Bubarnya Jamaah Islamiyah

Pengakuan Sabarno Kader Jamaah Islamiyah, 10 Tahun Kucing-kucingan Hindari Kejaran Densus 88

Jadi 10 tahun lalu Densus 88 Antiteror membongkar keberadaan toliah JI di wilayah Solo Raya, dan menangkapi anak buah Sabarno.

Editor: Hendrik Budiman
HO TribunBengkulu.com/Istimewa
Kader Jamaah Islamiyah. Pengakuan Sabarno Kader Jamaah Islamiyah, 10 Tahun Kucing-kucingan Hindari Kejaran Densus 88 

Ia menghindari penggunaan mesin pencari dan menggunakan kata-kata kunci yang berhubungan dengan terorisme dan gerakan radikal.

“Semua diawasi. Pokoknya entah bagaimana caranya, alat apa yang mereka pakai, menggunakan kata-kata tertentu, misal jihad, bisa jadi jalur pelacakan,” jelasnya.

Karena itu selama berpindah-pindah lokasi pelarian, Sabarno menjauhkan dari kesalahan dengan melakukan kecerobohan di dunia maya.

Ia hanya seringkali mencari hiburan dengan menonton video drama sejarah.

“Saya suka nonton Ertugrul (serial drama Turki Ertugrul Ghazi Urdu),” katanya diiringi tawa.

Apakah ia pernah merasa di jarak dekat dengan pemburunya? Sabarno mengaku beberapa kali ia memiliki feeling sedang dibuntuti.

“Insting saya beberapa kali mengatakan, mereka sudah sangat dekat,” jawab Sabarno.

Tapi Sabarno menggunakan pengetahuan dan teknik lapangan yang dikuasainya untuk menghindar.

Semua prajurit khusus JI memiliki kemampuan itu.

Mereka menguasai teknik kontra intelijen, guna menghadapi kejaran aparat keamanan.

Ada hal menarik yang ia dengar dan lihat pada 2016 dari pemberitaan media.

Aparat keamanan menciduk seseorang di Magetan bernama Sabarno.

Sabarno alias Gatot Witono dari Magetan ini disebut sebagai kepala toliah JI wilayah timur yang bertugas pelayanan logistik jaringan organisasi.

Atribusi sama yang dimiliki Sabarno asal Karanganyar dan disematkan ke Sabarno Magetan.

“Itu sih Sabarno KW, Sabarno kaleng-kaleng” selorohnya kepada Tribun. Jadi Sabarno ‘ori’ ini tidak pernah berhasil diringkus aparat Densus 88 Antiteror sejak ditetapkan buron atau DPO.

Sampai akhirnya sekira Mei atau menjelang Juni 2024, Sabarno yang tengah berada di Madiun mendengar dari temannya, JI akan bubar atau membubarkan diri.

“Saya mulanya ya syok, kok bisa sampai begini. Akhirnya saya tabayun ke senior, dan mendapat penjelasan lengkap, dan pada akhirnya bisa menerima,” aku Sabarno.

Bersamaan dengan proses itu, Sabarno akhirnya juga memutuskan kooperatif dengan aparat keamanan sesuai petunjuk para senior JI.

Lewat tokoh senior JI di Solo, Sabarno akhirnya dipertemukan dengan tim Densus 88 Antiteror, dan selanjutnya dilakukan pengembangan.

Dari Sabarno akhirnya terungkap tempat persembunyian logistik albas atau alat bahan senjata JI di Solo Raya.

Termasuk Sabarno dan teman-temannya menunjukkan lokasi pembuangan sepucuk senapan M-16 ke Bengawan Solo.

Penyisiran lapangan, termasuk akhirnya penyelaman di Bengawan Solo, menemukan benda yang dicari dalam kondisi masih utuh.

Senapan M-16 itu aset organisasi JI yang merupakan warisan masa konflik Ambon, yang lalu dibawa pulang ke Jawa.

Lalu bagaimana nasib Sabarno setelah JI bubar atau membubarkan diri? Sabarno mengaku ingin kembali hidup normal di tengah masyarakat, mengurus keluarganya.

Ia juga akan membantu aparat keamanan dan para senior eks JI.

“Masa transisi ini saya akan membantu sosialisasi keputusan bubarnya JI ke jaringan dan akar rumput,” katanya.

Sabarno juga akan patuh pada proses hukum.

“Terserah bagaimana nanti gakkum (penegakan hukum), saya patuh saja ikut bagaimana prosesnya,” jelas Sabarno.

Sumber di lingkaran Densus 88 Antiteror mengatakan, penegak hukum tetap akan memproses mereka-mereka para buron atau DPO eks JI secara proporsional.

Namun proses itu akan mengikuti pendekatan intensif yang dilakukan Densus 88 Antiteror yang semakin persuasif dan berorientasi restoratif justice.

JI Pilih Bubarkan Diri

Tokoh senior kelompok Al Jamaah Al Islamiyah atau Jamaah Islamiyah atau JI, Ustad Abu Fatih menyatakan kelompoknya telah islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara Republik Indonesia.

Islah dalam khasanah bahasa Arab dan tertulis dalam Quran serta hadits, berasal dari kata ‘ashlahayushlihu-ishlahan’, yang bermakna perbaikan, keselamatan, dan perdamaian.

Ustad Abu Fatih alias Abdullah Anshori alias Ibnu Muhammad Thoyib ini juga meminta maaf kepada aparat keamanan, pemerintah, dan rakyat Indonesia atas apa yang selama ini terjadi.

“Kami akhirnya memilih jalan islah setelah melewati perjalanan panjang dialog dan memikirkan kembali apa yang dilakukan. Pikiran kami akhirnya terbuka terhadap pijakan-pijakan kami saat berjamaah,” kata Abdullah Anshori di hadapan tim Tribun, Rabu (17/7/2024).

Pernyataan tokoh tua yang juga disebut Ustad Anshori itu itu disampaikan secara khusus dan langsung di sebuah lokasi yang dikenal kerap jadi titik komunikasi kelompok ini di daerah Gonilan, Kartasura, Sukoharjo.

Saat menyampaikan pernyataan khususnya, Ustad Abu Fatih atau Abdullah Anshori didampingi tiga eks anggota Jamaah Islamiyah.

Pertama Sabarno alias Amali, Pria ini dulu anggota tholiah, divisi Jamaah Islamiyah yang juga membidangi tandzim askari atau grup prajurit JI.

Sabarno alias Pak Sabar memutuskan menyerahkan diri ke aparat Densus 88 Antiteror lewat perantara para senior JI. Ia menyerah setelah mendengar JI bubar atau membubarkan diri.

Ada juga Dodi alias Fiko, bekas anggota divisi advokasi dan pelayanan yang pernah aktif di Yayasan Perisai Nusantara.

Yayasan ini telah dibubarkan sejak terendus menjalankan misi JI mengadvokasi dan melayani keperluan jaringan.
Pendamping ketiga Ustad Hasan, yang pernah aktif di divisi dakwah Jamaah Islamiyah.

Ia pernah mendekam di penjara karena perannya sebagai perekrut dan penyeleksi kader JI.

Divisi ini memiliki tugas antara lain perekrutan dan seleksi anggota untuk ditempatkan di bidang-bidang yang cocok dengan kualifikasi rekrutan.

Ustad Anshori yang pada 1993 pernah dipanggil Abdullah Sungkar, pendiri dan Amir (Pemimpin) Jamaah Islamiyah ke Malaysia, juga meminta maaf ke aparat keamanan, pemerintah dan rakyat Indonesia, semua yang pernah dilakukan jamaahnya dan telah menyulitkan negara.

“Kami minta maaf yang sebesar-besarnya kalau kami, Al Jamaah Al Islamiyah, dengan sekian banyak kasus-kasus yang menyulitkan negara, menyibukkan negara, yang seharusnya tidak kami lakukan, tetapi dengan ilmu dan kesadaran ini, alhamdulillah, khususnya kepada bangsa Indonesia, kami minta maaf sebesar-besarnya,” kata Abu Fatih.

Sosok Ustad Abdullah Anshori di kalangan generasi terbaru Jamaah Islamiyah mungkin kurang dikenal, karena ia menyatakan diri tidak aktif sejak 2001.

Pasifnya Abu Fatih terjadi beberapa waktu setelah Abdullah Sungkar wafat di Bogor, sepulang dari Malaysia kali kedua.

Tapi di kalangan para senior Jamaah Islamiyah, Abu Fatih sangat dihormati sebagai sesepuh gerakan organisasi.
Tokoh asal Magetan ini pernah dijebloskan ke LP Cipinang terkait kasus gerakan Usroh, dan rentetan peristiwa berdarah di Tanjungpriok pada 12 September 1984.

Selepas dari LP Cipinang, Abu Fatih dipanggil Abdullah Sungkar ke Malaysia, dan diminta memimpin gerakan, khususnya di mantiqiyah yang membawahi Pulau Jawa.

Abu Fatih menyadari rentetan aksi pengeboman di Indonesia yang dimulai khususnya sejak 1 Agustus 2000 di Jakarta, membuatnya menerima sinyal negatif atas bangkitnya aksi jaringan Jamaah Islamiyah.
Di risalah pertemuan Sentul, disebutkan Abu Fatih adalah saksi hidup tentang kepemimpinan Jamaah Islamiyah, sepeninggal Abdullah Sungkar.

Menurut risalah itu, Abu Fatih ia tidak pernah mendengar, melihat, menyaksikan, dan tahu ada amir baru atau pemimpin baru Jamaah Islamiyah, sepeninggal almarhum Abdullah Sungkar.

Karena itu para tokoh-tokoh senior, tetua, dan para pemimpin lembaga afiliasi Jamaah Islamiyah, diajak berpikir rasional, supaya tidak ada kepemimpinan liar gerakan. (Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved