Korupsi Pertamina Patra Niaga

Bukan Rivan Siahaan, Maya Kusuma yang Perintahkan dan Setujui Oplos Pertamax Jadi Pertalite 

Bukan RIvan Siahaan, Maya Kusuma yang perintahkan dan setujui oplos pertamax jadi pertalite hingga rugikan negara Rp193,7 Triliun. 

Editor: Rita Lismini
pertaminapatraniaga.com
TERSANGKAP KORUPSI PERTAMINA - Kolase foto Riva Siahaan (Kiri) dan Maya Kusuma (Kanan), tersangka korupsi Pertamina, Kamis (27/02/2025). Bukan RIvan Siahaan, Maya Kusuma yang perintahkan dan setujui oplos pertamax jadi pertalite hingga rugikan negara Rp193,7 Triliun. 

Hal itu tertuang dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.

Namun, Qohar mengatakan, para tersangka justru bersekongkol dan melakukan pengkondisian dalam rapat organisasi hilir (ROH).

"Hasil rapat dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehungga hasil produksi minyak bumi dalam negeri tidak sepenuhnya terserap. Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor,"bebernya.

Pada saat yang sama, Qohar menyebut hasil produksi minyak mentah dari dalam negeri oleh KKKS juga dengan sengaja ditolak.

Alasannya, produksi minyak mentah oleh KKKS tidak memenuhi nilai ekonomis, padahal harganya masih sesuai harga perkiraan sendiri (HPS).

Tak hanya itu, produksi minyak mentah dari KKKS juga dinilai tidak sesuai spesifikasi.

"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia untuk dilakukan ekspor," jelasnya.

Setelahnya, anak perusahaan Pertamina tersebut mengimpor melakukan impor minyak mentah dan produk kilang.

Di mana, perbedaan harga pembelian minyak bumi impor sangat signifikan dibandingkan dari dalam negeri.

Dalam kegiatan ekspor minyak juga diduga telah terjadi kongkalikong antara para tersangka.

Mereka sudah mengatur harga untuk kepentingan pribadinya masing-masing dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun.

"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan,"ungkapnya.

Sementara salah satu yang dilakukan oleh tersangka Riva Siahaan yakni terkait pembelian produk kilang.

Riva diduga melakukan pembelian untuk RON 92, namun nyatanya yang dibeli adalah RON 90 yang diolah kembali. Atau RON 90/pertalite dibeli dengan seharga RON 92/pertamax dan diblending menjadi pertamax.

Selain itu, penyidik juga menemukan adanya dugaan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor yang dilakukan oleh tersangka. Sehingga, negara perlu membayar biaya fee tersebut sebesar 13-15 persen.

Atas serangkaian perbuatan para tersangka tersebut, menyebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan dijual ke masyarakat.

Sehingga, pemerintah perlu memberikan kompensasi subsidi yang lebih tinggi bersumber dari APBN.

"Adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,"pungkas Qohar.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat tersebut 1 ke-1 KUHP.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved