Pencemaran Lingkungan di Bengkulu Utara
DLH Bengkulu Utara Komentari Rapat Dengar Pendapat Terkait Limbah PT BBS yang Berujung Ricuh
DLH Bengkulu Utara komentari hearing DPRD soal limbah PT BBS yang sempat memanas, perusahaan sudah tindak lanjuti temuan.
Penulis: Bima Kurniawan | Editor: Ricky Jenihansen
Laporan Reporter TribunBengkulu.com, M. Bima Kurniawan
TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU UTARA - Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bengkulu Utara, Parpen Siregar, ikut mengomentari kericuhan saat Rapat Dengar Pendapat yang membahas hasil uji laboratorium limbah PT BBS pada Senin (25/8/2025).
Sebelumnya, dari hasil uji laboratorium diketahui bahwa dari tiga sampel limbah PT BBS yang diperiksa, satu di antaranya terindikasi melebihi ambang batas maksimum baku mutu air.
Temuan itu kemudian ditindaklanjuti Komisi III DPRD Bengkulu Utara dengan menggelar hearing pada Senin (25/8/2025) sekitar pukul 10.00 WIB.
Rapat berlangsung di ruang lantai I Sekretariat DPRD Bengkulu Utara dan dihadiri pihak PT BBS, kepala desa, serta dinas terkait.
Parpen menjelaskan bahwa perusahaan telah melakukan tindak lanjut atas temuan tersebut.
“Tindak lanjutnya, yang pertama kolam yang diduga merembes genangan itu sudah mereka selesaikan,” ujar Parpen.
Ia menambahkan, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) perusahaan juga telah dioptimalkan, serta infrastruktur land application untuk limbah sudah disiapkan.
“Instalasi IPAL-nya sudah mereka optimalkan, dan juga untuk sarana infrastruktur land application sudah mereka siapkan,” ungkap Parpen.
Menurutnya, tindak lanjut itu sudah dilaporkan kepada Bupati Bengkulu Utara, DPRD, DLHK Provinsi Bengkulu, serta pihak perusahaan.
Baca juga: Momen Rapat Dengar Pendapat DPRD Bengkulu Utara soal Limbah PT BBS Ricuh, Gebrak Pukul Meja
“Sejauh ini kewenangan kami melakukan pemantauan, dan hasilnya sudah kami sampaikan kepada pimpinan, DLHK provinsi, dan perusahaan,” jelas Parpen.
Namun, dalam hearing tersebut juga terungkap bahwa perusahaan tidak melibatkan desa dalam proses penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), padahal hal itu merupakan aturan yang berlaku.
“Ya sepatutnya pada saat pelingkupan itu pemrakarsa harus cermat melakukan pelingkupan di daerah penyanggahnya itu,” tegas Parpen.
Diketahui, perusahaan memiliki empat desa penyanggah di sekitar kawasan pabrik kelapa sawit (PKS), yakni Desa Sido Mukti, Talang Tua, Marga Jaya, dan Tanah Tinggi.
“Tidak semua kades tidak terlibat, kades Sido Mukti terlibat dan pelaksanaan konsultasi publik itu dilakukan di desa itu,” terang Parpen.
Sayangnya, pihak perusahaan tidak membawa dokumen amdal dalam hearing tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.