OTT KPK di Basarnas

Bantah Penetapan Tersangka Tidak Sesuai Prosedur, Ketua KPK Sebut Sudah Libatkan TNI Sejak Awal

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membantah jika pihaknya melakukan pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka.

Capture Instagram
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membantah jika pihaknya melakukan pelanggaran prosedur dalam penetapam tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Sabtu (29/7/2023). 

TRIBUNBENGKULU.COM - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri membantah jika pihaknya melakukan pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

Menurut Firli, seluruh rangkaian kegiatan oleh KPK dalam kegiatan operasi tangkap tangan, penyelidikan, penyidikan hingga penetapan para pelaku sebagai tersangka telah sesuai prosedur hukum dan mekanisme yang berlaku.

"Semuanya sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang berlaku,” kata Firli dalam keterangan tertulis kepada wartawan seperti dilansir dari Kompas.com, Sabtu (29/7/2023).

Diketahui, KPK menetapkan Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka setelah menangkap tangan bawahannya, Letkol (Adm) TNI Afri Budi Cahyanto pada Kamis (27/7/2023) lalu.

Kegiatan Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK pada Selasa (25/7/2023) di Basarnas tersebut berhasil mengamankan 11 orang beserta barang bukti transaksi dugaan suap berupa uang tunai senilai Rp 999,7 juta.

Kemudian, KPK melakukan penyelidikan dan pendalaman untuk menemukan peristiwa pidananya, akhirnya ditemukan terdapat bukti permulaan yang cukup.

“Maka KPK kemudian menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan para pihak atas perbuatannya sebagai tersangka,” ujar Firli Bahuri.

Lebih lanjut, menurut Firli, setelah dilakukan OTT, kasus dugaan tindak pidana tersebut harus segera ditentukan dan ditetapkan sebagai peristiwa tindak pidana korupsi dalam waktu 1x24 jam.

Meski begitu Firli mengakui bahwa pihaknya memahami bahwa TNI juga memiliki mekanisme peradilan militer tersendiri.

Oleh sebab itu, KPK telah melibatkan pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI dalam proses gelar perkara.

“KPK telah melibatkan POM TNI sejak awal, untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait,” katanya menegaskan.

Ia pun menekankan bahwa kewenangan KPK dalam mengkoordinasikan proses hukum tersebut sesuai ketentuan Pasal 42 Undang-Undang KPK dan Pasal 89 KUHP.

Bunyi Pasal 42 UU KPK adalah “Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".

Menurut Firli, KPK juga melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau sipil.

“Dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan oknum militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut,” ujar Firli.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved