Isu Ijazah Jokowi Palsu

'Apa yang Mau Diharapkan dari Jokowi' Roy Suryo Cs Ogah Mediasi Kasus Ijazah Jokowi

Roy Suryo Cs ditetapkan tersanngka kasus Ijazah Jokowi. Namun Roy Suryo juga tak mau dimediasi denganJoko Widodo (Jokowi). Kamis (20/11/2025).

Editor: Yuni Astuti
Tribunnews.com/Reynas Abdila
IJAZAH JOKOWI - Roy Suryo, Rismon Sianipar, Tifauzia Tyassuma memenuhi atau Dokter Tifa panggilan penyidik Polda Metro Jaya soal kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Ketiganya diperiksa perdana sebagai tersangka, Kamis (13/11/2025). Roy Suryo Cs tetap tak mau mediasi soal kasus Ijazah Jokowi, meski telah ditetapkan tersangka, Kamis (20/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Roy Suryo tidak mau mediasi soal kasus Ijazah Jokowi
 
  • Arsip Ijazah Jokowi Dimusnahkan KPU Surakarta

 

TRIBUNBENGKULU.COM - Meski ditetapkan sebagai tersangka kasus ijazah Jokowi, namun Roy Suryo Cs menolak untuk dimediasi dengan Presiden ke-7 Ri Joko Widodo (Jokowi).

Adanya usulan mediasi ini disampaikan oleh Komisi Percepatan Reformasi Polri.

Ahmad Khozinudin, kuasa hukum Roy Suryo mengatakan jika kasus ini tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun.

"Ini adalah kasus hukum dan tidak boleh ada intervensi institusi apapun yang mengubah kasus hukum ini menjadi kasus politik," kata Khozinudin, Kamis (20/11/2025).

Khozinudin juga mengatakan harusnya Komisi Percepatan Reformasi Polri mengevaluasi kinerja Polri yang dinilai kerap melakukan kriminalisasi selama satu dekade pemerintahan Jokowi.

"Jadi bukan alih-alih melakukan perdamaian, harusnya Tim Reformasi Polri mendorong polisi untuk bertindak profesional, yaitu dengan cara meminta polisi untuk membuka kembali kasus dugaan ijazah palsu yang merupakan perbuatan pemalsuan dokumen 263 KUHP di Bareskrim Polri yang telah dihentikan secara sepihak oleh Polri," ujar dia.

Ia pun mengecam sikap Komisi Percepatan Reformasi Polri yang mengusulkan mediasi antara Roy Suryo Cs dan Jokowi.

Terlebih Khozinudin menyebut perkara ini bukan kasus perdata, melainkan pidana murni.

"Apalagi melihat saudara Joko Widodo itu kan memang tidak pernah bisa dipegang kata-katanya, dan ketika diundang dalam mediasi damai di berbagai gugatan di pengadilan baik di Solo, Bantul dan di Jakarta tidak mau datang memenuhi panggilan hakim mediasi untuk melakukan proses perdamaian," ucap Khozinudin.

Jadi apa yang mau diharapkan dari seorang Jokowi dengan kredibilitas seperti itu," imbuh dia.

Dalam kasus tudingan ijazah palsu Jokowi, Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka yang terbagi dalam dua klaster.

Tersangka yang masuk dalam klaster pertama yakni Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, Muhammad Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis.

"Untuk tersangka dari klaster ini dikenakan pasal 310 dan atau pasal 311 dan atau pasal 160 KUHP dan atau pasal 27 A Juncto Pasal 45 Ayat 4 dan atau pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45 A Ayat 2 Undang-Undang ITE," ujar Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri, Jumat (7/11/2025).

Sementara itu, Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan dokter Tifauziah Tyassuma merupakan tersangka di klaster kedua.

"Tersangka pada klaster 2 dikenakan pasal 310 dan atau pasal 311 KUHP dan atau pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1 dan atau pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1 dan atau pasal 27 A juncto Pasal 45 Ayat 4 dan atau pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 A Ayat 2 Undang-Undang ITE," ucap Asep.

Berdasarkan pasal yang diterapkan, para tersangka kasus tudingan ijazah palsu itu terancam hukuman maksimal enam tahun penjara.

Arsip Ijazah Jokowi Dimusnahkan KPU Surakarta

Roy Suryo, tersangka kasus ijazah Jokowi turut mengomentari penjelasan pihak KPU Surakarta yang menyebut arsip salinan dokumen Jokowi terkait pendafataran sebagai calon Wali Kota Solo telah dimusnahkan.

Menurutnya, pihak KPU Surakarta tidak memahami makna terkait UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

"KPUD Surakarta yang jelas sama sekali tidak memahami esensi undang-undang keterbukaan informasi publik Undang-undang nomor 14 Tahun 2008 yang kebetulan saya ikut merancangnya," ujar Roy Suryo setelah sidang.

Lantas, Roy turut berkelakar bahwa salah satu cara memusnahkan salinan dokumen Jokowi yakni dicelupkan ke cairan asam sulfat.

Kemudian, dia menunjukkan baju dengan gambar karikatur wajah yang diduga adalah Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka.

"Yang paling fatal tadi soal dokumen yang kemudian tadi dimusnahkan. Musnahkan paling cepat apa? Masukkan ke asam sulfat," kelakarnya.

Kabar pemusnahan arsip salinan dokumen milik Presiden ke-7 terungkap di sidang sengketa, Senin (18/11/2025) kemarin. 

Komisi Informasi Pusat (KIP) dibuat kaget bukan main dengan pengakuan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surakarta terkait pemusnahan arsip salinan dokumen milik Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi saat mencalonkan diri sebagai wali kota Surakarta.

Pengakuan pemusnahan dokumen penting tersebut sontak menimbulkan tanda tanya besar, terutama karena bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Kearsipan.

Lalu apa alasan pihak KPU Surakarta memusnahkan arsip tersebut?

Melansir dari Tribunjambi, selasa (18/11/2025) Saat persidangan, Ketua Majelis Hakim KIP, Rospita Vici Paulyn, mendesak perwakilan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumen (PPID) KPU Surakarta selaku Termohon untuk menyerahkan arsip salinan ijazah Jokowi saat pendaftaran calon Wali Kota Solo.

Namun, Termohon dengan tegas menyatakan arsip tersebut sudah tidak ada.

"Ini yang tadi menjadi pertanyaan, itu kan sudah sesuai dengan JRA buku agenda kami, musnah," jawab perwakilan KPU Surakarta.

Termohon berdalih bahwa langkah pemusnahan itu telah sesuai dengan pedoman internal, yaitu Jadwal Retensi Arsip (JRA) KPU Surakarta.

Penjelasan Termohon memicu perdebatan sengit dengan majelis hakim. 

KPU Surakarta menyebutkan bahwa batas maksimal penyimpanan arsip hanya selama dua tahun, mengacu pada Peraturan KPU (PKPU).

"Kalau buku agenda sesuai dengan PKPU Nomor 17 Tahun 2023 itu, (arsip) satu tahun aktif, dua tahun inaktif," jelas Termohon. 

Ia menambahkan bahwa arsip salinan dokumen Jokowi saat mendaftarkan diri sebagai calon Wali Kota Solo dianggap bersifat tidak tetap dan harus dimusnahkan.

Sontak, Paulyn menyatakan kekagetannya, mempertanyakan legalitas pemusnahan dokumen kenegaraan dalam kurun waktu yang singkat tersebut.

"Sebentar, penyimpanan arsip cuma satu tahun, yakin? Kan harusnya mengacu kepada Undang-Undang Kearsipan ya, minimal itu lima tahun lho," tegas Paulyn. 

"Masa sih satu tahun arsip dimusnahkan? Selama itu berpotensi disengketakan tidak boleh dimusnahkan."

Paulyn mengingatkan bahwa dokumen pencalonan pejabat publik termasuk dokumen negara yang masih berpeluang disengketakan di kemudian hari.

Meskipun mendapat teguran keras dari KIP, pihak KPU Surakarta tetap bersikukuh bahwa batas waktu penyimpanan arsip mereka berpatokan pada PKPU, bukan pada ketentuan minimum lima tahun dalam UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Baca juga: Murka Roy Suryo Arsip Ijazah Jokowi Dimusnahkan KPU Surakarta: Tidak Paham Undang-Undang, Ini Fatal 

Klarifikasi KPU Surakarta 

Setelah kabar ini viral, Ketua KPU Kota Solo, Yustinus Arya Artheswara angkat bicara. 

Dirinya menegaskan bahwa pihaknya masih menyimpan dokumen pendaftaran mantan Presiden Joko Widodo saat mencalonkan diri sebagai Wali Kota Solo pada tahun 2005.

Dokumen tersebut termasuk ijazah yang menjadi salah satu syarat pendaftaran.

Pernyataan ini disampaikan untuk menjawab keresahan publik usai sidang perdana Komisi Informasi Publik (KIP) yang mempersoalkan dokumen yang disebut telah musnah setelah satu tahun.

“Permintaan nomor agenda surat itu kan dikondisikan posisi saat ini menurut PKPU sudah musnah sejak tahun 2023. Tapi kami belum pernah memusnahkan sama sekali,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, Selasa (18/11/2025).

Arya menjelaskan bahwa pihaknya telah mengikuti sidang sengketa informasi terkait ijazah Jokowi di Komisi Informasi Pusat (KIP) RI, Jakarta, Senin (17/11/2025).

Gugatan yang dilayangkan oleh Leony dkk memasuki tahap awal dengan agenda pemeriksaan berkas administrasi.

“Legal standing para pihak dan mengenai jangka waktu permohonan, kompetensi absolut dan lain-lain. Di tahap awal. Kami ditanya apa yang diminta bagaimana jawaban kami,” jelas Arya.
 
Menurut Arya, dokumen yang dipersoalkan adalah buku agenda surat masuk.

Sesuai PKPU Nomor 17 Tahun 2023, dokumen tersebut memang secara aturan dapat dimusnahkan.

Namun, ia menegaskan bahwa berkas pendaftaran Jokowi tidak pernah dimusnahkan.

“Yang ditanya itu perihal permintaan pemohon untuk nomor dan tanggal surat agenda berkas masuk. Apakah yang dimaksud buku agenda seperti ini. Secara administrasi agenda surat masuk menurut jadwal retensi musnah. Bukan berkasnya pendaftaran Pak Joko Widodo kami musnahkan. Secara administratif sudah dapat dimusnahkan,” jelasnya.

Arya menekankan bahwa bukan ijazah Jokowi yang dimusnahkan, melainkan agenda surat masuk yang secara aturan memang memiliki masa retensi terbatas.

“Untuk permintaan dari pemohon mengenai tanggal dan nomor agenda masuk ke KPU saat proses pendaftaran. Kami menyebutkan poin 10 terkait informasi tanggal dan agenda masuk dokumen ijazah, dokumen tersebut sesuai dengan PKPU Nomor 17 Tahun 2023 tentang jadwal retensi arsip KPU bahwa agenda surat memiliki jangka waktu penyimpanan 1 tahun aktif, 2 tahun inaktif, selanjutnya musnah. Bukan berkas ijazahnya yang musnah. Selama saya menjabat tidak pernah melakukan pemusnahan dokumen,” tutur Arya.

Dokumen Masih Lengkap

Arya menambahkan bahwa dalam sejumlah proses hukum sebelumnya, pihaknya juga telah menyerahkan dokumen ijazah Jokowi sesuai permintaan.

“Nanti dari berkas yang kami miliki sesuai dengan permintaan pemohon nanti akan kami selesaikan di proses mediasi. Ya (masih ada) yang kami serahkan untuk proses hukum sebelumnya termasuk dokumen itu. Ini kami hanya membandingkan. PKPU terbit di tahun 2023,” terangnya.
 
KPU Solo digugat di KIP karena dianggap tidak memberikan dokumen sesuai permintaan pemohon.

Sebagian dokumen telah diserahkan, namun ada beberapa yang tidak bisa dipenuhi karena bukan dalam kewenangan KPU Solo.

“Yang disengketakan kami belum memberikan dokumen sesuai dengan permintaan pemohon. Kami sudah memberikan untuk dokumen peraturan SOP verifikasi keabsahan data. Peraturan SOP pengelolaan data informasi sudah kami berikan sebenarnya. Dokumen yang belum kami berikan yang belum bisa kami penuhi permintaan karena tidak kami kuasai peraturan KPU DKI Jakarta. Kami tidak menguasai tidak kami berikan,” ungkap Arya.

 

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved