Berita Bengkulu Selatan

Jeritan Petani di Bengkulu Selatan, Bawa Hasil Panen Jalan Kaki-Sebrangi Sungai Bertaruh Nyawa

Belum semua petani di Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu merasakan jembatan dan jalan mulus guna mengangkut hasil panen.

|
Ho TribunBengkulu.com
Petani di Kecamatan Pino Bengkulu Selatan tepatnya di Desa Ganjuh harus berjalan kaki hingga menyeberangi sungai untuk membawa hasil panen lantaran belum ada jalan untuk kendaraan, Selasa (19/12/2023). 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Ahmad Sendy Kurniawan Putra

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU SELATAN - Belum semua petani di Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu merasakan jembatan dan jalan mulus untuk mengangkut hasil panen dengan kendaraan standar.

Seperti yang dialami petani yang memiliki mata pencarian di daerah sentra produksi Desa Ganjuh Kecamatan Pino.

Petani yang ada di desa ini berasal dari beberapa desa lainnya yang ada di Kecamatan Pino maupun Kecamatan Seginim.

Para petani sawah, perkebunan dan sebagiannya di sini masih sangat kesulitan untuk mengeluarkan hasil pertaniannya. Hal tersebut lantaran mereka tidak memiliki jalan yang bisa dilewati kendaraan.

Sehingga, saat musim panen mereka harus berjuang mengeluarkan hasil pertanian dengan menggunakan cara manual.

Para petani harus rela mengangkut hasil panen dengan menggunakan kepala dan harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Sementara, untuk kendaraan masih sangat sulit untuk bisa menjangkau ke lahan pertanian warga.

Kendaraan hanya bisa melintas saat musim kemarau saja. Sebab, jalan yang dilewati petani beberapa kali menyeberangi Sungai Air Nelengau.

Salah seorang petani di Hamparan Air Napal Panjang Desa Ganjuh Kecamatan Pino, Sisman (51) mengungkapkan, untuk mengangkut hasil pertanian baik padi, jagung maupun kopi memang masih harus menggunakan cara manual.

Jika harus menggunakan kendaraan yang sudah dimodifikasi, maka petani harus mengeluarkan biaya lebih.

Mengingat, kendaraan roda empat maupun roda dua yang bisa menjangkau lahan pertanian hanya yang sudah dimodifikasi.

"Kalau kendaraan standar tidak bisa masuk ke lahan pertanian warga yang lokasi jauh di Hulu Desa Ganjuh. Sebab, jalan yang dilewati hanya jalan yang dibuat secara manual oleh masyarakat itu sendiri," beber Sisman.

Oleh karena itu, jika ingin menggunakan kendaraan untuk mengangkut hasil pertanian, masyarakat harus mengeluarkan biaya yang cukup besar.

Biasanya, kalau saat ini mencapai Rp 45 ribu - Rp 60 ribu/karung untuk hasil pertanian jenis padi.

"Tergantung dengan lokasinya. Kalau lokasi lebih jauh lagi, maka otomatis ongkos yang dikeluarkan jauh lebih besar," terangnya.

Sementara, kalau pembukaan badan jalan oleh pemerintah belum ada sama sekali. Bahkan, sejak puluhan tahun silam belum pernah ada pembangunan jalan maupun jembatan di daerah pertanian di Ganjuh.

"Semenjak saya kecil sudah sering ke sawah. Jadi saya tahu persis kalau di daerah pertanian di sini (Ganjuh, red) belum pernah ada pembangunan badan jalan," tuturnya.

Senanda yang disampaikan Anto (38) petani lainnya. Dirinya mengaku jika para petani yang ada di daerah Hulu Desa Ganjuh sangat luput dari perhatian pemerintah. Tak jarang petani yang ada di sana berjuang bertaruh nyawa untuk mengakses lahan pertaniannya.

Bagaimana tidak, lanjut Anto, saat musim penghujan debit Air Sungai Nelengau akan membesar.

Dengan kondisi air yang besar akan sangat membuat kesulitan untuk melewatinya. Sebab, untuk sampai ke lahan pertanian, petani harus beberapa kali menyeberangi sungai.

"Rata-rata petani di hamparan Hulu Ganjuh ini berjalan kaki untuk menjangkau lahan pertaniannya. Sebab, kalau menggunakan kendaraan memang sangat sulit," keluhnya.

Apalagi, cuaca tidak menentu. Saat musim hujan dipastikan air Sungai Nelengau akan membesar. Jika membawa kendaraan tentu akan sangat membahayakan.

"Sudah banyak kendaraan masyarakat yang hanyut terbawa arus Sungai Air Nelengau," ungkapnya.

Oleh karena itu, Anto sangat berharap agar pemerintah dapat memperhatikan keluhan yang disampaikan para petani di daerahnya.

Mengingat, ada ratusan hektare lahan persawahan dan ratusan hektar lahan perkebunan yang ada di kawasan tersebut.

"Di sini merupakan ladang usaha kami. Jadi mau tidak mau kami terpaksa harus rela mati-matian untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sangat berharap ada perhatian pemerintah. Minimal membangunkan badan jalan baru," ucap Anto.

Baca juga: 90 H Lahan Sawah di Bengkulu Selatan Terancam Gagal Dikelola, Sepanjang 2023 Baru Sekali Digarap

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved