Kasus Vina Cirebon

Terkuak Kabar Terbaru Terpidana Kasus Vina Cirebon usai PK Ditolak, Rivaldi: Lebih Baik Membusuk 

Kasus pembunuhan terhadap Vina Cirebon yang sempat heboh di seluruh kalangan masyarakat, kini  terkuak kabar terbaru pada terpidanya. 

Editor: Rita Lismini
TribunJabar.id
Enam terpidana kasus Vina Cirebon, kini terkuak kabar terbaru mereka usai permintaan Peninjauan Kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK), salah satu pengakuannya bikin pilu, Selasa 19 Agustus 2025. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Kasus pembunuhan terhadap Vina Cirebon yang sempat heboh di seluruh kalangan masyarakat, kini  terkuak kabar terbaru pada terpidanya. 

Kasus pembunuhan Vina Cirebon hingga kini masih meninggalkan tanda tanya dan banyak kejanggalan. 

Bahkan sosok pelaku utama atau dalang utama pembunuhan Vina Cirebon tidak benar-benar terungkap. 

Namun beberapa terpidana lainnya telah berhasil ditangkap. 

Kabar terbarunya, Kuasa hukum, Titin Prialianti membongkar kondisi terpidana kasus Vina Cirebon setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) mereka ditolak Mahkamah Agung.

Bahkan, ucapan salah satu terpidana Rivaldi Aditya Wardhana alias Ucil membuat anggota tim kuasa hukum Jutek Bongso menangis.

Titin bercerita kondisi para terpidana kasus Vina Cirebon sangat buruk setelah pengumuman Peninjauan Kembali (PK).

"Secara psikologis mereka betul-betul terpukul," kata Titin kepada Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri dari akun Youtube Forum Keadilan TV, Senin (18/8/2025).

Diketahui, tujuh terpidana kasus Vina Cirebon adalah Eko Ramadhani, Rivaldi Aditya, Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto. 

Mereka  dihukum penjara seumur hidup terkait kasus pembunuhan Vina dan Eky pada tahun 2016. 

Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh mereka. 

TItin mengatakan sehari sebelum pengumuman PK, komunikasi dengan para terpidadana masih nyaman. Bahkan, para terpidana sudah mendapatkan ucapan selamat dari rekan-rekan mereka.

"Alhamdulillah sebentar lagi pulang ya gitu. Saya juga merinding ngomong begitu. Tetapi kemudian ketika pengumuman PK, ternyata di dalam juga sudah mereka terinformasi kalau memang PK ditolak dan itu betul-betul lukanya kalau kata saya lebih parah dari sebelumnya," kata Titin.

Titin mengatakan kondisi mental para terpidana semakin anjlok daripada sebelum keputusan permohonan PK ditolak. 

Ia menceritakan setelah permohonan PK ditolak, tim kuasa hukum mendatangi Lembaga Permasyarakatan Cirebon.

Para terpidana terlihat lunglai saat berjalan. Mereka tidak ada yang mengangkat wajahnya untuk melihat tim kuasa hukum. Namun, mereka tidak marah kepada kuasa hukum.

Kuasa hukum terpidana Kasus Vina Cirebon yang dipimpin Jutek Bongso tegas menyatakan tidak akan pernah meninggalkan para terpidana.

Kemudian, tim kuasa hukum juga menjelaskan beberapa upaya hukum.

Baca juga: Punya Saudara di Kejaksaan, Penyebab Silfester Matutina Sulit Ditahan, Kejagung Buka Suara 

"Tetapi ada salah seorang Rivaldi menyatakan daripada menyatakan grasi lebih baik saya membusuk di sini. Pada akhirnya Pak jutek saat itu sampai mengeluarkan air mata ketika Rivaldi menyatakan itu," ujarnya.

Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh presiden kepada terpidana, berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau bahkan penghapusan pelaksanaan pidana. 

Grasi merupakan hak prerogatif presiden, yang diberikan setelah mempertimbangkan pendapat Mahkamah Agung. 

Grasi tidak menghilangkan kesalahan terpidana atau merehabilitasinya, tetapi hanya mengubah atau menghapuskan sanksi pidana yang dijatuhkan. 

"Itulah yang kalimat yang membuat air mata Pak Jutek jatuh. Padahal sebelumnya juga Pak Jutek tidak pernah kelihatan menangis di hadapan kami gitu," kata Titin.

"Jadi Pak Jutek menerangkan ada beberapa ee cara yang bisa ditempuh, upaya hukum yang ditempuh tetapi mereka menolak grasi secara keseluruhan. ditanya diulangi sekali lagi tentu saja dengan saya juga melihat di situ suara mereka sangat bergetar ketika menyatakan itu," sambungnya.

Diketahui, kasus Vina mencuat kembali setelah film "Vina: Sebelum 7 Hari" dirilis pada Mei 2024, mengingatkan publik pada tragedi delapan tahun lalu.

Dalam kasus ini, tujuh terpidana dihukum penjara seumur hidup, sementara satu lainnya, Saka Tatal, yang masih di bawah umur, divonis delapan tahun. Saka bebas bersyarat pada 2020 dan bebas murni pada Juli 2024.

Namun, klaim baru muncul dalam permohonan PK. Para terpidana menyatakan adanya unsur paksaan dan kekerasan saat mereka dipaksa mengakui pembunuhan. Selain itu, beberapa saksi mengaku memberikan kesaksian palsu.

Pengadilan Negeri Kelas I Cirebon telah menyerahkan berkas persidangan ke MA dua pekan lalu. 

Kasus ini menjadi perhatian nasional, dengan banyak pihak mendesak agar keadilan ditegakkan. Perjalanan panjang menuju putusan PK menjadi ujian bagi sistem peradilan Indonesia.

Diketahui sebelumnya, PK kasus Vina pertama kali diajukan Saka Tatal, eks terpidana, pada awal Juli 2024.

Saka menggugat putusan pengadilan yang menetapkan dirinya bersalah dalam pembunuhan Vina dan Rizky. 

Ia divonis 8 tahun penjara. Pada 2020, ia bebas bersyarat dan bebas murni pada Juli lalu.

Pertengahan Agustus, giliran enam terpidana kasus Vina mengajukan PK.

Mereka adalah Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, dan Rivaldi Aditya.

Akhir Agustus, terpidana terakhir Sudirman menyusul melakukan PK. Seperti enam terpidana lainnya, ia juga divonis penjara seumur hidup.

MA Tolak PK 

Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon yang terjadi pada tahun 2016 lalu.

Adapun putusan tersebut diketok MA pada Senin (16/12/2024).

"Tolak PK Para Terpidana," demikian tertuang dalam putusan tersebut dikutip dari situs MA, pukul 11.45 WIB.

Putusan PK dari MA itu terbagi dalam dua perkara.

Untuk pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya Wardana tertuang dalam nomor perkara 198 PK/PID/2024.

Sementara, lima pemohon lain yakni Eka Sandy, Hadi Saputra, Jaya, Sudirman, dan Supriyanto tertuang pada nomor perkara 199 PK/PID/2024.

Selain itu, adapula perbedaan dari hakim yang memutuskan di mana PK dengan pemohon Eko Ramadhani dan Rivaldi Aditya dipimpin oleh ketua majelis hakim, Burhan Dahlan.

Lalu, ada dua hakim anggota yaitu Yohanes Priyana dan Sigid Triyono serta adanya panitera pengganti yakni Carolina

Sedangkan, ketua majelis hakim untuk lima pemohon lainnya tetap dipimpin oleh Burhan Dahlan tetapi hakim anggotanya berbeda.

Mereka adalah Jupriyadi dan Sigid Triyono serta tetap dengan panitera pengganti yaitu Carolina.

Dengan adanya putusan ini, maka seluruh terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon tetap akan dihukum seumur hidup. 

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved