Keracunan Massal di Lebong

Orang Tua Murid di Bengkulu Resah, Khawatir dengan Program MBG usai Keracunan Massal di Lebong

Orangtua murid di Bengkulu resah usai kasus keracunan massal MBG di Lebong, khawatir kejadian serupa terulang di daerah lain.

HO TribunBengkulu.com
KERACUNAN MASSAL – Suasana ramai dan panik di UGD RSUD Lebong pada Rabu (27/8/2025). Puluhan siswa TK hingga SD diduga keracunan usai menyantap makanan program MBG. 

Ia khawatir karena memiliki anak yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK).

“Kita sebagai orang tua tentunya sangat cemas kejadian seperti di Lebong. Kami minta MBG di Bengkulu Selatan setelah terlaksana nantinya agar diawasi ketat oleh para tim gizi yang bertugas,” ujar Yuni saat diwawancarai TribunBengkulu.com, Sabtu (30/8/2025).

Harapan Orang Tua

Yuni menilai, kejadian seperti di Lebong seharusnya tidak terjadi apabila pengolahan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dilakukan dengan baik dan diawasi secara ketat.

“Seharusnya badan gizi yang mengurus MBG ini harus benar-benar memperhatikan kualitas makanan yang akan diberikan kepada penerima. Jika perlu, tim harus mencoba terlebih dahulu makanan sebelum dibagikan,” ungkapnya.

Ia juga meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkulu Selatan terus melakukan pengawasan terhadap program MBG agar kejadian serupa tidak terulang.

“Ini soal pengolahan dan pengawasan. Jika pengawasan ketat maka tidak akan terjadi keracunan massal. Kami harap semoga MBG bisa diolah dengan baik,” harap Yuni.

Sementara itu, Riki berharap penyedia makanan benar-benar memperhatikan kualitas, gizi, dan kebersihan makanan yang diberikan.

Dia juga menginginkan agar kejadian yang menimpa siswa di Lebong tidak terulang di daerah lain, termasuk di Kepahiang.

“Tolong perhatikan makanan yang diberikan ke anak kita. Harus bersih, sehat, dan matang. Juga harus enak,” ujar Riki.

Anaknya, Elsa, menuturkan biasanya mereka menerima makanan setelah jam pertama selesai.

Menurut dia, porsi makanan tidak terlalu banyak dan terkadang kualitasnya kurang layak.

“Pernah ada nasi kuning tidak ada rasa. Ada juga dapat ayam, tapi masih ada darahnya,” ungkap Elsa.

Neli, orang tua siswa lainnya, menilai program MBG memiliki sisi positif sekaligus negatif. Di satu sisi, siswa tidak perlu repot membawa bekal. Namun, di sisi lain, orang tua merasa waswas dengan kualitas makanan yang disajikan.

“Kalau untuk anak SMP dan SMA kan rata-rata sudah paham lah ya, yang belum paham ini anak-anak yang masih SD sama PAUD. Secara umum, MBG ini ada baik dan buruknya. Baiknya anak-anak tidak repot lagi bawa bekal, untuk buruknya ya kondisi seperti ini, kami orang tua jadi waswas,” jelas Neli.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved