Anak Anggota DPR Bunuh Dini Sera

Murka DPR ke Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Pembunuh Dini Sera: Brengsek Hingga Tak Masuk Akal

Pekan lalu, ketika Ronald Tannur divonis bebas, Sahroni telah berkoar-koar bahwa hakim yang membebaskan Ronald itu pasti sakit.

Editor: Hendrik Budiman
HO TribunBengkulu.com/Istimewa
Kolase Ahmad Sahroni (kiri) dan Foto Almarhumah Dini Sera Bersama Ronald Tannur (Kanan). Murka DPR ke Hakim Vonis Bebas Ronald Tannur Pembunuh Dini Sera: Brengsek Hingga Tak Masuk Akal 

Sebab, hakimnya dinilai telah membuat keputusan yang kontroversial.

"Kami minta ketua pengadilan mengkoreksi dan mengevaluasi hakim, khususnya Erintuah Damanik dan tema-teman di PN Surabaya yang mengadili terkait perkara pembunuhan ini," jelasnya.

Koin untuk hakim

Selain itu, lanjut Shobur, pihaknya juga mengumpulkan uang koin saat demonstrasi. Aksi itu sebagai simbolis adanya dugaan permainan antara hakim dengan terdakwa dalam kasus pembunuhan Dini.

"Untuk koin ini kami menganggap ada indikasi permainan di dalam. Kita punyanya uang koin untuk dipasrahkan, siapa tahu bisa mengubah hati nuraninya seorang hakim yang memutus perkara ini," ujarnya.

Sederet Kejanggalan di Persidangan

Kuasa hukum keluarga almarhumah Dini Sera Afrianti, Dimas Yemahura Alfarauq bongkar sederet kejanggalan sebelum vonis bebas saat persidangan dengan terdakwa Ronald Tannur.

Menurutnya, banyak kejanggalan sikap hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang menyidang dan memutus perkara itu.

Sebagai informasi dalam perkara ini, terdakwa Ronald Tannur (31) divonis bebas oleh hakim PN Surabaya dalam perkara penganiayaan yang menewaskan pacarnya sendiri, Dini Sera Afriyanti (29).

“Cukup banyak catatan di persidangan yang sudah kami catat. Salah satunya tentang perilaku dan etika hakim saat melakukan pemeriksaan persidangan,” kata Dimas dalam diskusi daring Polemik bertajuk ‘Ronald Tannur Bebas Quo Vadis Hukum Kita?’ pada Sabtu (27/7/2024).

Sejumlah kejanggalan sikap dan etika hakim yang dicatat kuasa hukum keluarga korban, diantaranya kental sikap intervensif terhadap saksi dan enggan memeriksa secara komprehensif alat bukti yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU).

Di mana hakim kerap mengintervensi keterangan dari saksi ahli, yakni ahli forensik yang dihadirkan jaksa.

Hal serupa juga ditunjukkan hakim ketika jaksa mengajukan saksi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) guna menguatkan dalil tuntutan.

Namun hakim PN Surabaya justru menyebut LPSK tidak diperlukan kehadiran dan keterangannya dalam persidangan.

Bahkan hakim yang mengadili perkara juga berujar bahwa belum tentu terdakwa merupakan pelaku pembunuhannya.

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved