Berita DPRD Provinsi Bengkulu

Tolak Tapera-Anulir Undang-Undang Omnibus Law, Serikat Buruh di Bengkulu Sambangi Komisi IV DPRD

Sejumlah buruh di Bengkulu menolak Program Tapera. Penolakan ini disampaikan saat hearing bersama DPRD Provinsi Bengkulu, Kamis (20/6/2024).

Penulis: Jiafni Rismawarni | Editor: Yunike Karolina
Jiafni Rismawarni/TribunBengkulu.com
PD FSPPP-SPSI Provinsi Bengkulu saat melakukan hearing di Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Kamis (20/6/2024). Mereka menolak Tapera dan menuntut UU Omnibus Law dianulir. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Jiafni Rismawarni 

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Sejumlah buruh di Bengkulu menolak Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Tapera ini merupakan rencana program pemerintah, memungut biaya 2,5 persen upah dari seluruh pekerja untuk dialokasikan ke Tapera

Selain itu, para pekerja ini juga meminta agar Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dianulir.

Hal ini disampaikan oleh Federasi Serikat Pekerja Pertanian Dan Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPPP-SPSI) Provinsi Bengkulu saat melakukan hearing di Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu, Kamis (20/6/2024).

Ketua PD FSPPP-SPSI Provinsi Bengkulu Septy Periadi mengatakan, saat ini saja sudah banyak potongan yang harus ditanggung oleh para pekerja.

Untuk itu bila nanti, Program Tapera ini direalisasikan maka akan sangat memberatkan para pekerja. 

"BPJS Kesehatan, jaminan pensiun, dan lainnya. Kami total kan itu ada 14,9 persen potongan gaji kami. 7,5 persen itu uang kami. Pemerintah ini ujuk-ujuk buat aturan, kemudian uang-uang kami dibuatkan aturan dikelola oleh pemerintah, terkait dengan perumahan," kata Septy.

Ia menyesalkan akan adanya rencana Tapera, yang diyakini akan sangat memberatkan pekerja.

Di lain sisi juga, besaran Tapera ini juga akan berimbas pada para pengusaha, yang juga dikenakan potongan sebesar 0,5 persen per pekerja. 

Kemudian, tidak sedikit para pekerja yang memiliki rumah dengan sistem menyicil sekian tahun atau Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

"Sementara perumahan ini, sebagian tenaga kerja itu sudah memiliki, terus gimana yang sudah memiliki rumah, apakah harus ikut?

Kemudian untuk pengambilan rumah itu di usia 58 tahun, gimana lagi kami mau membuat rumah," sesal Septy.

Pihaknya menilai bahwa besaran tabungan yang akan termuat dalam Tapera kecil, kalaupun dikumpulkan sampai umur 58 tahun, angkanya juga tidak mencukupi untuk membangun rumah.

"Artinya pemerintah ini kalau sedang dalam keadaan susah ya janganlah kami disusahkan, ini di kelola BP Tapera. Ini sangat memberatkan kami, intinya kami tenaga kerja, pengusaha menolak Tapera," jelasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved