Guru Tersangka Gegara Hukum Anak Polisi

Tak Lagi Ngotot Penjarakan Guru Supriyani, Aipda Wibowo Hasyim Mendadak Ajak Damai, Nyali Ciut? 

Awalnya kubu Aipda Wibowo Hasyim ngotot penjarakan guru honorer Supriyani kini meminta kasus diselesaikan secara damai.

Editor: Rita Lismini
Kompas
Kolase foto Aipda Wibowo Hasyim dan istrinya (Kiri) Guru Supriyani (Kanan). Tak Lagi Ngotot Penjarakan Guru Supriyani, Aipda Wibowo Hasyim Mendadak Ajak Damai 

TRIBUNBENGKULU.COM - Awalnya kubu Aipda Wibowo Hasyim ngotot penjarakan guru honorer Supriyani kini meminta kasus diselesaikan secara damai.

Aipda WH mengaku imbas kasus Guru Supriyani kondisi mental keluarganya menjadi terganggu. 

Pasalnya, dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh Guru Supriyani tersebut kini berujung fatal. 

Banyak pihak yang turut terlibat di kasus Guru Supriyani tersebut. 

Mulai dari Camat Baito yang dicopot dari jabatannya, Hotman Paris juga turut menyikapi hingga Jenderal Listyo Sigit yang dipanggil oleh Komisi III DPR. 

Kuasa hukum keluarga Aipda WH, Laode Muhram mengatakan pihak korban ini tertekan oleh adanya pemberitaan publik, sehingga karena tekanan-tekanan itulah orangtua korban menjadi menutup diri.

"Akhirnya daripada semakin melebar lagi, lebih baik melakukan mediasi, dan itu juga mendapat bujukan dari pihak Kapolres dan Kejari. 

Hal ini juga diketahui tokoh agama," kata Laode dikutip Tribun-medan.com dari Tribun Sultra, Senin (4/11/2024). 

Karena itu, lanjut Laode, pihak korban menyerahkan permasalahan ini kepada orang-orang yang dipercaya, daripada masalahnya menjadi kemana-mana. 

"Mereka akhirnya terima saja. Namun, catatan dalam mediasi itu kan permohonan maaf dan mengakui kesalahan. 

Sebenarnya yang dikejar dari keluarga korban hanya satu, yakni ibu Supriyani mengakui kesalahannya," katanya. 

Dikatakan Laode, suasana kebatinannya berbeda. 

Pada saat dekat persidangan publik sudah menghakimi, bahwa keluarga korban ini memeras, dan karena tidak diberikan uang ibu Supriyani dipenjarakan.

"Jadi, karena luar biasanya ini pemberitaan maka orangtua korban tertekan," katanya. 

Sementara menurut pihak Aipda WH, saat di mediasi awal, guru Supriyani justru menantang, dan membentak korban di hadapan orangtuanya.

"Sehingga saat dibentak itu, hati dari ibu korban sudah terluka, karena anaknya sudah dipukul, lalu dibentak lagi, dan yang menambah luka itu pada saat ibu Supriyani datang bersama suami dan kepala desa dengan membawa uang," katanya. 

Jadi, lanjut Laode, itu juga mengklarifikasi semuanya, di mana jika orangtua korban menginginkan uang, sejak awal uang tersebut sudah diambil.

"Akhirnya suasana kebatinan ini berbeda, karena di awal merasa dimainkan, sedangkan di akhir keluarga korban ini terhakimi oleh framing yang dilakukan oknum-oknum tertentu," katanya. 

Laode mengaku ketakutan pihak keluarga korban ini menjadi masalah karena kasusnya ke mana-mana.

Karena itu, pihak korban mau mediasi dengan catatan ibu Supriyani mengakui kesalahannya, dan meminta maaf.

"Jadi poinnya tetap ada pengakuan kesalahan dari ibu Supriyani," tegasnya. 

Namun, Laode menilai saat ini Supriyani sudah di atas angin dan merasa kuat, maka dari pihak korban tetap teguh juga untuk melanjutkan.

Kami ingin membuktikan apa yang sebenar-benarnya terjadi bahwa memang terjadi pemukulan.

"Kita menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara yang mulia, sehingga kita juga berharap dalam keadilan ini dari terdakwa ada keinsafan, tidak lagi melakukan perbuatan. 

Jadi, itu saja sebenarnya yang ingin dikejar, tujuannya mulia kok. Namun, masalahnya ibu Supriyani ini tidak mau mengakui lagi," katanya.

Jenderal Listyo Sigit Dipanggil Komisi III DPR

Kasus guru Supriyani terus menjadi perhatian publik luas hingga Komisi III DPR RI berencana memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Rencana Komisi III DPR RI memanggil Kapolri guna mendiskusikan kasus dugaan penganiayaan yang menyandung guru honorer bernama Supriyani di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kasus yang mendapat sorotan luas itu kini dalam proses persidangan di PN Andoolo Konawe Selatan.

Kapolri Listyo dilaporkan akan dipanggil oleh Komisi III pada hari Senin, (4/11/2024).

Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil, berujar pihaknya akan menyampaikan beberapa hal penting dalam rapat bersama Kapolri.

Nasir mengatakan, dalam kasus yang berkaitan dengan lembaga pendidikan, polisi seharusnya lebih berhati-hati saat menerima aduan. 

Menurut dia, hal seperti itu justru bisa membuat para pendidik takut menegur ataupun menasihati muridnya.

Apalagi setelah kasus Supriyani viral dan disorot, memang muncul konten yang isinya guru enggan menegur siswanya kendati melakukan kesalahan. 

Nasir khawatir perubahan sikap guru bisa berpengaruh dalam dunia pendidikan. 

"Kami akan sampaikan, kepolisian harus lebih hati-hati terkait pengaduan-pengaduan yang melibatkan institusi pendidikan," kata Nasir dikutip Tribun Sultra dari tayangan YouTube Nusantara TV, Sabtu, (2/11/2024). 

Dia menyampaikan bahwa Komisi III tak akan diam saja sehubungan dengan kasus yang membelit Supriyani.

"Kita tidak menutup mata ada juga guru yang berlaku kasar saat menasihati atau menegur muridnya, tapi ini sedikit."

Menurut dia, kasus Supriyani menarik. Pasalnya, kata Nasir Djamil, Supriyani sebagai guru seakan-akan tidak mendapat perlindungan.

"Oleh karena itu polisi kan tugasnya melindungi. Perlindungan polisi harus hadir di dunia pendidikan," katanya.

"Kalau tidak mendapatkan perlindungan terutama para guru, yang terjadi, guru kencing berdiri, murid akan kencing berlari."

Kata Nasir, dalam rapat dengan Kapolri, akan dibahas pula pendekatan restorative justice yang dilakukan kedua belah pihak, tetapi belum membuahkan hasil.

Dia meminta jika ke depannya ada kasus yang mirip dengan kasus Supriyani, terduga pelaku tidak langsung ditetapkan sebagai tersangka. 

Lebih baik dilakukan pendekatan restorative justice dengan pemulihan kedua belah pihak. 

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved