Guru Tersangka Gegara Hukum Anak Polisi

Aipda WH dan Istri Alami Setres, Guru Supriyani Mendadak Diserang OTK, Siapa Sebenarnya yang Salah? 

Kasus guru honorer Supriyani hingga kini terus bergulir dan menuai rasa penasaran dari publik. 

Editor: Rita Lismini
Tribunnews/Surya
Kolase foto Aipda Wibowo yang alami setres dan Supriyani yang mendadak diserang OTK. 

Pihaknya belum dapat memastikan aksi teror ini berkaitan dengan kasus yang sedang dihadapi Supriyani.

"Kita lihat memang tidak kondusif Supriyani tinggal di rumahnya. Jadi kita bawa di rumah Pak Camat Baito agar menghindari kejadian yang tidak diinginkan," terangnya.

Terkait sidang yang dijalani Supriyani, Andri Darmawan meminta majelis hakim melanjutkan proses sidang hingga pokok perkara.

"Kenapa kami ingin lanjut ke pokok perkara? Karena kami ingin membuktikan, kalau ibu Supriyani tidak bersalah dan telah dikriminalisasi. Kami ingin buktikan itu," tegasnya.

Jika Supriyani dinyatakan tidak bersalah dalam persidangan, pihaknya meminta pelapor untuk diperiksa.

"Kalau ibu Supriyani tidak terbukti bersalah, dan telah dikriminalisasi, supaya oknum-oknum tersebut yang telah membuat supriayani tersangka, membuat Supriyani ditahan. Itu harus dipertanggung jawabkan."

"Secara administratif misalnya, sanksi etik, termasuk sanksi pidana itu yang kami inginkan," pungkasnya.

Supriyani Disebut Playing Victim 

Supriyani seorang guru hononer diduga playing victim soal uang damai senilai Rp 50 juta.

Awalnya Rokiman terlebih dahulu memperkenalkan diri serta jabatannya sebagai kades di Desa Wonoua Raya.

Setelah itu ia kemudian menceritakan soal awal munculnya uang damai Rp 50 juta. 

Kata Rokiman, ia sebagai pemerintah desa berinisiatif untuk mencoba melalukan mediasi.

Karena sebagai tokoh masyarakat ia tak tega melihat masalah yang menimpa warganya. 

Rokiman pun kemudian mencoba melakukan mediasi dengan cara diadakannya 'uang damai' untuk mendamaikan guru dan orangtua murid yang merupakan polisi.

"Saya sebagai pemerintah merasa bagaimana dengan warga saya. Saya  mencoba untuk memediasi sendiri. Menawarkan opsi itu," katanya, melansir dari Tribun Sultra.

"Yang pertama dari angka 20 sampai 30 namun jangankan 20. Lima puluh kalau pihak korban tidak mau damai atau mencabut tidak akan selesai," jelasnya menambahkan.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved