Santri di Kepahiang Dilecehkan

Pembacaan Eksepsi Kasus Oknum Ketua Ponpes di Kepahiang Lecehkan Santri, PH Bantah Dakwaan Jaksa

Penasehat Hukum Ketua Yayasan Pondok Pesantren di Kepahiang, membantah dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Kepahiang.

Panji Destama/ Tribunbengkulu.com
Terdakwa SA dikawal oleh 2 orang anggota polisi ke mobil tahanan Kejari Kepahiang, usai sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Kepahiang, pada Rabu (1/3/2023) siang. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama

TRIBUNBENGKULU.COM, KEPAHIANG - Dalam sidang kasus dugaan pelecehan yang dilakukan mantan ketua yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) di Kepahiang, berlanjut ke agenda pembacaan eksepsi atau bantahan penasehat hukum terdakwa atas dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Sidang lanjutan ini, digelar tertutup di Pengadilan Negeri Kepahiang, pada Rabu (1/3/2023) siang.

Dalam persidangan tersebut penasehat hukum terdakwa SA, Dede Frestien menyebutkan beberapa bantahannya atas dakwaan jaksa. 

"Dalam dakwaan tersebut, kami mengacu kepada berkas perkara, adanya barang bukti yang disita tanpa didahului izin penyitaan yang dikeluarkan oleh pengadilan negeri Kepahiang, ada 3 barang bukti yang disita," ungkapnya usai persidangan tadi, pada Rabu (1/3/2023). 

Baca juga: Kasus Pelecehan Santri di Kepahiang, PH Korban Minta JPU Dakwa Tersangka Sesuai Perbuatannya

Lanjutnya, selain barang bukti, pihaknya juga keberatan atas alat bukti yang ada dalam berkas perkara tersebut. 

Pasalnya menurut Dede, saat penetapan tersangka SA ini tidak berdasarkan 2 alat bukti yang cukup, pihaknya melihat dari hasil pemeriksaan psikolog klinis dikeluarkan pada tanggal 23 Desember 2022.

"Sedangkan penetapan tersangka terhadap terdakwa SA pada 8 Desember 2022 lalu, ada jeda waktu lebih dari 1 minggu. Kemudian pemeriksaan ahli psikolog itu dilakukan pada bulan Januari 2023," tuturnya. 

Dede juga menjelaskan, Terdakwa ini ditetapkan sebagai tersangka, hanya berdasarkan keterangan 12 orang saksi saja. 

Ia menyebutkan, berdasarkan pasal 184 ayat 1 KUHP tentang alat bukti dan barang bukti yang sah. 

"Keterangan 12 orang saksi hanya dihitung 1 kualifikasi alat bukti, sehingga alat bukti yang lainnya belum dihadirkan dalam gelar perkara itu," jelasnya. 

Lalu, pihaknya menilai pihak Jaksa Penuntut Umum, tidak adanya kecermatan dan tidak lengkapnya dakwaan tersebut di dalam persidangan ini. 

Ia mencontohkan, seperti terdakwa SA ini merupakan tenaga pendidik atau pendidik di Pondok pesantren. 

"Faktanya terdakwa SA ini merupakan staf TU pegawai Kementerian Agama yang ditempatkan di Pondok Pesantren, hal itu yang menurut kami kurang cermat dan telitinya JPU," kata Dede. 

Ia menilai jika dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum ini, kurang cermat dan teliti dalam persidangan dapat dibatalkan demi hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepahiang. 

Baca juga: Kasus Pelecehan Santri di Kepahiang, PH Korban Minta JPU Dakwa Tersangka Sesuai Perbuatannya

Apabila eksepsi atau bantahan dari penasehat hukum terdakwa dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepahiang. 

"Ya dilihat dari berkas perkara penyidik ke Jaksa penuntut umum, hasil dari gelar perkara penetapan tersangka hanya 12 orang saksi saja yang diminta keterangan," tutupnya. 

Sidang akan kembali dilanjutkan pada 6 Maret 2023 dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa. 

Lalu akan dilakukan pada 9 Maret 2023 dengan agenda putusan sela atau putusan dari majelis hakim atas eksepsi dari terdakwa. 

Untuk diketahui, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yakni Primair Pasal 82 ayat (1), ayat (2) Jo Pasal 76E Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahaan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Undang-undang No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahaan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-undang Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. 

Subsidair Pasal 82 ayat (1) Jo Pasal 76E Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahaan Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo Undang-undang No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahaan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undangundang Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved