Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Jiafni Rismawarni
TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh remaja putri berinisial NR (18) terhadap ibu kandungnya di Kota Bengkulu memunculkan keprihatinan dari kalangan psikolog forensik.
NR diketahui menghabisi nyawa ibunya menggunakan ulekan cobek dan pisau dapur saat korban sedang salat zuhur di rumah mereka pada Sabtu (2/8/2025).
Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Wilayah Bengkulu, Ainul Mardianti, menilai tindakan NR tidak bisa hanya dilihat dari sisi hukum, tetapi perlu dikaji secara menyeluruh, termasuk kemungkinan adanya gangguan jiwa dan tekanan sosial yang dialami pelaku.
Ia menegaskan bahwa kasus ini harus dipahami secara utuh, terutama dari sisi psikologis pelaku.
"Saya sudah mendengar bahwa anak tersebut adalah salah satu pasien dari rumah sakit jiwa, dari keterangan berita yang beredar. Kalau demikian maka anak tersebut mengalami konflik emosional yang berkepanjangan," kata Ainul, Kamis (7/8/2025).
Ainul menjelaskan bahwa merawat pasien dengan gangguan jiwa tidak cukup hanya dengan pengobatan di rumah sakit. Setelah dinyatakan pulang dan menjalani rawat jalan, pasien tetap membutuhkan pengawasan ketat dari keluarga serta lingkungan sekitar.
"Untuk merawat pasien jiwa itu tidak semudah yang kita bayangkan. Sudah selesai pulang dan dibiarkan begitu saja. Harusnya ada pemantauan lebih teliti dari pihak keluarga setelah pulang," jelasnya.
Menurutnya, jika benar pelaku mengalami gangguan jiwa, maka tindakan pembunuhan tersebut bukan merupakan bentuk kesadaran penuh, melainkan reaksi dari kondisi psikologis yang tidak stabil.
"Kalau anak ini sehat, dia tidak akan punya niat untuk membunuh. Dia membunuh karena mengalami halusinasi. Dia merasa ada suara-suara yang menyuruh, ada objek yang tidak nyata. Itu semua bentuk gangguan yang membuat tindakan menjadi spontan tanpa rencana," tukasnya.
Ainul juga menyebut adanya informasi bahwa NR pernah menjadi korban bullying, serta mengalami penghinaan dan tekanan sosial. Namun, untuk memastikan hal itu, masih dibutuhkan penelusuran informasi lebih lanjut.
"Dari situ, kita ketahui bahwa anak ini korban. Korban dari situasi sosial dan kemungkinan pola pengasuhan. Bisa jadi juga ada trauma masa kecil, kita belum tahu pasti, tapi ini semua harus diselidiki secara utuh," ujarnya.
Ia menekankan bahwa masyarakat tidak seharusnya langsung menghakimi pelaku.
Ainul mengajak semua pihak untuk membuka cara pandang dan menyadari bahwa remaja seperti NR justru membutuhkan bantuan dan perlindungan, bukan hanya sanksi hukum.
"Kalau benar anak ini pasien rumah sakit jiwa, maka artinya ada masalah dalam perkembangan dirinya. Maka perlu pertolongan dari kita semua, bukan hanya hukuman," tutupnya.
Baca juga: Curhat Pilu Ujang, Ayah Remaja Putri yang Bunuh Ibu Kandung di Bengkulu: Mandi Sambil Nangis