Sidang Ferdy Sambo

Hendra Kurniawan Diperintah Ferdy Sambo Kaburkan Seluruh Peristiwa di Magelang

Hendra Kurniawan diperintahkan Jenderal pecatan Ferdy Sambo untuk mengaburkan seluruh peristiwa yang terjadi di Magelang.

Editor: Hendrik Budiman
YouTube Kompas TV
Brigjen Hendra saat menjalani sidang terdakwa Obstraction of Justice di PN Jaksel, Rabu (19/10/2022). Hendra Kurniawan diperintahkan Jenderal pecatan Ferdy Sambo untuk mengaburkan seluruh peristiwa yang terjadi di Magelang. 

Kelompok pertama adalah mereka yang terlibat pembunuhan terdiri dari Jenderal Pacatan Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Maruf.

Sementara di dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice ada Jenderal Pecatan Ferdy Sambo lagi dan 6 anak buahnya mulai dari Brigjen Pol Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rahman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo dan Irfan Widiyanto.

Perkara perintangan penyidikan difokuskan pada upaya memberangus bukti rekaman CCTV.

Belakangan rekaman CCTV itu berhasil ditemukan kembali dan membuka tabir kasus ini.

Khusus Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan mari telisik tuduhan atau dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang digunakan untuk menjerat sang jenderal bintang satu yang belum dipecat ini.

Hari ini dia di sidang dan sebelum sidang dimulai dia sempat melemparkan senyum meski diancam hukuman sampai 10 tahun penjara.

Brigadir Jenderal Hendra Kurniawan didakwa dengan dua dakwaan.

JPU menyebutnya atau artinya dia bisa dijerat dengan dakwaan pertama atau dakwaan kedua.

Dakwaan pertama adalah dijerat dengan UU Informasi Transaksi Elektronik atau biasa disingkat UU ITE. Terdiri dari primair dan subsidair.

Dakwaan pertama adalah dakwaan pertama primair melanggar pasal 49 jo pasal 33 UU ITE jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP

Pasal 49 berbunyi :

“Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar atas perbuatan mengganggu kinerja sistem elektronik.”

Juncto atau dikaitkan dengan pasal 33 UUITE yang berbunyi:

“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.”

Di dakwaan pertama ini JPU menambahkan dakwaan pertama subsidair.

Artinya jika tak bisa dijerat dengan dakwaan primair masih ada alternatif disubsidairnya, yakni pasal 48 UUITE yang dijunctokan juga dengan pasal 32 UUITE.

Pasal 48 ini ada tiga ayat yang masing-masing hukumannya semakin besar. Bunyinya adalah:

“Pasal 48 ayat 1 Hukuman pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar atas pengrusakan dokumen elektronik milik orang lain.

Pasal 48 ayat 2: Hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun dan denda maksimal Rp 3 milar atas pemindahan atau mentransfer informasi elektronik kepada orang lain yang tidak berhak.

Pasal 48 ayat 3: Hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 5 miliar atas perbuatan membuka akses informasi elektronik yang sifatnya rahasia.”

Dari pasal 48 UU ITE ini lalu dijuntokan atau dikaitkan dengan pasal 32 ayat 1 UUITE yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum de- ngan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memin- dahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik”.

Baik primair dan subsidair dakwaan pertama ini dijunctokan atau dikaitkan lagi dengan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang berbunyi :

“(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Jadi maksudnya tak peduli apakah dia yang menyuruh atau hanya turut serta.

Jika dakwaan pertama menggunakan UU ITE maka dakwaan kedua menggunakan pasal yang sudah diatur dalam KUHP.

Maksudnya Jaksa jika dia tak bisa dijerat dengan dakwaan pertama tadi maka bisa dijerat dengan dakwaan kedua ini, sama seperti dakwaan pertama, dakwaan kedua juga ada primair dan subsidairnya.

Dakwaan kedua primarir Hendra Kruniawan adalah pasal 233 KUHP yang berbunyi:

“Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusakkan atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan barang yang digunakan untuk meyakinkan atau menjadi bukti bagi kuasa yang berhak, atau surat pembukti (akte), surat keterangan atau daftar, yang selalu atau sementara disimpan menurut perintah kekuasaan umum, atau baik yang diserahkan kepada orang pegawai, maupun kepada oranglain untuk keperluan jabatan umum dihukum penjara selama - lamanya empat tahun.”

Lalu selanjutnya dakawaan kedua subsidair Hendra Kurniawan Cs adalah, pasal 221 ayat 1 ke 2 KUHP. Isi pasal 221 ayat 1 adalah:

“Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

Sementara butir ke 2 atau ke-2 berbunyi:

“barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.”

Baik primair dan subsidair dakwaan kedua ini dijunctokan atau dikaitkan lagi dengan pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP yang berbunyi:

“(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Jadi sekali lagi maksudnya tak peduli apakah dia yang menyuruh atau hanya turut serta.

Istilah obstruction of justice biasanya merujuk pada pasal di KUHP ini. Meski memang dakwaan kedua ini ancaman hukumannya lebih ringan.

Sumber: Tribun banten
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved