Tolak RUU Penyiaran

IJTI Bengkulu Tolak Keras Pasal Kontroversial RUU Penyiaran: Tugas Pers Kontrol Sosial

Ramai-ramai tolak Rancangan Undang-Undang Penyiaran atau RUU Penyiaran yang tengah dibahas di DPR RI.

Penulis: Romi Juniandra | Editor: Yunike Karolina
HO Hery Supandi
Wakil Ketua IJTI Bengkulu Hery Supandi. IJTI menolak keras pasal kontroversial di RUU Penyiaran. 

"Ini jelas menjadi ancaman, bagi kebebasan pers, dan juga bagi jurnalis itu sendiri," kata Dwi kepada TribunBengkulu.com, Kamis (23/5/2024).

Pasal lain yang juga jadi sorotan adalah Pasal 8A Ayat (1) huruf q, yang pada intinya menyatakan sengketa pers diselesaikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Pasal ini juga tersambung ke Pasal 51E, dimana sengketa pers akibat putusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan.

"Ini lucu, dan mendiskreditkan kebebasan pers. Selama ini sengketa pers diselesaikan melalui Dewan Pers, bekerjasama dengan instansi terkait seperti kepolisian dan instansi lainnya. Ada hak jawab, hak koreksi, dan lainnya sudah diatur," ujar Dwi.

Pasal 8A Ayat (1) huruf q ini juga dinilai menimbulkan dualisme wewenang, antara KPI dan Dewan Pers.

KPI, kata Dwi, seharusnya tetap berada di fungsi awal, mengawasi tayangan yang menimbulkan kegaduhan, tayangan yang melanggar etika, serta tugas lainnya.

Sementara, sengketa pers dalam jurnalistik, harus tetap diserahkan kepada Dewan Pers, seperti yang sudah dilakukan sebelum-sebelumnya.

Dwi mengatakan saat ini semua pihak harus mencermati dan mengkritisi pasal-pasal kontroversial ini, agar tidak lolos menjadi sebuah UU yang mendiskreditkan pers.

"Kita setuju jika ada perubahan melalui RUU Penyiaran ini, namun pasal-pasal kontroversial ini harus kita kritisi," ungkap Dwi.

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved