Penetapan Pahlawan Nasional

500 Aktivis Menolak Keras Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Ingatkan Maraknya Korupsi dan Nepotisme 

Penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mendapat penolakan keras dari 500 aktivis sekaligus, alasannya karena dinilai tak pantas.

Editor: Rita Lismini
Public domain
PRESIDEN SOEHARTO - Foto Presiden Soeharto yang mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional di Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025, Istana Negara, (10/11/2025). Kini pemberian gelar tersebut justru mendapat kecaman dari berbagai pihak alias penolakan. 

Ringkasan Berita:
  • Presiden Soeharto resmi mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional 
  • Pemberian gelar Soeharto sebagai Pahlawan Nasional mendapat penolak keras dari berbagai pihak 
  • Alasan penolakan Soeharto sebagai Pahlawan nasional lantaran maraknya soal korupsi dan nepotisme di era kepemimpinannya 

 

TRIBUNBENGKULU.COM - Presiden Soeharto yang mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional rupanya mendapat penolakan yang keras dari berbagai pihak. 

Alasan utama penolakan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah kala itu alias era kepemimpinan Soeharto maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme. 

Sebagai informasi Kolusi adalah kerja sama rahasia atau permufakatan melawan hukum untuk mendapatkan keuntungan tidak terpuji, sedangkan nepotisme adalah kecenderungan menguntungkan keluarga atau kroni dengan memberikan jabatan atau posisi tanpa mengindahkan kompetensi. 

Kedua praktik ini termasuk dalam Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang merugikan kepentingan masyarakat dan negara. 

Karena alasan utama itulah Soeharto ditolak mentah-mentah sebagai Pahlawan Nasional. 

"Ini bukanlah presiden (Soeharto) yang baik serta dapat menyebabkan adanya pembelokan sejarah yang dilakukan secara nyata," ujar Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), M Praswad Nugraha.

Menurut Praswad, pemerintah seharusnya belajar dari sejarah dan membaca penolakan masif yang selama ini muncul terkait usulan gelar pahlawan bagi Soeharto.

"Tindakan para oknum di pemerintahan yang berupaya menyenangkan presiden tanpa memberikan pertimbangan resiko kekecewaan publik menjadi persoalan yang berpotensi melahirkan kebijakan yang koruptif dan tidak partisipatif," katanya.

Disisi lain, KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus juga secara tegas menolak rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

“Saya ini orang yang paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” ujar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu, dikutip dari NU Online.

Penolakan Gus Mus bukan tanpa alasan.

Ia mengungkapkan bahwa selama masa Orde Baru, banyak ulama pesantren dan warga Nahdlatul Ulama (NU) mengalami perlakuan tidak adil.

“Banyak kiai yang dimasukin sumur, papan nama NU tidak boleh dipasang, yang suruh pasang malah dirobohin oleh bupati-bupati. Adik saya sendiri, Kiai Adib Bisri, akhirnya keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” ungkap Gus Mus di kediamannya di Leteh, Rembang, Jawa Tengah.

Ia juga mengenang bagaimana Kiai Sahal Mahfudh pernah didatangi pengurus Golkar Jawa Tengah yang memintanya menjadi penasihat partai.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved