Jungkir Balik Harga Sawit

Polemik Harga TBS, Pengusaha: Bukan Hanya Petani, Kami Juga Merugi

Akibat pelarangan ekspor CPO yang ditetapkan pemerintah Indonesia pada 28 April lalu, Gapki Provinsi Bengkulu mengaku juga ikut merugi.

Penulis: Suryadi Jaya | Editor: Yunike Karolina
Suryadi/TribunBengkulu.com
Aktivitas penambahan muatan truk pengangkut TBS di Kabupaten Bengkulu Tengah.  

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Suryadi Jaya


TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Akibat pelarangan ekspor CPO yang ditetapkan pemerintah Indonesia pada 28 April lalu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Bengkulu mengaku juga ikut merugi. 

Ketua Gapki Provinsi Bengkulu, Jhon Irwansyah mengatakan, produksi CPO Indonesia mencapai 50 juta ton dalam satu tahun, sedangkan untuk konsumsi dalam negeri kebutuhan CPO hanya mencapai 10 % - 20 % saja. 

"Dari 50 juta ton itu yang terpakai di dalam negeri itu hanya 10 % - 20 %, nah sisanya mau kita kemanakan," ungkap Jhon kepada TribunBengkulu.com, Senin (16/5/2022). 

Akibat larangan ekspor CPO, menurut Jhon, membuat tanki penampungan CPO pabrik kelapa sawit (PKS) mengalami kepenuhan dan berpotensi tidak melakukan produksi. 

"Kalau petani tidak percaya, boleh silahkan cek sendiri tampungan tanki CPO kita, kalau kondisi seperti ini terus kami prediksi dalam tiga bulan kedepan kami akan berhenti produksi," kata Jhon. 

Dikatakan Jhon, pihak petani jangan hanya menyalahkan PKS karena adanya penurunan harga TBS di pasaran, karena hal tersebut juga memberikan dampak buruk bagi PKS. 

"Kami juga ikut merugi, mari kita duduk bersama, dan mencari solusi terbaik. Jangan gara-gara ketidakmampuan kementerian perdagangan dalam mengawal distribusi minyak goreng membuat kita semua dirugikan," jelas Jhon. 

Kepada TribunBengkulu.com, Jhon mengaku saat ini harga CPO dunia sedang tinggi namun pihaknya tidak bisa melakukan pembelian TBS para petani dengan harga tinggi, karena pihak PKS tidak bisa melakukan penjualan akibat pelarangan ekspor CPO tersebut. 

"Ini kan ilmu ekonomi, jika produksi kita rendah sedangkan permintaan tinggi, tentu harga bahan baku juga akan tinggi, tapi saat ini permasalahannya kita tidak bisa menjualkan hasil produksi, bagaimana kita mau membeli TBS petani dengan harga tinggi," ujar Jhon. 

Selain menumpuknya modal pengusaha sawit karena tidak terjualnya CPO, dikatakan Jhon, kerugian akan diperparah jika CPO dalam tanki penyimpanan mengalami kerusakan. 

"CPO ini kan mudah berubah, jika disimpan lebih dari satu bulan tentu nilai FFA-nya akan tinggi, meski tetap bisa terjual nantinya tentu dengan harga rendah," ungkap Jhon. 

Ketua Gapki Provinsi Bengkulu ini berharap agar pemerintah dapat segera membuka kembali kran ekspor CPO Indonesia agar harga TBS bisa kembali tinggi. 

"Kami mohon untuk pemerintah segera mencabut larangan ekspor CPO, karena kita merupakan eksportir CPO terbesar di dunia, sehingga dengan dibukanya kran ekspor CPO tentu akan meningkatkan harga TBS petani," kata Jhon. 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved