Pembunuhan Satu Keluarga di PPU Kaltim

Ahli Psikologi Forensik Soroti Pernyataan Kapolres Kasus Siswa SMK Habisi Satu Keluarga di Kaltim

Ahli Psikologi Forensik Narasi Pengaruh Alkohol Berpotensi Gugurkan pasal pembunuhan berencana Siswa SMK Bunuh Satu Keluarga di Kaltim

Editor: Hendrik Budiman
HO TribunBengkulu.com/Istimewa
Kolase Foto Korban Semasa Hidup (Kiri) dan Foto Pelaku JND (Kanan). Ahli Psikologi Forensik Soroti Pernyataan Kapolres Kasus Siswa SMK Habisi Satu Keluarga di Kaltim 

TRIBUNBENGKULU.COM - Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel meminta polisi hati-hati menangani kasus siswa SMK menghabisi nyawa lima orang satu keluarga di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.

Diberitakan sebelumnya, Polisi menjerat JND, siswa SMK itu dengan pasal pembunuhan berencana.

Menanggapi hal ini, Reza Indragiri mengatakan pernyataan Kapolres tersebut malah menciptakan loopholes atau celah hukum.

Pasalnya, siswa SMK pelaku pembunuhan tersebut dalam pengaruh alkohol saat beraksi.

"Jadi sebelum kejadian ini dia minum-minuman keras bersama temannya, kemudian pulang setengah 12 malam, diantar sama temannya.Begitu sampai di rumah muncullah niat itu (membunuh)," kata Kapolres PPU AKBP Supriyanto saat menggelar jumpa pers terkait kasus pembunuhan satu keluarga yang menghebohkan warga Penajam.

Menurut Reza, narasi pengaruh alkohol berpotensi menggugurkan pasal pembunuhan berencana yang menjerat pelaku.

"Karena, jika pelaku membabi buta dalam keadaan mabuk, maka tidak tertutup kemungkinan dia tidak tepat dikenakan pasal pembunuhan berencana.

Malah mungkin penganiayaan berat," kata Reza Indragiri, dilansir dari Tribunkaltim.

"Bahkan bukan pula penganiayaan berencana; logikanya, orang dalam keadaan mabuk tidak bisa membuat rencana.

Perilakunya cenderung menjadi impulsif," tambahnya.

Reza mengaku setelah membaca kronologis peristiwa dan rangkaian perbuatan pelaku di TKP, tidak mencerminkan orang dalam kondisi mabuk.

Baca juga: Skenario Siswa SMK Bunuh Satu Keluarga di Kaltim, Ganti Baju-Lapor RT Lihat Korban Dihabisi 10 Orang

"Sisi lain, kejadian mengerikan ini mengingatkan kita bahwa UU Sistem Peradilan Pidana Anak memang harus direvisi," ujarnya.

Kata Reza, UU itu memuat pasal-pasal yang meringankan posisi anak pelaku pidana.

"Anggaplah itu cerminan jiwa humanis hukum terhadap anak-anak," kata dia.

"Tapi UU SPPA tidak membuat pengecualian terhadap anak-anak yang tindak pidananya luar biasa biadab. Karena itulah, bagi saya, ketika anak sudah mendekati usia dewasa, apalagi jika perbuatannya sedemikian keji, maka justru UU SPPA perlu memuat pasal-pasal pemberatan atau--setidaknya--pengecualian agar pelaku memperoleh ganjaran lebih setimpal," kata Reza.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved