Berita Bengkulu

Forum KEE Bengkulu Surati Menhut Raja Juli Agar Bertindak Selamatkan Rumah Terakhir Gajah Sumatera

Forum KEE Bengkulu desak Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni segera bertindak selamatkan Bentang Seblat, habitat terakhir gajah Sumatera.

Dok Kanopi Bengkulu
GAJAH SEBLAT - Gajah di kawasan Seblat, Bengkulu. Forum KEE Bengkulu desak Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni segera bertindak selamatkan Bentang Seblat, habitat terakhir gajah Sumatera. 
Ringkasan Berita:
  1. Kerusakan hutan di Bentang Seblat semakin parah akibat perambahan dan pembukaan lahan.
  2. Forum KEE Bengkulu mengirim surat ke Menhut Raja Juli pada 30 Oktober 2025.
  3. Desakan disampaikan karena pemerintah dan BKSDA dinilai tidak tegas menindak pelaku perusakan.
  4. Program Conserve dinilai gagal melindungi habitat gajah Sumatera di Bengkulu.

 

TRIBUNBENGKULU.COM - Kerusakan hutan di Bentang Seblat, habitat terakhir gajah Sumatera di Bengkulu, semakin mengkhawatirkan.

Aktivitas perambahan dan pembukaan lahan menggunakan alat berat terus terjadi tanpa ada langkah tegas dari pemerintah maupun otoritas kehutanan.

Melihat kondisi ini, Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu mengirim surat kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.

Surat tersebut berisi desakan agar pemerintah segera bertindak menyelamatkan rumah terakhir gajah Sumatera dan menindak tegas pelaku perusakan hutan.

Desakan itu disampaikan melalui surat yang dikirim pada Kamis (30/10/2025) sebagai bentuk keprihatinan terhadap praktik perusakan hutan yang terus terjadi di Bentang Seblat selama bertahun-tahun tanpa tindakan tegas, terutama dalam hal penegakan hukum kehutanan.

Forum KEE juga menyoroti program konservasi kehutanan yang saat ini berjalan di Bentang Seblat, yakni program Conserve (Catalyzing Optimum Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and Viability of Endangered Wildlife Species) yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan.

Program ini seharusnya memberikan dampak nyata terhadap perlindungan ekosistem Bentang Seblat, khususnya di wilayah koridor gajah seluas 80.987 hektare yang telah ditetapkan sejak 2020.

“Jika berkacamata dari situasi sekarang di mana laju kerusakan kawasan hutan dilakukan secara terang-terangan, kawanan gajah yang semakin jarang ditemui, maka program ini perlu dievaluasi secara menyeluruh. Program ini agenda utamanya adalah menyelamatkan satwa kunci seperti harimau dan gajah. Kawanan gajah yang semakin sulit ditemui menunjukkan bahwa populasi ini terancam!!” kata Anggota Forum KEE, Ali Akbar, dalam keterangan pers, Jumat (31/10/2025).

Berdasarkan analisis citra Sentinel per 28 Oktober 2025, ditemukan perambahan besar-besaran menggunakan alat berat di Bentang Seblat.

Data menunjukkan areal hutan alam yang hilang dalam kurun waktu 2024–2025 mencapai lebih dari 2.000 hektare.

Perambahan masif itu terjadi di Hutan Produksi (HP) Air Rami dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis seluas 1.585 hektare yang masuk dalam konsesi PT Anugerah Pratama Inspirasi (API).

Selain itu, perambahan juga terjadi di HPT Air Ipuh 1 dan HP Air Teramang seluas lebih dari 500 hektare yang masuk dalam konsesi PT Bentara Arga Timber (BAT).

“Pembukaan hutan menggunakan alat berat sudah tentu dilakukan oleh orang atau kelompok orang bermodal. Informasi yang kami dapat sampai dengan sekarang tindakan membuka lahan ini masih terus berlangsung,” kata Ali.

Forum KEE yang dibentuk pada 2017 telah berulang kali mendesak Menteri Kehutanan untuk mengevaluasi perizinan dua perusahaan kehutanan di Bentang Seblat, yakni PT API dan PT BAT, karena dinilai gagal menyelamatkan wilayah kerjanya dari aktivitas pembalakan liar.

Pada 2022, Gubernur Bengkulu juga telah mengirim surat kepada Menteri Kehutanan dengan permintaan yang sama, agar mengevaluasi keberadaan kedua perusahaan tersebut karena aktivitasnya sudah tidak optimal.

“PT BAT dan PT API berulang kali gagal mengamankan wilayah kerjanya yang dibuktikan dengan perubahan tutupan hutan di wilayah itu, ribuan hektare sudah jadi kebun sawit,” kata Ali.

PT API berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) SK No. 3/1/IUPHHK-PB/PMDN/2017 tertanggal 3 April 2017 memiliki konsesi seluas 41.988 hektare.

Namun, berdasarkan pemantauan lapangan yang dilakukan Konsorsium Bentang Alam Seblat pada 2024, kerusakan hutan di areal konsesi PT API telah mencapai 14.183 hektare.

Area tersebut terdiri dari semak belukar seluas 6.577 hektare, perkebunan sawit dalam hutan 5.432 hektare, dan lahan terbuka 2.173 hektare.

Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak ada pelaksanaan kewajiban reboisasi pada lahan terbuka serta tidak ada kegiatan pengamanan areal oleh perusahaan, sehingga lebih dari 5.000 hektare lahannya digarap masyarakat menjadi kebun sawit.

“Areal konsesi PT BAT yang rusak sudah bertambah 1.585 hektare. Berarti saat ini kerusakan hutan di areal PT API sudah mencapai 15.768 hektare. Artinya tidak ada upaya sama sekali untuk mempertahankan hutan,” kata Anggota Forum KEE, Supintri Yohar.

Supintri menambahkan, PT BAT juga memiliki kondisi serupa.

Perusahaan dengan IUPHHK-HA SK No. 529/MENLHK/SETJEN/HPL.0/8/2021 memiliki konsesi seluas 22.020 hektare.

Dari luasan tersebut, telah terjadi kerusakan seluas 6.862 hektare yang terdiri atas area non-hutan 3.043 hektare, kebun sawit 2.162 hektare, dan areal pertanian lainnya 1.658 hektare.

Sementara itu, di kawasan HPT Air Ipuh 1 dan HP Air Teramang yang masuk dalam konsesi PT BAT, ditemukan pembukaan baru di kawasan hutan dengan cara tebang habis seluas lebih dari 500 hektare, dan hingga akhir Oktober 2025 masih terus terjadi.

Dugaan jual beli kawasan hutan di dua areal konsesi tersebut juga semakin menguat, sebagaimana pernah diinvestigasi dan dirilis oleh Konsorsium Bentang Seblat pada 2022.

“Ini adalah praktik kejahatan mafia kehutanan dengan tujuan mendapatkan keuntungan dengan cara memperjualbelikan kawasan hutan. Mereka harus diproses secara hukum karena kejahatan kehutanan termasuk dalam kejahatan luar biasa,” katanya menambahkan.

Atas kondisi tersebut, Forum KEE melalui surat yang dikirim ke Menteri Kehutanan pada 30 Oktober 2025 menyampaikan empat tuntutan utama.

  1. Evaluasi cepat dan cabut izin konsesi PT API dan PT BAT. Berdasarkan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pemegang izin sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan 29 berkewajiban menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, Pasal 156 menyebutkan bahwa setiap pemegang PBPH pada hutan produksi wajib melakukan perlindungan hutan di areal kerjanya, mencegah kebakaran hutan, bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi, serta melakukan pemulihan terhadap lingkungan di wilayahnya.
  2. Evaluasi dan tata ulang implementasi proyek Conserve di Bengkulu, agar selaras dengan tujuan utama program tersebut, yaitu pelestarian keanekaragaman hayati, khususnya satwa terancam punah seperti gajah Sumatera. Program ini diharapkan dapat memperkuat pengelolaan lanskap prioritas di dalam dan di luar kawasan konservasi serta berkontribusi pada pencapaian target nasional, seperti Forestry and Other Land Uses (Folu) Net Sink 2030 dan Enhanced Nationally Determined Contribution untuk sektor kehutanan.
  3. Tingkatkan status kawasan Bentang Seblat, khususnya areal koridor gajah seluas 80.987 hektare, menjadi kawasan Suaka Margasatwa sebagai langkah perlindungan terhadap dua satwa kharismatik Sumatera, yaitu harimau dan gajah.
  4. Tindak secara hukum seluruh pelaku kejahatan kehutanan di wilayah Bentang Seblat sebagai bentuk penegakan hukum dan efek jera, sekaligus upaya melindungi kawasan hutan negara yang tersisa.

Forum KEE menegaskan, “Kami tidak rela gajah dan rimba Sumatera tinggal cerita.”

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved