Kakak Perkosa Adik Kandung

Khilaf Berujung Ketagihan, Pengakuan Kakak Pelaku Inses di Rejang Lebong

Pengakuan KH (21), kakak pelaku inses atau persetubuhan dengan adik kandung sendiri di Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.

Penulis: M Rizki Wahyudi | Editor: Yunike Karolina
M Rizki Wahyudi/TribunBengkulu.com
KH (21), kakak pelaku inses di Rejang Lebong tertunduk lesu karena harus berurusan dengan hukum akibat perbuatan asusilanya. 

Polisi sudah mengamankan pelaku inisial KH (21) warga Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong, yang merupakan kakak kandung korban persetubuhan.

Aksi asusila KH terhadap sang adik yang masih di bawah umur sudah berlangsung sejak tahun 2021.

Kasus yang semula berawal dari pemerkosaan dengan ancaman itu diduga telah berubah arah.

Korban yang merupakan adik kandung dari pelaku itu diduga telah merasa "nyaman" akan hubungan terlarang itu.

Hal ini diduga kuat akibat kurangnya pengetahuan baik pendidikan serta agama juga akibat pembiaran hingga upaya penekanan dari orangtuanya.

Dari aksi bejatnya itu, korban telah tiga kali hamil dengan dua kali keguguran dan satu kali hingga melahirkan.

Mirisnya lagi, orangtua mereka mengetahui adanya kejadian itu namun memilih untuk mencegah korban melapor.

Sempat mencuat ke permukaan pada tahun 2022 lalu, namun mereka malah melaporkan mantan pacar dari korban atas dugaan pemerkosaan.

Untungnya polisi saat melakukan penyelidikan itu mendapati kejanggalan sehingga kasusnya dihentikan dan laporan korban dicabut.

Sehingga diduga ada peran orangtuanya dalam menutup rapat kasus ini sehingga dari tahun 2021 lalu baru terbongkar pada tahun 2024 ini.

Praktisi dan Pengamat Hukum dari Universitas Bengkulu, Zico Junius Fernando mengatakan kasus pemerkosaan dalam keluarga yang disertai upaya penutupan oleh orang tua seperti yang terjadi di Rejang Lebong menghadirkan tantangan hukum yang kompleks di Indonesia.

Dalam kasus ini, pelaku inses dapat dijerat dengan Pasal 285 KUHP yang menjelaskan tentang pemerkosaan dengan ancaman hukuman maksimal dua belas tahun penjara.

Jika korban merupakan anak di bawah umur, Pasal 81 dan Pasal 82 UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak memperberat sanksi bagi pelaku. Yakni dengan ancaman hukuman maksimal lima belas tahun penjara.

Lebih lanjut kriminolog itu mengatakan, orangtua yang mengetahui namun memilih untuk menutup-nutupi kejahatan ini dapat dipertimbangkan sebagai pelaku pembantu kejahatan.

Hal itu sesuai dengan Pasal 55 dan 56 KUHP yang mengatur tentang pembantu dalam melakukan kejahatan. Dimana mereka dapat dikenakan hukuman penurunan satu tingkat dari pelaku utama.

Halaman
1234
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved