Inses Bengkulu

Pengaruh Sering Konsumsi Pil X Kakak di Rejang Lebong Ketagihan Setubuhi Adik Hingga Hamil 3 Kali

Perbuatan asusila yang berlangsung bertahun-tahun hingga melahirkan seorang anak, ternyata awalnya dilakukan KH warga Bermani Ulu dengan ancaman.

Penulis: M Rizki Wahyudi | Editor: Hendrik Budiman
TribunBengkulu.com/M.Rizki Wahyudi
Kolase Pelaku KH saat Dihadirkan Saat Pers Rilis (Kiri) dan Korban Saat Berpisah Dengan sang Kakak (Kanan). Pengaruh Sering Konsumsi Pil X Kakak di Rejang Lebong Ketagihan Setubuhi Adik Hingga Hamil 3 Kali 

Diketahui, dalam waktu dekat ini sejumlah organisasi perempuan akan kembali turun untuk melihat kondisi korban seperti Sentra Dharma Guna Bengkulu dan Harapan Perempuan dampingan Woman Crisis Center WCC Bengkulu.

Ketua Kelompok Harapan Perempuan dampingan WCC Bengkulu, Suhartini mengatakan, adanya pembiaran baik dari keluarganya selama beberapa tahun terakhir harus dihentikan.

Tujuannya agar kasus ini bisa terhenti dan tidak ada lagi lanjutannya.

Maka dari itu, perlunya rehabilitasi bagi korban agar tidak terjerumus kembali akan persetubuhan sedarah itu.

"Betul, perlu sekali itu, jadi kedepannya ini tidak terulang lagi dan benar-benar stop sampai sini,"tutup Suhartini.

Kakak Hamili Adik Kandung 3 Kali

Pekerja Sosial Kemensos Diana Ekawati yang mendampingi korban menceritakan, kejadian kakak hamili adik kandung ini diduga telah terjadi sejak tahun 2021 lalu.

Hingga tahun 2024, ternyata korban sudah hamil 3 kali. Di antaranya 2 kali keguguran dan pernah melahirkan seorang anak laki-laki pada tahun 2022.

Dari cerita korban, aksi bejat kakaknya itu telah terjadi sejak korban berusia 14 tahun.

Kemudian pada saat ini, korban kembali mengalami keguguran hingga akhirnya kasus kakak hamili adik kandung ini terkuak.

Baca juga: Meski Resah, Warga Desa di Rejang Lebong Tak Sampai Hati Usir Pelaku Inses dan Keluarga

"Korban sudah pernah hamil, dua kali keguguran dan satunya sampai melahirkan, anaknya ada, laki-laki," jelas Diana.

Diana saat ini terus mendampingi korban. Juga terus merekam perbincangan dengan korban agar kasus ini bisa terus dilanjutkan dan korban mendapatkan penanganan.

Mengingat ada percobaan penutupan informasi oleh orang tua, seakan ingin melindungi anaknya sehingga kasus itu baru terkuak sekarang.

"Trauma, anak ini secara tidak langsung ada penekanan dari pihak keluarga, penerimaan keluarga belum sepenuhnya," lanjut Diana.

Diana merencanakan korban sementara ini akan diamankan terlebih dahulu dari keluarganya.

Pekerja sosial juga akan mendampingi hingga kesehatan mental dan fisiknya membaik.

Satu Keluarga Tidur Satu Kamar

Kasus hubungan kakak dan adik kandung di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, pelaku insial KH (21) warga Kecamatan Bermani Ulu melecehkan sang adik hingga sampai hamil 3 kali.

Dua kehamilan diantaranya mengalami keguguran, dan hamil kedua sampai melahirkan.

Informasi yang diperoleh reporter TribunBengkulu.com di lapangan, antara korban dan pelaku ini memang tinggal satu kamar.

Kondisi rumah mereka sendiri sangat kecil tanpa kamar.

Bahkan satu keluarga tersebut tidur di dalam satu kamar.

Kemudian pada tahun 2021 lalu, keduanya ini sering tinggal berdua saja di dalam rumah.

Hal ini dikarenakan kakak dan adik itu sama-sama putus sekolah.

Saat itu, orangtua mereka sering pergi ke kebun dan bahkan menginap sehingga keduanya sering menghabiskan waktu berdua saja di dalam rumah.

Pada saat kejadian pertama kali, saat itu korban sedang mandi dan setelahnya berniat hendak memakai baju di dalam kamar.

Tiba-tiba, kakaknya itu langsung memeluk korban dari belakang dan melakukan pengancaman. Hingga akhirnya pemerkosaan terhadap korban itu terjadi.

Tak hanya satu kali saja, kejadian itu telah berulang hingga akhirnya korban sempat hamil pada tahun 2021 lalu namun mengalami keguguran.

Kemudian pada tahun 2022, korban kembali hamil hingga akhirnya melahirkan seorang anak laki-laki pada 24 November 2022.

Tak sampai disana saja, aksi itu terus berlanjut hingga korban kembali mengalami keguguran pada tahun 2024 ini.

Saat keguguran inilah aksi bejat dan hubungan terlarang keduanya akhirnya terbongkar dan diproses secara hukum.

Pekerja Sosial Kementrian Sosial (Peksos Kemensos) Diana Ekawati menyebut antara korban dan pelaku itu memang sering tinggal berdua saja.

Kedua orangtuanya sering pergi kekebun dan bahkan hingga menginap di sana.

Adapun kondisi rumahnya sendiri memang tidak ada kamar namun terdapat pembatas tapi tanpa pintu.

Sehingga apapun aktivitas di dalam rumah bakal kelihatan satu sama lain.

"Mereka sering ditinggal berdua saja, mungkin dari sanalah kejadian pertama itu bisa terjadi," jelas Diana.

Korban Berprilaku Aneh

Pekerja Sosial Kementrian Sosial (Peksos Kemensos), Diana Ekawati mengatakan diantara keduanya itu statusnya masih kakak adik.

Tidak ada status lain baik itu pernikahan maupun apapun itu. Namun saat ini pihaknya telah menduga ada sesuatu yang salah antara korban dan pelaku.

Bagaimana tidak, perlakuan dan perilaku korban ini terjadi perubahan sangat drastis.

"Ada suatu perubahan, yang kita menduga itu telah salah," ucap Diana.

Diana menyebut, pihaknya ini telah mendampingi korban sejak awal kasus tersebut.

Dari hasil pantauan dan pengawasan, memang ada perubahan perilaku yang terjadi.

Dimana pada tahun 2022 lalu, korban ini benar-benar seperti korban sebuah kasus pemerkosaan.

Namun pada tahun 2024 ini setelah kasus tersebut kembali terbongkar, perilaku antara korban dengan pelaku seperti telah menyimpang.

Dimana korban seperti merasa "nyaman" dengan pelaku yang sudah bukan seperti saudara kandungnya sendiri.

"Mungkin itu efek pembiaran keluarganya, yang jelas dengan kejadian ini korban ke pelaku ini terlihat ada rasa yang salah, diduga telah ada nyaman," tutup Diana.

Terancam 15 Tahun

Kasus inses di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu terus berlanjut.

Bahkan, penyidik Polsek Bermani Ulu dan Unit PPA Polres Rejang Lebong terus melakukan penyelidikan laporan kakak perkosa adik kandung hingga melahirkan seorang anak anak.

Pelaku insisial KH (21) warga Kecamatan Bermani Ulu ini menyetubuhi adik kandungnya sendiri yang masih di bawah umur sejak tahun 2021 hingga hamil 3 kali (2 mengalami keguguran).

Kepolisian memastikan proses hukum perkara ini akan tetap berlanjut.

"Perkaranya tetap lanjut, untuk pelaku telah kita amankan, sudah mendekam di sel tahanan Mapolres Rejang Lebong," kata Kasi Humas Polres Rejang Lebong AKP Sinar Simanjuntak.

Berdasarkan informasi terhimpun, kasus yang semula berawal dari pemerkosaan dengan ancaman diduga telah berubah.

Korban yang merupakan adik kandung dari pelaku itu diduga telah merasa "nyaman" akan hubungan terlarang itu.

Oleh karena itu, Polres Rejang Lebong akan melakukan gelar perkara terlebih dahulu. Yakni untuk menentukan apakah kasus tersebut masuk ranah inses suka sama suka ataukah pemerkosaan.

Meskipun demikian, perkaranya tetap berlanjut dengan pasal yang diterapkan hampir sama. Yakni terkait undang-undang perlindungan anak karena korbannya masih di bawah umur.

Adapun pasalnya ialah Pasal 76 D Jo Pasal 81 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dengan ancaman hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. Ditambah sepertiga apabila dilakukan oleh orangtua, wali, pengasuh anak, pendidik atau tenaga kependidikan.

Juga Pasal 76 D Jo Pasal 81 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Dengan ancaman hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun.

Orangtua Bisa Terseret Pidana

Praktisi dan Pengamat Hukum dari Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando mengatakan kasus pemerkosaan dalam keluarga yang disertai upaya penutupan oleh orang tua seperti yang terjadi di Rejang Lebong menghadirkan tantangan hukum yang kompleks di Indonesia.

Dalam kasus ini, pelaku inses dapat dijerat dengan Pasal 285 KUHP yang menjelaskan tentang pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Jika korban merupakan anak di bawah umur, Pasal 81 dan Pasal 82 UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak memperberat sanksi bagi pelaku yakni dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Lebih lanjut kriminolog itu mengatakan, orangtua yang mengetahui namun memilih untuk menutup-nutupi kejahatan ini dapat dipertimbangkan sebagai pelaku pembantu kejahatan.

Hal itu sesuai dengan Pasal 55 dan 56 KUHP yang mengatur tentang pembantu dalam melakukan kejahatan. Dimana mereka dapat dikenakan hukuman penurunan satu tingkat dari pelaku utama.

Dalam konteks UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, peran orang tua dalam menutupi atau menghalangi penuntasan kasus ini bisa dilihat sebagai bentuk pengabaian dan kekerasan psikologis terhadap korban.

Hal itu dapat dikenakan sanksi berdasarkan pasal-pasal terkait dalam UU tersebut.

"Ini menegaskan bahwa hukum Indonesia memiliki ruang untuk menjerat bukan hanya pelaku utama tetapi juga mereka yang memfasilitasi atau membiarkan kejahatan terjadi tanpa intervensi yang memadai," beber Zico.

Kasus seperti ini menyoroti pentingnya sistem hukum yang responsif dan inklusif, yang tidak hanya mengejar keadilan bagi korban tetapi juga menyoroti perlunya perlindungan dan dukungan terhadap korban dalam menghadapi kekerasan seksual dan KDRT.

Penegakan hukum yang adil dan penanganan kasus yang sensitif terhadap korban menjadi sangat penting.

"Termasuk upaya-upaya pemulihan dan rehabilitasi bagi korban, yang menggaris bawahi kebutuhan akan pendekatan keadilan restoratif yang berfokus pada pemulihan korban sekaligus pemberian sanksi kepada pelaku," lanjut dosen hukum Unib ini.

Kemudian dari perspektif kriminolog, kasus seperti pemerkosaan dalam keluarga yang disertai upaya penutupan oleh orangtua menunjukkan dinamika kekerasan yang tersembunyi dalam struktur sosial dan keluarga.

Kriminologi, sebagai studi tentang kejahatan, penyebabnya, dampaknya, dan cara pencegahannya, menawarkan lensa untuk memahami bagaimana kejahatan seksual dalam keluarga tidak hanya merupakan tindakan kriminal individu tetapi juga cerminan dari masalah sosial yang lebih luas.

Kasus-kasus inses menyoroti kegagalan mekanisme perlindungan dalam lingkup keluarga dan masyarakat.

Faktor-faktor seperti stigma sosial, rasa malu dan ketakutan terhadap ostrasisasi seringkali menyebabkan korban atau saksi dalam keluarga memilih untuk diam atau menutupi kejahatan.

Dalam konteks ini, Zico menggaris bawahi pentingnya pendekatan multi-disiplin dalam mengatasi kejahatan seksual, yang melibatkan kerja sama antara lembaga penegak hukum, layanan sosial, pendidikan, dan kesehatan mental.

Pendekatan restoratif, yang berfokus pada pemulihan korban, pelaku, dan masyarakat, menjadi penting dalam kasus kekerasan seksual dalam keluarga.

Hal ini melibatkan pengakuan atas dampak kejahatan terhadap korban dan masyarakat, serta pencarian solusi yang mendukung pemulihan korban dan reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat dengan cara yang sehat dan bertanggung jawab.

Lebih lanjut, kriminologi memandang pentingnya edukasi dan pencegahan sebagai bagian dari strategi jangka panjang dalam mengurangi kejahatan seksual dalam keluarga.

Pendidikan tentang hak-hak individu, konsen, dan kesehatan mental bisa membantu mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Program-program pencegahan yang menargetkan remaja dan orang tua, serta kampanye kesadaran masyarakat dapat meningkatkan pemahaman tentang dampak kekerasan seksual dan mengurangi stigma yang seringkali menghalangi korban untuk mencari bantuan.

"Terakhir pentingnya dukungan sistematis dan berkelanjutan bagi korban, termasuk akses ke layanan kesehatan mental, dukungan hukum, dan perlindungan sosial. Pemulihan korban dan pencegahan kejahatan berulang memerlukan lingkungan yang mendukung dan responsif, di mana korban merasa aman untuk berbicara dan mencari bantuan," beber Zico

Terungkapnya Hubungan Inses

Kasus tersebut terungkap setelah korban R (16) diantarkan orangtuanya berobat ke bidan desa karena sakit.

Oleh bidan desa, ternyata korban dinyatakan mengalami keguguran.

Orang tuanya tidak tidak terima, apalagi setelah itu muncul desas-desus tidak sedap di kalangan masyarakat desa.

Orang tua korban lantas mendatangi Kepala Desa (kades) setempat untuk meluruskan permasalah itu.

Merasa ada yang janggal, kades malah menelepon Bhabinkantibmas agar ditindaklanjuti.

Sementara korban disarankan untuk dibawa ke Puskesmas.

Kades kemudian mendatangi rumah korban R (16) pada Senin (18/3/2024) untuk membawa korban ke Puskesmas.

Ternyata di rumah korbah sudah ada petugas Pendamping Rehabilitasi dan Pekerja Sosial Kemensos (Kementerian Sosial) Kabupaten Rejang Lebong.

Bersama-sama dengan petugas Pendamping Rehabilitasi dan Pekerja Sosial, kads membawa korban ke Puskesmas Air Pikat untuk diperiksa.

Di sini akhirnya fakta mengejutkan terungkap, korban R (16) mengaku telah disetubuhi oleh kakak kandungnya di sebuah pondok kopi milik orang tuanya.

Setelah kasus tersebut terungkap, kades langsung melaporkan hal tersebut ke Polsek untuk ditindaki lebih lanjut.

Sementara itu, Kasi Humas Polres Rejang Lebong, AKP Sinar Simanjuntak menyatakan, pengungkapan kasus asusila kakak hamili adik kandung ini terjadi pada Senin (18/3/2034).

Saat ini, terduga pelaku berinisial KH (21) yang merupakan kakak kandung korban telah diamankan.

"Untuk pelaku sudah diamankan, korban juga didampingi sekarang, masih pengembangan lebih lanjut," jelas Sinar.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved