Kawal Putusan MK

Beda Respon Jokowi Soal Putusan MK yang Atur Usia di Pilpres dan Pilkada

Beda respon Presiden Joko Widodo soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024 menuai sorotan.

Presiden RI
Presiden Joko Widodo 

Mantan Wali Kota Solo itu kemudian menegaskan bahwa dirinya tak mencampuri urusan penentuan capres dan cawapres.

"Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi, silahkan tanyakan saja kepada partai politik. Itu wilayah parpol," ujarnya.

"Dan saya tegaskan bahwa saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres."

Gibran Rakabuming
Gibran Rakabuming ((KOMPAS.com/Labib Zamani))

DPR RI Akali Putusan MK

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengakali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu. 

Baleg mengakali putusan MK dengan membuat putusan tersebut hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD. 

Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat. 

Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen. 

"Disetujui Panja 21 Agustus 2024 Usulan DPR pukul 12.00 WIB," tulis draf revisi itu seperti dikutip Kompas.com.

Padahal, justru pasal itu lah yang dibatalkan MK dalam putusannya kemarin. Tidak ada perlawanan berarti dari para anggota panja untuk membela putusan MK yang sebetulnya berlaku final dan mengikat. 

Sebelumnya, dalam putusannya, MK menyatakan bahwa threshold pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD. 

MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada. 

MK menegaskan, hal ini demi menghindari berjalannya demokrasi yang tidak sehat karena threshold versi UU Pilkada rentan memunculkan calon tunggal.

Munculnya calon tunggal atau melawan kotak kosok dianggap sebagai antitesa dari proses demokrasi.

 (**)

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved