Tarekat Sebagai Senjata Pemberantasan Korupsi

Tarekat itu metodologi, atau jalan penghambaan dan Sufi itu adalah orang yang mencintai Allah dan berzikir dalam ketaatan (Marthin).

Editor: Hendrik Budiman
HO TribunBengkulu.com
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu Dempo Xler. Dempo mengatakan, Tarekat Sebagai Senjata Pemberantasan Korupsi 

Hati inilah yang menjadi pusat pergerakan segala sesuatu yang akan menunjukkan kebaikan dan kejahatan manusia terhadap apa yang akan dilakukannya dimuka bumi ini. Baik secara pribadi, kelompok atau golongan. Baik langsung (tersurat) atau tidak langsung (tersirat).

Karena itu, korupsi bagi seluruh pengamal Tarekat Sufi khususnya Tarekat Naqsyabandiyah Indonesia dibawah bimbingan Syekh Ali Idris, menolak dengan keras perbuatan korupsi dan memeranginya dengan cara mengembalikan proses tersebut kepada kewajiban dan konstitusi negara sebagai pelayan dan pemangku utama dalam masyarakat.

Sedangkan bagi pelaku korupsi dan masyarakat pada umumnya, harus kembali kepada jalan Ketuhanan. Dengan demikian, pendidikan hati bagi manusia dapat dilakukan.

Mereka terlebih dahulu dikembalikan dan diperkenalkan tentang Allah dan aturan-Nya beserta seluruh lingkup kebaikan-Nya.

Setelahnya, senantiasa dituntun dalam membersihkan diri dengan cara berzikir kepada Allah sampai tidak terlepas lagi kepada Allah dalam rangka menjadikan hamba yang taat, tunduk, patuh dan taqwa.

Paktek riyadah (olah jiwa) dan zikir yang berkelanjutan, akan mampu mentranformasikan jiwa berbudi luhur dan berakhlak mulia.

Pemberdayaan nilai-nilai tasawuf di kalangan masyarakat, para pejabat dapat meningkatkan moral kebangsaan dan mempertebal semangat dedikasi bagi masyarakat, bangsa dan negara serta dapat membakar lebih jauh perilaku curang tentang eksploitasi uang negara serta pemanfaatan jabatan untuk liarnya kepentingan diri sendiri, golongan dan kelompok semata.

Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai ideologi bangsa yang termaktub dalam pernyataan sila pertama dan kelima.

Telah mengajarkan nilai-nilai ketulusan, kejujuran, integritas moral, dan tanggung jawab sosial dalam mengarungi dinamika kehidupan.

Begitu pula tasawuf, merupakan sisi ruhani Islam yang mengajarkan sikap zuhud, wara, itsar, dan khidmat sosial.

Dalam konteks pemberantasan budaya korupsi, Pancasila dan tasawuf bertemu pada titik konvergensi yang saling menguatkan.

Karena keduanya sama-sama memberikan dan mengajarkan nilai-nilai moral yang berorientasi pada pemupukan integritas diri dan kesalehan moral-spiritual.

Internalisasi nilai-nilai Pancasila dan tasawufini dalam tubuh masyarakat melalui konstitusi, dapat dilakukan melalui sosialisasi, penegasan, dan pembudayaan dalam praktik keseharian.

Dari sini, diharapkan dapat menempa budi luhur dan sikap anti korupsi yang telah lama menggurita.

Kombinasi Pancasila dan tasawuf dalam menginternalisasikan budaya antikorupsi dianggap dan terbilang cukup strategis.

Mengingat esensi ibadah tasawuf hanya bertujuan untuk mensucikan diri dari kotoran-kotoran ruhani, terutama dari cinta dunia, gila harta, dan sahwat jabatan, yang merupakan pangkal segala kejahatan dan perilaku korupsi.

Penulis: Ketua Komisi IDPRD Provinsi Bengkulu

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved