Heboh Larangan Obat Sirup
Dinkes Kepahiang Tunggu Surat Resmi dari Kemenkes RI Terkait Larangan Obat Sirup
Dinkes Kepahiang, saat ini masih menunggu surat resmi dari pihak Kemenkes RI, untuk memberitahukan kepada Apotek se-Kabupaten Kepahiang.
Penulis: Muhammad Panji Destama Nurhadi | Editor: Hendrik Budiman
Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama
TRIBUNBENGKULU.COM, KEPAHIANG - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kepahiang, saat ini masih menunggu surat resmi dari pihak Kemenkes RI, untuk memberitahukan kepada Apotek se-Kabupaten Kepahiang.
Hal itu lantaran Kemenkes RI menerbitkan surat edaran untuk tidak membeli obat sirup di Apotek sementara waktu.
"Meski belum menerima surat secara resmi, kami tetap menanggapi serius persoalan Gangguan Ginjal Akut Atipikal Progresif (GgGAPA)," ungkap Kepala Dinas Kesehatan Kepahiang, Tadjri Fauzan saat diwawancarai oleh Tribunbengkulu.com, pada Rabu (19/10/2022).
Pihaknya juga sudah mendapatkan informasi persoalan GgGAPA ini, ia juga mengharapkan kita semua harus waspada terkait persoalan ini.
Baca juga: Apotek di Bengkulu Tengah Stop Penjualan Obat Sirup Setelah ada Instruksi Kemenkes
Baik dari masyarakat, Puskesmas, Rumah Sakit ataupun pelayanan kesehatan yang lainnya, untuk benar-benar memperhatikan persoalan ini.
Pihaknya juga meminta pelayanan kesehatan di Kabupaten Kepahiang, baik tenaga kesehatan ataupun tempat pelayanan kesehatan untuk menghentikan peresapan obat sirup.
Dalam hal ini yang dimaksud obat sirup yang diduga terkontaminasi etilen glikol atau dietilen glikol sesuai hasil investigasi dari Kemenkes dan BPOM.
"Kalau memang memerlukan obat sirup khusus, seperti obat anti epilepsi, atau lainnya, yang tidak dapat diganti dengan yang lain, konsultasikan dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak.
Baca juga: Begini Respon Apotek di Kota Bengkulu soal Larangan Obat Sirup Instruksi Kemenkes RI
Bila sangat diperlukan, tenaga kesehatan dapat meresepkan obat pengganti yang tidak terdapat dalam daftar dugaan obat terkontaminasi atau dengan jenis yang lain seperti suppositoria atau dapat mengganti dengan obat puyer (racikan) dalam bentuk monoterapi," jelasnya.
Peresepan obat puyer monoterapi sendiri hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan pembuatan, dan tata cara pemberian.
Tenaga kesehatan juga diminta untuk melakukan pemantauan secara ketat terhadap tanda awal baik di rawat inap maupun di rawat jalan.
"Rumah sakit meningkatkan kewaspadaan deteksi dini GgGAPA dan secara kolaboratif mempersiapkan penanganan kasus GgGAPA," katanya.
Unuk saat ini pihaknya belum mendapatkan kabar atapun kasus GgGAPA di Kabupaten Kepahiang, ia berharap kasus itu tak masuk ke Kabupaten Kepahiang ataupun Provinsi Bengkulu.
Apotek di Kepahiang Tunggu Pemberitahuan Dinkes
Heboh larangan obat sirup setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menginstruksikan semua apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas ataupun obat bebas terbatas dalam bentuk cair.
Hal itu dilakukan karena merebaknya kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif tipikal yang menyerang anak-anak, umumnya balita.
Terkait heboh larangan obat sirup, salah satu Apotek Carni Sehat di Kabupaten Kepahiang mengaku belum menerima atau mendapatkan surat edaran tersebut.
"Pihak kami belum dapat pemberitahuan terkait surat edaran tersebut, sementara ini penjualan masih normal. Untuk obat anak-anak didominasi berbentuk cair," ungkap Jefri (29) penanggung jawab apotek, saat diwawancara TribunBengkulu.com, pada Rabu (19/10/2022).
Baca juga: Heboh Larangan Obat Sirup, Dinkes Provinsi Bengkulu Segera Tindaklanjuti Intruksi Kemenkes
Selain belum menerima surat edaran dari pihak Dinas Kesehatan terkait pemberhentian penjualan obat sirup sementara itu, mereka juga belum menerima pemberitahuan secara lisan.
Mereka juga belum mendapatkan sosialisasi terkait persoalan tersebut dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kepahiang.
"Kalau ada surat edaran dari Dinkes Kabupaten Kepahiang, terkait penjualan obat sirup atau obat lainnya, kami lihat dulu apa pentunjuknya. Kami baru tahu informasi surat edaran Kemenkes RI dari Google," bebernya.
Dilansir dari Kompas.com, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menginstruksikan semua apotek agar tidak menjual obat bebas ataupun obat bebas terbatas dalam bentuk cair untuk sementara waktu.
Instruksi ini menyusul merebaknya kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal yang menyerang anak-anak, umumnya balita.
Instruksi itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.
"Seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk syrup kepada masyarakat sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis instruksi tersebut, dikutip Kompas.com, Rabu (19/10/2022).
Instruksi yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami itu juga meminta agar para nakes tidak meresepkan obat dalam bentuk cair untuk sementara waktu.
"Tenaga Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bebernya.
Sementara itu, apabila sudah ditemukan gangguan ginjal akut pada anak, fasyankes harus merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis (cuci darah) anak.
Rujukan perlu dilakukan bila fasyankes tidak memiliki fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
"Penatalaksanaan pasien oleh rumah sakit mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Atipikal Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan," tulis instruksi.
Di sisi lain, fasyankes bersama dinas kesehatan (dinkes) setempat perlu memberikan edukasi agar orangtua lebih waspada, utamanya jika memiliki anak dengan usia di bawah 6 tahun yang memiliki gejala gangguan ginjal.
Gejala yang perlu diwaspadai adalah penurunan volume atau frekuensi urine maupun tidak ada urine, dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain.
Jika ditemukan gejala tersebut, segera menuju ke klinik, rumah sakit, ataupun fasilitas kesehatan lain terdekat.
Tidak konsumsi obat bebas sementara waktu
Selain itu, untuk pencegahan, orangtua yang memiliki anak terutama usia balita untuk sementara tidak mengonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.
"Perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah lebih mengedepankan tata laksana non farmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis," jelas instruksi.
Sebagai informasi, berdasarkan data IDAI, terdapat 192 kasus gangguan ginjal akut misterius di 20 provinsi hingga Selasa (18/10/2022). Data ini berasal dari cabang IDAI yang dia terima dan merupakan kasus kumulatif sejak Januari 2022.
Perinciannya, 2 kasus pada Januari, 2 kasus di bulan Maret, 6 kasus pada bulan Mei, 3 kasus pada Juni, 9 kasus di bulan Juli, 37 kasus di bulan Agustus, dan 81 kasus di bulan September.
Menurut sebarannya, kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) paling banyak tersebar di DKI Jakarta dengan total mencapai 50 kasus.
Diikuti Jawa Barat sebanyak 24 kasus, Jawa Timur 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, dan Bali 17 kasus, sedangkan provinsi lainnya berkisar antara 1-2 kasus.
Penderita masih didominasi oleh bayi di bawah usia lima tahun (balita).
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Kadinkes-Kabupaten-Kepahiang-Tadjri-Fauzan.jpg)