Anak Bos Toko Roti Aniaya Karyawan

George Sugama Disebut Punya Keterbelakangan IQ dan EQ, Alasan Agar Bisa bebas?

Menurut manajemen, George Sugama Halim, anak pemilik toko, mengalami keterbelakangan dalam Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ).

KOMPAS.com/BAHARUDIN AL FARISI
Anak bos toko roti di Cakung, George Sugama Halim (34), dihadirkan dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Timur terkait kasus penganiayaan terhadap pegawai berinisial D, Senin (16/12/2024). 

TRIBUNBENGKULU.COM - Manajemen Toko Roti Lindayes akhirnya buka suara terkait kasus George Sugama, anak bos toko roti yang menganiaya pegawai hingga kepalanya bocor pada Senin (16/12/2024).

Menurut manajemen, George Sugama Halim, anak pemilik toko, mengalami keterbelakangan dalam Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ).

"Beliau merupakan anak pemilik namun memiliki keterbelakangan kecerdasan IQ dan EQ yang sudah pernah di tes," demikian bunyi keterangan tersebut. 

Kondisi ini diduga berkontribusi pada ketidakstabilan emosional George Sugama Halim, yang kerap melakukan kekerasan terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk pegawai, orangtua, dan saudara.

"Memang, bahkan bukan hanya terjadi kepada saudari (karyawan berinisial D), melainkan juga kepada pemilik (orangtua) dan saudaranya," tambah manajemen.

Akibat penganiayaan yang dilakukan oleh George, ibunya mengalami patah tulang dan luka di kepala. 

"Pemilik wanita pernah mengalami patah tulang lengan dan memar akibat dibanting oleh pelaku. 

Adik laki-laki pelaku juga pernah mengalami luka di kepala yang juga dialami pegawai berinisial D," lanjut keterangan tersebut.

Meskipun mengalami penganiayaan, orangtua George Sugama Halim tidak melaporkan kejadian tersebut kepada kepolisian. 

"Namun, sulit bagi seorang ibu, sejelek-jeleknya anaknya untuk diproses hukum karena kasih sayang seorang ibu, walaupun ia yang menjadi korban sekali pun," pungkas manajemen. 

Sebelumnya, George Sugama Halim (35) telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap pegawai berinisial D.

"Menetapkan saudara GSH sebagai tersangka," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Polda Metro Jaya, Senin (16/12/2024). 

George ditangkap di sebuah kamar hotel di wilayah Sukabumi, Jawa Barat, pada Minggu (15/12/2024) malam. 

Dalam video penangkapan yang diterima oleh Kompas.com, Aiptu Zakaria alias Jacklyn Chopper bersama anggota kepolisian lainnya mendatangi kamar hotel tersebut.

Setelah pintu dibuka, pihak kepolisian memasuki kamar yang di dalamnya terdapat George bersama seorang pria. 

Saat ditangkap, George tampak sedang duduk di atas kasur sambil menonton televisi, sementara pria lain yang bersamanya terlihat berjongkok tak jauh dari pelaku.

Melihat kehadiran polisi, George tampak menggaruk-garuk tangan kanannya berulang kali. “Sudah paham ya, George? Sudah paham? Masalahnya sudah paham?” tanya Jacklyn sambil menyentuh lengan kiri George.

George hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban.

George tidak menunjukkan perlawanan saat ditangkap dan langsung dibawa oleh polisi tanpa borgol atau ikatan di tangannya.

Kasus penganiayaan yang dilakukan George terhadap D kemudian viral di media sosial, dengan video yang menunjukkan korban dihantam dengan kursi dan benda lainnya sehingga terluka di kepala.

Polisi menyebut bahwa George Sugama Halim menganiaya pegawai toko roti karena korban menolak untuk mengantarkan makanan ke kamar pribadi pelaku.

Tanggapan pakar hukum pidana

Terkait klarifikasi yang diurai keluarga pelaku, Pakar Hukum Pidana, Herry Firmansyah mengurai tanggapan.

Menurut Herry, alibi yang disampaikan keluarga pelaku soal keterbelakangan kecerdasan pelaku adalah cuma untuk mencari-cari alasan.

Tujuannya adalah agar kasus hukum yang menjerat George Sugama Halim bisa dihapuskan sebab pelakunya mengidap keterbelakangan.

"Kalau dalam format hukum pidana, ini akan diarahkan pada alasan menghapus pidana. Kan ada alasan pembenar dan pemaaf. Perbuatannya ada tapi enggak bisa dipidana ini orang karena ada gangguan mental. Agar fair, di ujungnya bisa diketahui benar atau tidak, maka perlu dilakukan serangkaian tes," ungkap Herry Firmansyah dalam tayangan youtube tv one news, Selasa (17/12/2024).

Lagipula diungkap Herry, aksi penganiayaan yang dilakukan George nyata adanya.

Jika pelaku memang memiliki gangguan emosi, kenapa tidak ada tindakan penanganan ahli atas keterbelakangan tersebut.

Sebab menurut Herry, penganiayaan yang dilakukan pelaku sudah mengancam nyawa orang lain.

Bahkan kata keluarganya sendiri George sudah beberapa kali melakukan kekerasan.

"Itu sudah sangat jelas terang benderang adanya penganiayaan pelaku terhadap korban. Saya rasa tidak perlu ada keterangan ahli untuk menaikkan kasus ini. Sekarang dia menggunakan alasan adanya keterbelakangan mental atau emosional yang tidak stabil. Ini harus berkaitan dengan fakta di kehidupan nyatanya apakah benar terjadi atau dicari-cari masalah ketika perkara ini sudah naik ke proses sidik," ujar Herry.

"Bahwa itu sudah terjadi berulang kali seharusnya kan ada tindakan preventif (pencegahan). Apalagi kalau kita mendengar dari alasan yang muncul belakangan, itu sudah membahayakan nyawa orang bukan hanya menganiaya, tapi bisa saja menghilangkan nyawa seseorang. Apakah hal seperti ini harus ditoleransi dengan mengatakan dia memiliki masalah keterbelakangan," sambungnya.

Dalam tanggapannya itu, Herry juga heran dengan klarifikasi yang dibuat keluarga pelaku.

Menurut Herry, klarifikasi tersebut justru akan menimbulkan masalah baru lantaran cuma fokus pada sosok pelaku saja, bukan simpati kepada korban.

"Saya bingung apakah ini permintaan maaf, bentuk sikap empati apa yang terjadi pada korban atau malah surat yang dilabeli untuk pembelaan diri." 

"Seakan-akan bukan hanya anda yang jadi korban bahkan pihak keluarga jadi korban. Menurut saya hal ini menjadi titik lemah dari pernyataan itu, yang tidak mendasarkan pada kepentingan korban, tapi untuk pembelaan diri," kata Herry.

Adapun terkait dengan cerita keluarga soal pelaku punya keterbelakangan, hal itu harus diselidiki lebih dalam oleh kepolisian.

Polisi harus memeriksa secara utuh soal kebenaran hal tersebut.

"Perlu tes secara scientific agar ini tidak debat kusir, apakah dia terkualifikasi. Bisa dari psikolog yang melakukan tes ke pelaku." 

"Kalau sampai ada perdebatan di ranah publik, bisa saja tidak hanya satu tes pembanding lainnya."

"Kalau memang benar terpenuhi, ini fakta yang tidak bisa kita hilangkan, kalau ini dihentikan perkaranya, ini harus dikeluarkan produk hukum yang namanya surat perintah penghentian penyidikan," imbuh Herry.

Namun perihal kasus, Herry menyebut George sudah secara sah bisa dijerat pidana karena bukti telah mendapatkan dua bukti.

"Dalam sebuah proses penegakan hukum pastinya akan proses lidik dan sidik, akan dilihat pemenuhan 2 alat bukti," jelasnya.

"Dalam hal ini, bukti dari rekaman sudah bisa digunakan alat bukti yang sah. Kedua, saya enggak tahu siapa yang rekam, itu bisa dibuat konfirmasi terkait peristiwa pidana yang dia lihat. Ini sudah memperkuat minimal dua alat bukti."

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved