Aksi Perundungan di Gorontalo
Alasan Wakepsek SMKN 1 Gorontalo Bantah Aksi Bullying, Padahal Video Korban Muntah Darah Viral
Wakil Kepala Sekolah SMK 1 Gorontalo, Zulkarnain Tanipu membantah adanya aksi bullying atau perundungan di sekolahnya.
TRIBUNBENGKULU.COM - Wakil Kepala Sekolah SMK 1 Gorontalo, Zulkarnain Tanipu membantah adanya aksi bullying atau perundungan di sekolahnya.
Padahal, sejumlah video saat korban dicekoki miras hingga tak sadarkan diri dan ditendang hingga muntah darah viral di media sosial.
Tidak hanya itu, 4 orang siswa terduga pelaku bullying bahkan saat ini telah ditangkap oleh Polsek Kota Utara, Gorontalo.
Namun demikian, pihak sekolah tetap bersikeras menyangkal dan bahkan terkesan menyalahkan korban.
Menurut Zulkarnain, korban telah membawa miras ke sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
Miras tersebut lantas dikonsumsi hingga korban mabuk.
Sementara video saat ada siswa yang menendang korban, menurutnya adalah upaya untuk membangunkan korban yang sedang mabuk.
"Tidak ada penganiayaan, itu hanya usaha teman-temannya membangunkan korban yang mabuk," jelasnya
Zulkarnain menegaskan, bahwa miras itu dibawa sendiri siswa dan tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
"Tanpa sepengetahuan kami," ujarnya.
Baca juga: Aksi Bullying di Gorontalo, Korban Dicekoki Miras dan Ditendang Hingga Muntah Darah
Seperti diketahui, sebelumnya viral di media sosial, video amatir yang memperlihatkan aksi bullying atau perundungan seorang siswa SMKN di Kota Gorontalo.
Video amatir tersebut tersebar luas, dan telah dibagikan berulang kali di berbagai platform hingga viral di media sosial.
Salah satunya dibagikan oleh akun @bacot pada Kamis, 12 September 2024 sekitar pukul 2 dini hari.
Video tersebut diberi caption, "Kasus pembullyan di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Gorontalo diangkat ke sosial media (fb) oleh orangtua korban. Yun Lamatenggo," tulis akun tersebut.
"Namun WaKepsek mengatakan "Pemukulan yang terjadi bukan penganiayaan tapi untuk menyadarkan korban."
"Kasus ini sedang tahap penyelidikan. Pelaku sudah diamankan."
Terlihat dalam video tersebut, korban sepertinya dicekoki miras oleh teman-temannya hingga tak sadarkan diri.
Aksi perundungan dengan dicekoki miras itu terjadi di lingkungan sekolah dan masih dalam kegiatan belajar mengajar (KBM).
Tidak hanya itu, setelah korban terlihat tidak sadarkan diri, koban lantas disiram dan ditendang.
Dalam bagian lain video, terlihat korban terkapar dan muntah darah.
Dari data terhimpun, sekitar 9 video dugaan perundungan didapati orang tua korban.
Dalam video yang dibagikan YL, Ibu korban memperlihatkan upaya perundungan.
Dalam video tersebut korban terkapar tak berdaya di halaman sekolah. Tak hanya itu,korban terlihat memar di bagian wajah.
Video tersebut lalu dibagikan ibu korban di akun Facebook.
Baca juga: Polisi Amankan 4 Siswa Usai Viral Video Siswa SMKN di Gorontalo Lakukan Perundungan
YL mengaku selama ini hanya diam dan mengikuti keputusan pihak sekolah.
"Selama ini saya diam, saya ikuti semua keputusan dari sekolah, tapi ternyata ini ada pembullyan di sekolah, Woooww luar biasa, saya tidak terima," tulisnya dalam postingan Facebook miliknya, Rabu (11/9/2024) sekitar pukul 19.00 Wita
Sementara itu ayah korban mengatakan anaknya mengalami pemalakan, dicekoki miras, penganiayaan di lingkungan sekolah.
"Menurut pengakuan anak saya pemalakan itu ada, pemaksaan minum miras ada, terus ditambah dengan video jelas terkait perundungan itu, menyiram air dengan sengaja, menendang dengan sengaja," jelasnya
"Melihat ini, itu artinya ada perundungan di sekolah itu, yang saya sesalkan adalah itu di jam sekolah dan berdekatan dengan ruang kelas, kok tidak ada tindakan dari sekolah" tambahnya
Orangtua korban melaporkan kejadian dugaan perundungan itu di Polsek Kota Utara.
Pantauan TribunGorontalo.com terlihat ibu korban melaporkan kejadian tersebut di Polsek Kota Utara.
Tampak YL dimintai keterangan dan menyerahkan sejumlah bukti video yang didapati.
Hingga pukul 20.46 Wita proses pelaporan di Polsek Kota Utara masih berlangsung.
Tangis ibu korban juga tak terbendung, ia tampak menangis sambil dimintai keterangan, bahkan teriakan tangisan beberapa kali terdengar.
Tak hanya itu, ada juga beberapa siswa yang diduga melakukan perundungan sedang dimintai keterangan oleh pihak Polsek.
Polisi Tangkap 4 Siswa
Kepolisian Sektor atau Polsek Kota Utara, Gorontalo menangkap 4 siswa pelaku bullying di Gorontalo yang videonya viral di media sosial.
Kejadian ini menjadi perhatian setelah video insiden tersebut menyebar di media sosial pada Selasa (10/9/2024), memicu reaksi dari masyarakat yang mengecam tindakan kekerasan tersebut.
Kapolsek Kota Utara, Iptu Fredy Yasin, mengonfirmasi bahwa empat orang yang terlibat dalam video tersebut telah berhasil diamankan.
Mereka diketahui masih berstatus pelajar di sekolah tersebut.
"Keempat orang yang terlibat dalam video sudah kami amankan di Mapolsek Kota Utara. Semuanya masih tercatat sebagai siswa di sekolah tersebut," jelas Iptu Fredy.
Saat ini, Unit Reskrim Polsek Kota Utara tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap motif dan peran dari masing-masing pelaku.
Penyelidikan ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas terkait latar belakang kejadian serta alasan para pelaku melakukan tindakan kekerasan tersebut.
"Kami masih terus mendalami kasus ini untuk mengetahui motif dan peran masing-masing pelaku. Pemeriksaan sedang berlangsung," tambah Iptu Fredy.
Sementara itu, korban ARD saat ini masih menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Kota Gorontalo.
Kondisi ARD belum diungkapkan lebih lanjut, namun pihak kepolisian memastikan bahwa proses hukum akan terus berjalan untuk memberikan keadilan bagi korban.
Kasus ini telah memicu perhatian luas di kalangan masyarakat Gorontalo, yang menuntut adanya tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan, terutama di lingkungan pendidikan.
Pihak kepolisian berjanji akan memproses kasus ini dengan serius dan memberikan hukuman sesuai dengan hukum yang berlaku.
Hukum Pidana Bullying di Sekolah
Melansir laman Hukum Online, adapun yang dimaksud kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran.
Termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Terlebih anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya.
Kekerasan itu bisa dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain seperti petugas keamanan, petugas kebersihan, penjual makanan, petugas kantin, petugas jemputan sekolah, dan penjaga sekolah.
Adapun terkait pasal bullying di sekolah, baik pasal bullying fisik dan pasal bullying verbal, Pasal 76C UU 35/2014 mengatur setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Jika larangan melakukan kekerasan terhadap anak ini dilanggar, pelaku bisa dijerat Pasal 80 UU 35/2014:
- Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 76C UU 35/2014, dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.
- Apabila anak mengalami luka berat, maka pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
- Apabila anak meninggal dunia, maka pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.
- Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan pada ayat (1), (2), dan (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tuanya.
- Tambahan informasi, perihal pasal bullying di media sosial dapat Anda baca ulasannya dalam Jerat Hukum Pelaku Cyberbullying.
Baca juga: Selidik 4 Siswa Pelaku Bullying di Gorontalo, Cekoki Miras dan Tendang Korban Hingga Muntah Darah
Hukuman Pelaku Bullying di Bawah Umur
Namun, mengingat diasumsikan bahwa pelaku juga masih berusia anak atau di bawah umur, maka perlu diperhatikan UU SPPA yang wajib mengutamakan pendekatan keadilan restoratif.
Pelaku anak yang melakukan bullying tersebut merupakan anak yang berkonflik dengan hukum yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi dalam hal tindak pidana diancam pidana penjara di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan tindak pidana.
Jika pelaku anak belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan seperti:
- pengembalian kepada orang tua/wali;
- penyerahan kepada seseorang;
- perawatan di rumah sakit jiwa;
- perawatan di LPKS;
- kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
- pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau perbaikan akibat tindak pidana.
Sementara itu, jenis pidana pokok bagi anak terdiri atas:
- pidana peringatan;
- pidana dengan syarat:
- pembinaan di luar lembaga;
- pelayanan masyarakat; atau
- pengawasan.
- pelatihan kerja;
- pembinaan dalam lembaga; dan
- penjara.
Kemudian jenis pidana tambahan terdiri atas perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat.
Patut dicatat, anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat, yakni paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
| Pihak Sekolah Dianggap Tidak Berempati Karena Tutupi Aksi Bullying Siswa di Gorontalo |
|
|---|
| Nasib AR, Korban Bully SMK 1 Gorontalo Dipaksa Minum Miras, Tak Ingin Damai dengan Pelaku |
|
|---|
| Kondisi Terkini AR, Korban Bully SMK 1 Gorontalo Dipaksa Minum Miras, Orang Tua Tuntut Pihak Sekolah |
|
|---|
| Klarifikasi Wakepsek SMKN 1 Gorontalo Soal Aksi Bullying Siswanya, Terkesan Salahkan Korban |
|
|---|
| Kronologi Dugaan Bullying Siswa SMK Gorontalo, Orang Tua Korban Sebut Sang Anak Dipaksa Minum Miras |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Wakil-Kepala-Sekolah-SMK-1-Gorontalo.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.