantan Dirut PT Timah Mochtar Riza Pahlevi.

Junaedi berpendapat, pengenaan pidana tambahan atau uang pengganti itu seharusnya berdasarkan perhitungan faktual alias nilai buku, dimana dihitung atas dasar besaran yang dinikmati Riza selama proses kerja sama smelter berlangsung.

Junaedi mencatat, BPKP tidak pernah melakukan perhitungan secara mendalam mengenai hal tersebut. Terlebih perhitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP tidak didasarkan atas suatu neraca laba rugi.

“Yang dihitung hanyalah besaran jumlah pengeluaran PT Timah dalam kerja sama smelter tanpa pernah menghitung berapa besaran jumlah yang dihasilkan dari penjualan timah hasil kerja sama smelter,” ungkapnya.

Dalam laporan tahunan PT Timah, lanjut dia, secara sektoral dari kerja sama smelter membukukan keuntungan Rp233 miliar.

“Lalu darimana hitungan kerugian negara dihitungnya? Biar anak akuntansi semester 1 menjawab yang tahu cara membuat neraca laba/rugi,” pungkas Junaedi.

Awal Mulai Harvey Moeis Terseret Korupsi Timah

Harvey selaku perwakilan PT RBT sekitar 2018 hingga 2019, menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021. 

Komunikasi Harvey dan Riza dimaksudkan untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan. 

Keduanya sepakat untuk menjalin kerja sama dalam kegiatan pertambangan ilegal yang dibungkus dengan sewa-menyewa peralatan pemrosesan timah. 

Harvey menginstruksikan kepada para pemilik smelter tersebut untuk menyetorkan sebagian keuntungan bagi dirinya dan para tersangka lain, seolah-olah sebagai dana corporate social responsibility (CSR).

Harvey Moeis diduga bertindak sebagai pihak yang mewakili PT RBT, bersama dengan Dirut PT Timah Riza Pahlevi kongkalikong mencari keuntungan dalam kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah. 

Harvey dan Riza beberapa kali bertemu dan bersepakat agar kegiatan di pertambangan liar tersebut diakali dengan dalih sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.

Untuk melancarkan aksinya, Harvey menghubungi sejumlah perusahaan smelter guna mengakomodasi rencana tersebut.

Selanjutnya, Kejaksaan Agung menetapkan Harvey Moeis, sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pada Rabu (27/3/2024).

Suami aktris Sandra Dewi itu terjerat kasus tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. 

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Harvey keluar dari Gedung Kejagung di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, mengenakan rompi tahanan warna pink khas Kejagung. 

Harvey langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan, terhitung sejak ditetapkan sebagai tersangka.

Kerugian Negara

Kasus korupsi timah yang menyeret Harvey Moeis telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 triliun.

Berdasarkan surat dakwaan, kerugian negara ratusan triliun ini timbul dari pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Jumlah tersebut didapat dari kerugian atas kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta Rp 2,265 triliun, kerugian pembayaran biji timah Rp 26,649 triliun, dan kerugian lingkungan Rp 271,1 triliun. 

Adapun kerugian lingkungan, dihitung berdasarkan total luas galian yang mencapai 170.363.064 hektar di kawasan hutan dan nonkawasan hutan Bangka Belitung.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun Medan.com 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved