Tarekat Sebagai Senjata Pemberantasan Korupsi

Tarekat itu metodologi, atau jalan penghambaan dan Sufi itu adalah orang yang mencintai Allah dan berzikir dalam ketaatan (Marthin).

Editor: Hendrik Budiman
HO TribunBengkulu.com
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Dempo Xler. Dempo mengatakan, Tarekat Sebagai Senjata Pemberantasan Korupsi 

Cinta dunia dapat membutakan mata hati kepada Allah.

Sehingga orang yang terjangkit penyakit ini akan merusak segala aturan dan hukum demi memuaskan hasrat ketidak benarannya.

Al-Ghazali (2004), mengatakan bahwa, kenikmatan dunia dalam hati ibarat kenikmatan makanan yang masuk ke dalam perut. Ketika mati, seseorang akan mendapati kenikmatan dunianya selama ini berbau busuk dan menjijikkan. Menjadi lebih buruk dan menyengat.

Begitu pula setiap syahwat hati yang lebih menggoda dan membutakan, bau busuknya lebih besar dan sangat mengganggu.

Oleh sebab itu, dalam pandangan al-Ghazali, dunia ibarat kapal penumpang yang singgah di sebuah pulau untuk istirahat dan mengisi bekal keperluan.

Jangan sampai terlena di persinggahan ini. Sehingga lupa bahwa kita sedang dalam perjalanan menuju pulau akhirat, tempat kebahagiaan sesungguhnya.

Olah spiritual (riyadhah) yang dijalankan oleh kaum tarekat sufi dalam hal ini, merupakan terapi untuk menekan dan meluruskan kecenderungan duniawi.

Dalam tradisi tasawuf, memerangi cinta dunia, digambarkan sebagai induk segala dosa, mengharuskan seseorang untuk benar-benar mengolah hati dan jiwanya agar mencapai kualitas spiritual yang sempurna dan bermaqam zuhud. ‘Isa (2001).

Orang zuhud di dalam Tarekat Sufi, secara otomatis akan bersikap wara’ (hati-hati) ketika berhubungan dengan kepentingan harta banyak orang. Wara’ dalam tradisi tasawuf adalah menjauhi perbuatan-perbuatan yang hukumnya belum jelas, supaya tidak terjerumus kepada hal-hal yang hukumnya jelas haram (‘Isa, 2001).

Dengan demikian, wara’mengajarkan pelaku tarekat sufi untuk berhati-hati dalam segala hal, terlebih ketika berkaitan dengan hak harta orang lain, terutama terhadap hak dan harta rakyat banyak.

Jangan sampai keserakaan dan ketamakan mendorong seseorang untuk memperkaya diri dan koleganya, namun di sisi lain merugikan negara serta kepentingan rakyat.

Ketua Dewan Mursyid Tarekat Naqsyabandiyah Indonesia, asuhan Buya Syekh Muhammad Rasyid Syah Fandi yang berpusat di Bengkulu, yakni Al-Mukarrom Syekh Muhammad Ali Idris mengatakan bahwa, dalam upaya menciptakan kebaikan Bangsa dan Negara serta untuk mewujudkan kedamaian bagi manusia, hewan, tumbuhan dan seluruh alam ciptaan Tuhan.

Maka tidak ada jalan lain yang lebih utama untuk dilakukan selain dari pada mendekatkan diri kita kepada Allah Tuhan Rambbul Alamin.

Menurutnya, seluruh kejahatan yang dilakukan manusia di muka bumi ini, terutama korupsi, terjadi karena manusia tidak ingat lagi untuk berzikir dan kembali ke jalan Allah yang diridhoi.

Karena itu, kejahatan korupsi yang dilakukan oleh manusia merupakan hasil dari niat, gerak, kehendak dan perbuatan yang sumbernya berasal dari dalam lubuk hati.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved