Guru Tersangka Gegara Hukum Anak Polisi

Tak Puas Jebloskan Supriyani ke Penjara, Aipda WH Ngadu ke KPAI Singgung Tak Tulus Minta Maaf 

Aipda WH merasa tak cukup puas setelah menjebloskan Supriyani ke penjara

Editor: Rita Lismini
Kompas
Tangkapan layar foto Supriyani. Tak Puas Jebloskan Supriyani ke Penjara, Aipda WH Ngadu ke KPAI Singgung Tak Tulus Minta Maaf 

TRIBUNBENGKULU.COM - Aipda WH merasa tak cukup puas setelah menjebloskan Supriyani ke penjara. 

Kini, dirinya justru meminta bantuan kepada KPAI agar kasus ini cepat selesai.

Aipda WH malah menyebut bahwa permintaan maaf guru Supriyani tak tulus.

Diketahui, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengunjungi siswa yang diduga korban penganiayaan dari Supriyani, guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Komisioner KPAI Ai Maryati Solehah saat ditemui di Konsel, Jumat, mengatakan bahwa dalam perkara tersebut yang menjadi korban adalah anak kelas 1 SD berinisial D (8), yang beralamat di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel.

"Kunjungan kerja ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kondisi anak dalam hal ini sebagai korban, terkait dengan kondisi psikologis sebagai dampak dari kasus yang sedang dialami," kata Ai Maryati, melansir dari ANTARA.

Dia menyebutkan bahwa dalam kunjungan itu juga dilakukan untuk mengawal pemenuhan hak anak.

Sebab, meskipun proses hukum saat ini terus bergulir, namun hak-hak anak juga harus tetap menjadi prioritas.

"Hal tersebut sebagai upaya menyikapi keadaan, serta memperkuat sistem perlindungan anak," ujarnya.

Maryati mengungkapkan bahwa dalam kasus guru honorer Supriyani itu, KPAI langsung merespon dengan melakukan profiling terhadap anak yang menjadi korban dalam perkara tersebut.

"Kami ingin mengetahui kronologis yang sebenarnya, dari versi kedua orang tua anak.

Serta, memastikan penanganan perkara utama terkait hak-hak terhadap anak, hak pendidikan dan hak bersosialisasi (bermain)," sebut Maryati.

Ia juga berpesan agar dalam perkara tersebut tetap dikawal agar tidak ada diskriminasi terhadap korban.

Sementara itu, orang tua korban Aipda WH meminta agar pelaku meminta maaf secara tulus.

Sebab, kata dia, sejauh ini pihak terduga pelaku hanya meminta maaf namun tidak mengakui perbuatannya, sehingga pihaknya sebagai orang tua korban merasa terduga pelaku tidak memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan masalah.

"Kami selaku orang tua korban mengucapkan terima kasih terhadap KPAI atas perhatiannya telah menemui kami dan anak kami. Kami memohon bantuan agar masalah ini dapat diselesaikan dengan baik," ucap Aipda WH.

Diketahui dari kediaman orang tua korban, rombongan Tim KPAI mengunjungi SDN 4 Baito dengan menemui tenaga pengajar (guru) pada pukul 12.55 Wita.

Hal ini untuk mengklarifikasi secara langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan, agar memperoleh fakta sebenarnya tanpa melihat apa yang selama ini viral di media sosial.

Selain itu juga, untuk memastikan hak pendidikan dari anak (korban) tetap terpenuhi dan dijalankan dengan baik.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengunjungi siswa yang diduga korban penganiayaan dari Supriyani, guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Komisioner KPAI Ai Maryati Solehah saat ditemui di Konsel, Jumat, mengatakan bahwa dalam perkara tersebut yang menjadi korban adalah anak kelas 1 SD berinisial D (8), yang beralamat di Desa Mekar Jaya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konsel.

"Kunjungan kerja ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kondisi anak dalam hal ini sebagai korban, terkait dengan kondisi psikologis sebagai dampak dari kasus yang sedang dialami," kata Ai Maryati, melansir dari ANTARA.

Dia menyebutkan bahwa dalam kunjungan itu juga dilakukan untuk mengawal pemenuhan hak anak.

Sebab, meskipun proses hukum saat ini terus bergulir, namun hak-hak anak juga harus tetap menjadi prioritas.

"Hal tersebut sebagai upaya menyikapi keadaan, serta memperkuat sistem perlindungan anak," ujarnya.

Maryati mengungkapkan bahwa dalam kasus guru honorer Supriyani itu, KPAI langsung merespon dengan melakukan profiling terhadap anak yang menjadi korban dalam perkara tersebut.

"Kami ingin mengetahui kronologis yang sebenarnya, dari versi kedua orang tua anak.

Serta, memastikan penanganan perkara utama terkait hak-hak terhadap anak, hak pendidikan dan hak bersosialisasi (bermain)," sebut Maryati.

Ia juga berpesan agar dalam perkara tersebut tetap dikawal agar tidak ada diskriminasi terhadap korban.

Sementara itu, orang tua korban Aipda WH meminta agar pelaku meminta maaf secara tulus.

Sebab, kata dia, sejauh ini pihak terduga pelaku hanya meminta maaf namun tidak mengakui perbuatannya, sehingga pihaknya sebagai orang tua korban merasa terduga pelaku tidak memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan masalah.

"Kami selaku orang tua korban mengucapkan terima kasih terhadap KPAI atas perhatiannya telah menemui kami dan anak kami. Kami memohon bantuan agar masalah ini dapat diselesaikan dengan baik," ucap Aipda WH.

Diketahui dari kediaman orang tua korban, rombongan Tim KPAI mengunjungi SDN 4 Baito dengan menemui tenaga pengajar (guru) pada pukul 12.55 Wita.

Hal ini untuk mengklarifikasi secara langsung kepada pihak-pihak yang bersangkutan, agar memperoleh fakta sebenarnya tanpa melihat apa yang selama ini viral di media sosial.

Selain itu juga, untuk memastikan hak pendidikan dari anak (korban) tetap terpenuhi dan dijalankan dengan baik.

Supriyani Tolak Mediasi 

Alasan Supriyani guru honorer yang dituding aniaya anak polisi kini dengan lantang menolak lakukan Restorative Justice (RJ). 

Sebab, jika Supriyani menyanggupi untuk RJ maka dirinya harus memenuhi 2 syarat. 

Sebagai informasi, Restorative justice adalah pendekatan untuk menyelesaikan konflik hukum dengan menggelar mediasi diantara korban dan terdakwa. 

Melalui kuasa hukum Supriyani, Samsuddin, mengatakan, dalam mediasi itu pihak polisi, jaksa, dan orangtua korban masih meminta agar kasus ini diselesaikan secara damai sebelum persidangan.

"Iya tadi sempat ada upaya itu, tapi terlanjur kasus ini sudah di persidangan, bahkan tadi sidang sudah dibuka, dan kami diajak oleh pegawai pengadilan karena hakim sudah menunggu," katanya Minggu (27/10/24) dilansir dari Surya.co.id.

Ditanya soal mengapa tidak ada titik temu, Samsuddin pun mengatakan ada dua syarat terpenuhinya restorative justice.

Yang pertama adalah Supriyani harus mengakui perbuatannya. 

"Makanya tidak ada titik temu, karena Ibu Supriyani berkeyakinan kalau dirinya tidak melakukan perbuatan itu (aniaya murid)," katanya.

Sehingga pihaknya membiarkan kasus ini dibuka seterang-terangnya di pengadilan untuk mengetahui kejadian sebenarnya.

Dan yang kedua adalah Supriyani diminta mundur menjadi guru. 

"Itu semua nanti kita akan buka di persidangan secara terbuka," katanya.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved