Penculikan Anak di Bengkulu

Mencuat Sangkaan Penculikan Anak di Bengkulu, 3 Murid SD di Bengkulu Nyaris Jadi Korban

Sangkaan aksi penculikan anak di Bengkulu kembali mencuat, 3 orang murid SD di Kota Bengkulu mengaku nyaris jadi korban, Sabtu, 18 Mei 2024.

Penulis: Beta Misutra | Editor: Ricky Jenihansen
Kompas
Ilustrasi. Mencuat sangkaan penculikan anak di Kota Bengkulu, 3 murid SD nyaris jadi korban, Sabtu, 18 Mei 2024. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Beta Misutra

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Sangkaan aksi penculikan anak di Bengkulu kembali mencuat, 3 orang murid SD di Kota Bengkulu mengaku nyaris jadi korban.

Dari informasi yang dihimpun TribunBengkulu.com, hal itu dialami 3 orang murid SD kelas 5 di SD Negeri 03 Kota Bengkulu.

Kejadian bermula ketika tiga murid SD tersebut pulang sekolah dengan berjalan kaki, Sabtu, 18 Mei 2024.

Saat sedang berjalan kaki di Jalan Kelurahan Sukamerindu, Kota Bengkulu, sebuah mobil Nissan Juke berwarna silver berhenti di depan mereka.

Pengemudi mobil lantas mengajak 3 murid SD itu untuk naik ke mobil, namun langsung ditolak oleh mereka.

Mendapati penolakan, pengemudi mobil bukannya menyerah dan seperti tak kehilangan akal.

Dengan gelagat mencurigakan, pengemudi mobil tersebut sempat menarik salah satu murid untuk masuk ke dalam mobil.

Beruntung murid tersebut tetap berhasil menepis tangan pengemudi itu, hingga kejadian tersebut dilihat salah satu orang tua korban.

Curiga, orang tua murid mendekati anaknya, dan melihat kedatangan orang tua murid, pengemudi tersebut langsung kabur.

"Tadi saya lihat mereka berhenti di depan mobil, kemudian saat saya dekati dan saya tanya ada apa, pelaku langsung masuk lagi ke mobil lalu pergi," ungkap salah satu orang tua korban, Sabtu (18/5/2024).

Setelah bertanya kepada anaknya, barulah orang tua korban menyadari bahwa anaknya hampir saja menjadi korban penculikan.

Atas kejadian tersebut orang tua korban langsung mendatangi pihak sekolah, dan melaporkan kejadian tersebut.

Kemudian orang tua korban bersama dengan pihak sekolah langsung datang ke Polresta Bengkulu untuk membuat laporan.

"Kami langsung datang ke Polres dan hari ini juga langsung membuat laporan," kata orang tua korban.

Orang tua korban saat melaporkan kejadian percobaan penculikan yang dialami anaknya yang masih duduk di bangku SD di Bengkulu Sabtu (18/5/2024)
Orang tua korban saat melaporkan kejadian percobaan penculikan yang dialami anaknya yang masih duduk di bangku SD di Bengkulu Sabtu (18/5/2024) (Beta Misutra/TribunBengkulu.com)

Beberapa Modus Penculikan Anak

Sekretaris Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Negeri Surabaya Putri Aisyiyah Rachma Dewi mengatakan, anak merupakan kelompok yang rentan.

Sebab, anak belum mampu melindungi diri sendiri dan menggunakan hak-haknya secara mandiri.

Pada tahun 2022 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) merilis angka kasus penculikan anak yang mencapai 28 kejadian. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya.

Pengajar Bidang Studi Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Nathalina Naibaho, memaparkan, dari banyaknya kasus penculikan terhadap anak, ada pola yang dapat diidentifikasi.

Modus yang biasanya dilakukan pelaku adalah dengan membujuk dan mengelabui korban secara manipulatif.

Pelaku memberi makanan dan minuman, mengajak ngobrol dan jalan-jalan, atau menunjukkan mainan/permainan, gambar, dan tayangan yang menarik bagi anak.

Bahkan, sebagian menawari korban pekerjaan ringan dengan menjanjikan upah tertentu.

Pelaku juga bisa menggunakan tipu muslihat dengan mengaku sebagai teman atau kerabat orangtua, serta menggunakan kekerasan dan/atau ancaman sehingga anak terpaksa menurutinya.

”Untuk mencegah terjadinya kasus penculikan anak, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan orangtua,” kata Nathalina, dikutip dari Kompas.

Langkah preventif dilakukan melalui pengawasan yang proporsional dan tepat, baik melalui teknologi (CCTV, patroli virtual, aplikasi panic button) maupun dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat di area umum.

Seperti sekolah, tempat les, taman bermain, pusat perbelanjaan, dan transportasi publik.

Ilustrasi penculikan anak.
Ilustrasi penculikan anak.

Pengawasan

Putri menguraikan berbagi faktor yang dapat mendorong terjadinya penculikan anak. Masalah lemahnya pengawasan orangtua dan orang dewasa menjadi salah satu penyebab anak mudah menjadi korban penculikan.

Pengawasan ini penting dilakukan terutama saat anak sedang berada di luar rumah. Sekarang ini, banyak orangtua yang terlalu sibuk dengan urusannya sehingga kurang memperhatikan lingkungan bermain anak.

”Namun, pengawasan anak juga tidak boleh berlebihan yang sampai menimbulkan sindrom dunia yang kejam. Sindrom ini membuat orangtua membatasi dan melarang anak untuk bermain ataupun mengeksplorasi daya kembangnya di luar rumah. Sebab, ketakutan yang berlebihan, hal ini juga buruk bagi anak,” papar Putri.

Selain orangtua, peran masyarakat sekitar juga penting agar anak tidak muda ”dirangkul” pihak yang tidak bertanggung jawab. Pengawasan masyarakat belakangan ini semakin melemah seiring kentalnya sikap individualis.

”Sekarang, kita semakin individualis, kurang punya kepedulian terhadap sesama. Sikap seperti ini terjadi utamanya di perkotaan," kata Putri.

Pengawasan yang bagus antara orangtua di rumah, masyarakat di luar rumah, dan pihak sekolah ketika anak di sekolah menjadi pagar penting menghindari penculikan anak."

Secara terpisah, psikolog Universitas Gadjah Mada, Edilburga Wulan Saptandari, mengatakan, penculikan bisa menjadi pengalaman traumatis bagi anak korban penculikan.

Sebab, penculikan merupakan pengalaman tidak menyenangkan yang bisa memunculkan perasaan tidak nyaman, syok, cemas, tidak berdaya, bahkan depresi.

”Apakah penculikan akan menyebabkan trauma atau tidak, ini tidak bisa didiagnosis begitu saja. Namun, ini perlu pemeriksaan lebih mendalam,” kata Edilburga.

Lebih lanjut Edilburga memaparkan, perlakuan selama penculikan bisa memengaruhi muncul tidaknya trauma pada anak korban penculikan anak.

Misalnya penculik melakukan tindak kekerasan baik fisik maupun seksual, serta perlakuan buruk lainnya, anak korban penculikan bisa lebih rentan mengalami trauma.

Hal berbeda akan muncul pada anak korban penculikan yang diperlakukan dengan baik selama penculikan.

Ilustrasi peran orang tua.
Ilustrasi peran orang tua.

Peran orangtua

Edilburga mengatakan, untuk orangtua, perlu membekali anak dengan pengetahuan bagaimana saat berhadapan dengan orang asing.

Anak diberikan pemahaman untuk tidak sembarangan berbicara, tidak mudah percaya, tidak mudah terbujuk dengan iming-iming pemberian orang lain, serta bisa menolak ajakan orang yang tidak dikenal.

Lalu, orangtua juga perlu mengajari anak tentang mekanisme melindungi diri sendiri, seperti belajar bela diri.

Selain itu, saat berhadapan dengan orang asing yang mencurigakan ataupun ketika terpisah dari keluarga, anak diajarkan untuk berteriak meminta tolong serta mencari bantuan pertolongan pada orang yang tepat.

Seperti kepada orang berseragam seperti petugas satpam atau karyawan toko yang besar kemungkinan memberikan bantuan.

Orangtua juga perlu membantu anak dalam mengenali identitas diri. Anak diajari untuk mengingat namanya, orangtua, alamat rumah, serta nomor telepon orangtua. Demikian pula anak-anak perlu dibiasakan untuk selalu minta izin kepada orangtua setiap akan melakukan sesuatu.

Putri mengingatkan agar orangtua dan pihak sekolah memperkuat edukasi kepada anak terutama ketika bertemu dengan orang asing.

Hal semacam ini sudah diajarkan di taman kanak-kanak, tetapi belum merata sehingga perlu bagi orangtua untuk mengedukasi anak tentang hal tersebut di rumah.

”Jika orang asing mengajak bicara terlalu lama, segera memanggil ibu, ayah, atau guru. Jika ada orang asing yang mencoba meraba, menyentuh, atau memaksakan sesuatu, ajarkan untuk berani berteriak sekeras mungkin," kata Putri.

"Jika ada orang asing memberikan makanan dan minuman, orangtua mengajarkan (kepada) anak (agar) berani menolak."

Selanjutnya, orangtua harus selalu waspada dengan mengenali baik-baik lingkungan bermain anak, termasuk orangtua atau keluarga dari teman bermain si anak. Selain itu, juga penting untuk dekat dengan tetangga atau masyarakat sekitar.

Bagi orangtua yang memiliki anak balita atau yang belum mampu berbicara dan membaca, kata Putri, anak perlu dilengkapi semacam data diri yang dipasang di setiap baju anak.

Hal ini dapat membantu dalam pencarian anak korban penculikan, dan mengurangi kemungkinan anak hilang.

”Penting juga, orangtua harus menjadi teman bagi anak sehingga muncul komunikasi dan saling percaya,” kata Putri.

Di era digital ini, orangtua juga harus waspada terhadap dampak negatif media sosial.

Karena itu, orangtua perlu memberikan literasi kepada anak terkait keamanan dalam bermedia sosial.

Anak diberikan pengertian untuk tidak membagikan informasi pribadi di media sosial.

”Kasus penculikan secara tidak langsung, tak jarang juga berawal dari media sosial atau bermain gim yang rentan terjadi terutama pada anak praremaja dan remaja sehingga perlu diberikan pendidikan terkait kemanan siber,” ujarnya. (**)

 

Ikuti Saluran WhatsApp Tribun Bengkulu dan Google News Tribun Bengkulu untuk pembaharuan lebih lanjut tentang berita populer lainnya.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved