Berita Viral

Kasus Kematian Dini Sera Dikaitkan dengan Kasus Kerangkeng Eks Bupati Langkat, Tersangka Vonis Bebas

Kasus kematian Dini Sera Afrianti dikaitkan dengan kasus kerangkeng manusia mantan Bupati Langkat, Sumatera Utara.

Editor: Rita Lismini
TribunBengkulu/Kompas
Kolase kasus Dini Sera dan eks Bupati Langkat. Kasus Kematian Dini Sera Dikaitkan dengan Kasus Kerangkeng Eks Bupati Langkat, Tersangka Vonis Bebas 

"Dunia memang bukan tempatnya keadilan, keadilan yg sesungguhnya ada di akhirat," timpal netizen.

"Hakimnya cosplay Fir'aun," timpal netizen lainnya.

Eks Bupati Langkat Divonis Bebas

Vonis bebas terhadap mantan Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin, dianggap wujud kegagalan pemerintah dalam melindungi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Terbit divonis bebas dalam kasus kerangkeng manusia oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Stabat, Sumatera Utara, Senin (8/7/2024).

"Tentu saja hal ini sangat memilukan bagi penegakan hak asasi manusia dan keadilan, karena perangkat negara melalui pengadilan telah gagal melindungi korban," kata Tim Advokasi Penegakan Hak Asasi Manusia (TAP-HAM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dalam keterangan pers, seperti dikutip pada Jumat (12/7/2024).

Koordinator KontraS Andi Muhammad Rezaldy mengatakan, mereka menilai sangat ganjil apabila Terbit sebagai aktor intelektual dari perkara TPPO ini justru diputus bebas. Mereka juga menyatakan kecewa terhadap putusan bebas Terbit.

"TAP-HAM mengecam keras putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Stabat yang memvonis vrijspraak sehingga Terbit Rencana Perangin-angin eks bupati Langkat melenggang bebas," ucap Andi.

Kejahatan TPPO itu terungkap saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan terhadap Terbit pada 18 Januari 2022 silam.

Saat penggeledahan ditemukan ruangan kerangkeng dengan jeruji besi di belakang rumah Terbit berisi sejumlah orang.

Setelah diusut, terungkap Terbit adalah pemilik bangunan itu yang mengeksploitasi sejumlah orang buat dipekerjakan paksa di perkebunan sawit miliknya dan tidak dibayar.

Dalam putusan itu, KontraS juga mengkritik majelis hakim yang membebaskan Terbit dari kewajiban membayar biaya restitusi bagi 12 korban atau ahli warisnya.

Padahal dalam berkas tuntutan, jaksa penuntut umum menuntut memasukkan biaya restitusi buat diberikan kepada 12 korban TPPO atau kepada ahli warisnya sebesar Rp 2.377.805.493.

"Kami juga menyayangkan putusan tersebut mengabaikan kondisi korban karena tidak dikabulkannya restitusi oleh hakim," kata Andi.

Menurut Andi, dalam kasus itu korban seharusnya mendapatkan restitusi jika Terbit divonis bersalah.

Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved