Faisal Tanjung Ngotot Tak Bersalah, Meski Prabowo Bela 2 Guru yang Dilaporkannya: Saya Itu Benar
Faisal Tanjung sang pelapor dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis buka suara setelah Prabowo turun tangan.
TRIBUNBENGKULU.COM - Faisal Tanjung sang pelapor dua guru SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal dan Abdul Muis.
Faisal melaporkan kedua guru tersebut terkait kasus pungutan liar (pungli) Rp 20 ribu per siswa.
Uang tersebut dikabarkan untuk membayar gaji guru honorer selama 4 bulan.
Bentuk kepedulian itu dianggap Faisal Tanjung sebagai langkah yang salah bahkan termasuk pungutan liar.
Setelah dilaporkan Faisal Tanjung, Rasnal dan Abdul Muis pun ditetapkan bersalah oleh Mahkamah Agung.
Tak hanya itu, Rasnal dan Abdul Muis pun berujung dipecat sebagai guru di SMAN 1 Luwu Utara.
Namun pemecatan Rasnal dan Abdul Muis itu mendapat kecaman yang luar biasa dari murid dan guru SMAN 1 Luwu Utara.
Hingga akhirnya Presiden Prabowo Subianto turun tangan dan memberikan hak rehabilitasi kepada Rasnal dan Abdul Muis.
Keduanya juga kembali mengajar di SMAN 1 Luwu Utara sejak Rabu, 19 November 2025.
Lantas bagaimana dengan nasib Faisal Tanjung sang pelapor?
Rupanya ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin mengaku telah memaafkan Faisal Tanjung setelah Abdul Muis dan Rasnal status ASN dikembalikan.
Alih-alih senang, Faisal Tanjung justru merasa geram dengan pernyataan Ketua PGRI tersebut.
Dirinya menyesalkan atas sikap Ketua PGRI tersebut karena Faisal Tanjung tetap ngotot bahwa dirinya tidak bersalah.
Melalui Facebook miliknya @faisal tanjung, Rabu (19/11/2025) menyentil pihak PGRI.
Dikatakan Faisal, jika dirinya dimaafkan berarti ia dinilai bersalah karena melaporkan dua guru tersebut.
Kendati begitu, ia meminta PGRI lutra untuk melakukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung untuk membantah putusan tersebut jika memang tidak benar.
Ia juga mengaku hanya masyarakat biasa yang hanya menjalankan sosial kotral.
"Kenapa PGRI cara berfikirnya begini, kalau saya dimaafkan berarti yang salah saya..
Kalau memang dianggap salah Silakan Lakukan PENINJAUAN KEMBALI (PK) KE MAHKAMA AGUNG (MA), Untuk membantah bawah PUTUSAN itu tidak benar..supaya jelas, saya hanya masyarakat yang menjalankan sosial kontral," tulisnya.
Dalam unggahannya itu juga, Faisal membagikan dokumen bukti isi putusan Mahkamah Agung.
Abdul Muis dan Rasnal, sempat menjalani proses hukum pidana dan juga kena PTDH sebagai ASN, karena memungut sumbangan Rp 20.000 per bulan dari orangtua siswa demi membantu guru honorer yang tak digaji.
Putusan isi MA menjelaskan bahwa dalam periode 2018 hingga 2021, dana yang dihimpun dari orang tua/wali murid mencapai angka fantastis, yakni sebesar Rp770.808.000.
MA menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara sesuai Putusan MA Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 dan Nomor 4265 K/Pid.Sus/2023.
Hakim memvonis mereka bersalah atas kasus gratifikasi.
Dana tersebut disimpan pada rekening saksi Abdul Muis Muharram dan sejatinya diperuntukkan bagi berbagai kebutuhan operasional sekolah; mulai dari honor guru, tunjangan wali kelas, Tunjangan Hari Raya (THR), hingga upah cleaning service.
Namun, majelis hakim kasasi yang terdiri dari tiga hakim H Eddy Army sebagai Ketua, serta Hakim Anggota Ansori dan Prim Haryadi menilai adanya penyimpangan fatal.
Praktik pengambilan bagian pribadi oleh Rasnal dan Abdul Muis sebesar Rp11,100.000 tersebut dipandang sebagai perbuatan pidana.
MA secara tegas menyatakan bahwa rangkaian perbuatan tersebut telah menyalahi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016.
Regulasi tersebut mengatur bahwa Komite Sekolah hanya diperbolehkan menerima sumbangan yang bersifat sukarela, dan dilarang keras menarik pungutan yang memberatkan atau mengikat.
Oleh sebab itu, Mahkamah Agung menilai tindakan kedua guru tersebut telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Keduanya dinyatakan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah melalui UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Atas pertimbangan tersebut, MA mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 56/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mks tanggal 15 Desember 2022, karena dinilai tidak tepat mempertahankan putusan sebelumnya.
Putusan ini tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 4999 K/Pid.Sus/2023 pada halaman 26 dari 29 halaman dokumen resmi.
Kronologi Kejadian
Kronologi kejadian bermula ketika sekolah meminta sumbangan sukarela sebesar Rp20 ribu per bulan dari orang tua siswa untuk membantu pembayaran insentif guru honorer.
Salah satu LSM melaporkan adanya dugaan pungli dalam pengelolaan dana komite tersebut.
Laporan tersebut membuat mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, dan Bendahara Komite, Abdul Muis, ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya sempat menjalani masa tahanan di Rutan Masamba dan menerima Surat Keputusan Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) dari Gubernur Sulawesi Selatan.
Keputusan pemberhentian tersebut memicu reaksi keras dari kalangan guru.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Luwu Utara menggelar unjuk rasa menuntut keadilan bagi kedua rekan mereka yang dianggap telah menjadi korban kebijakan tidak proporsional.
Pada Rabu (12/11/2025), Abdul Muis dan Rasnal bersama perwakilan dari PGRI Luwu Utara mengadukan nasib mereka ke DPRD Sulsel.
Setelah itu, mereka berangkat ke Jakarta untuk bertemu Presiden Prabowo Subianto.
Presiden kemudian menandatangani surat rehabilitasi yang sekaligus membatalkan keputusan PTDH terhadap keduanya.
Usai keputusan tersebut, LSM yang melaporkan kasus dugaan pungli tersebut ramai diperbincangkan di media sosial.
Ia diketahui bernama Faisal Tanjung, Ketua Badan Advokasi Investigasi Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (BAIN HAM RI), saat laporan dibuat.
Faisal Tanjung menjelaskan, laporannya bermula dari informasi seorang siswa SMAN 1 Luwu Utara bernama Feri, yang menceritakan adanya pungli di sekolahnya.
Selain itu, Faisal juga mendapat bukti pesan dari salah seorang guru yang meminta siswanya menuntaskan pembayaran dana komite sebelum pembagian rapor.
"Ada pesan di grup kelas XII Mipa 1 waktu itu. Gurunya mengingatkan siswa untuk bayar komite sebelum pembagian rapor," ujar Faisal kepada Tribun Timur, Jumat (14/11/2025).
"Dan di chat itu, gurunya seolah menyatakan pembagian rapor tidak berjalan lancar jika dana komite tidak dibayar," imbuhnya.
Karena alasan tersebut, Faisal mendatangi kediaman bendahara komite sekolah.
"Saya datangi Pak Muis untuk menanyakan hal itu. Dia bilang itu sumbangan, bukan pungutan."
"Saya tanya, kalau sumbangan kenapa dipatok Rp20 ribu per siswa? Dia jawab itu hasil kesepakatan orang tua," jelasnya.
"Setahu saya, sumbangan itu diperbolehkan, tapi dalam bentuk barang, bukan uang dengan nominal tertentu," lanjutnya.
Faisal mengaku sudah berupaya mengklarifikasi dengan baik, namun menurutnya, respons yang diterima justru menantang.
"Saya datang baik-baik ke rumah Pak Muis untuk klarifikasi, tapi malah ditantang. Dia bilang, kalau merasa ada pelanggaran, silakan laporkan ke polisi, jadi saya buat laporan," ujarnya.
Ia juga mempertanyakan mengapa dirinya disalahkan setelah proses hukum berjalan.
"Saya melapor berdasarkan informasi yang saya dapat. Kalau akhirnya terbukti bersalah di pengadilan, berarti laporan saya tidak salah. Tapi kenapa saya yang disalahkan?" katanya.
Faisal menegaskan tidak ada kepentingan pribadi maupun imbalan dari laporan tersebut.
"Dari proses di pengadilan sampai di provinsi itu tidak ada kaitannya dengan saya. Tapi yang beredar, saya disebut disogok, padahal itu tidak benar sama sekali," ujarnya.
Ia mengaku kecewa karena merasa dijadikan kambing hitam.
"Di mana letak salah saya? Seakan saya dikambinghitamkan untuk menarik simpati. Siapa yang harus bertanggung jawab?" tuturnya.
Faisal juga membantah pernah menempuh pendidikan di SMAN 1 Luwu Utara.
Kabar Faisal pernah menempuh pendidikan di SMAN 1 Luwu Utara pertama kali disampaikan anak kandung Rasnal, Muhammad Alfaraby Rasnal.
Ia menegaskan tidak pernah bersekolah di SMAN 1 Luwu Utara.
"Saya tidak pernah sekolah di SMA 1 Luwu Utara. Itu hoaks," katanya saat dikonfirmasi Tribun Timur, Sabtu (15/11/2025).
Riwayat pendidikannya adalah lulus dari MAS Ma'arif Darussalam, Kecamatan Mappadeceng, Kabupaten Luwu Utara, pada tahun 2012.
Kemudian Faisal melanjutkan pendidikan tinggi di Palopo pada tahun 2013.
Guru SMAN 1 Luwu Utara, Isnandar, membenarkan nama Faisal Tanjung tidak terdaftar sebagai alumni sekolah tersebut, setelah dilakukan penelusuran data.
"Bukan, Faisal bukan alumni SMAN 1 Lutra. Kami sudah cari namanya di data sekolah, tidak ditemukan namanya," ungkapnya.
Ia menambahkan, teman-teman guru di grup telah mencari nama Faisal di absen sekolah dan tidak ditemukan.
"Hampir pasti bukan. Karena saya sejak 2003 mengajar di SMAN 1 Lutra. Kalau 2012, pasti saya ingat," tegasnya.
Faisal Tanjung
Presiden Prabowo
Rasnal Kembali menjabat Kepsek SMAN 1 Luwu
Pemecatan Guru Rasnal dan Abdul Muis
Abdul Muis
| Ketar-Ketir Faisal Tanjung Usai Laporkan 2 Guru Gegara Uang Rp20 Ribu, Berujung Prabowo Turun Tangan |
|
|---|
| Tangis Pecah 2 Guru yang Dipecat Akhirnya Mengajar Lagi, Rasnal dan Abdul Muis Disambut Haru |
|
|---|
| Sempat Dipecat Gubernur Sulsel, Rasnal Kembali Jabat Kepsek SMAN 1 Luwu Usai Prabowo Turun Tangan |
|
|---|
| Rekam Jejak Faisal Tanjung, Aktivis LSM Laporkan 2 Guru di Luwu Utara, Pernah Keliru Laporkan KPU |
|
|---|
| Kebaikan Abdul Muis, Bantu Guru Honorer SMAN 1 Lutra 10 Bulan Tak Digaji, Malah dipidana dan Dipecat |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/GURU-DIPECAT-svavav.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.