ASN dan Bacaleg Kena OTT di Kepahiang, Akademisi : Kemungkinan Untuk Dana Kampanye Ada

Kasus OTT terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan oknum ASN dan Bacaleg di Kepahiang, Akademisi ungkap kemungkinan untuk dana kampanye ada.

Penulis: Muhammad Panji Destama Nurhadi | Editor: M Arif Hidayat
HO/TribunBengkulu.com
Zico Junius Fernando, Kasus OTT terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan oknum ASN dan Bacaleg di Kepahiang, Akademisi ungkap kemungkinan untuk dana kampanye ada. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama

TRIBUNBENGKULU.COM, KEPAHIANG - Akademisi Universitas Bengkulu, yang juga merupakan Dosen Fakultas Hukum, Zico Junius turut menanggapi kasus OTT yang terjadi di Kepahiang beberapa waktu lalu. 

Sebelumnya, pada Senin 26 Juni 2023 Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim Polres Kepahiang, Polda Bengkulu di rumah tersangka KR di Desa Pagar Gunung, Kecamatan Kepahiang, Kepahiang. 

Saat ini, pihak kepolisian masih melanjutkan penyidikan lebih lanjut atas kasus OTT terkait dugaan Gratifikasi, pemberian 'Fee' dari pembangunan proyek irigasi di Desa-desa di Kabupaten Kepahiang dari BWSS 8 Palembang, Sumatera Selatan. 

Pasalnya 6 Kepala Desa di Kabupaten Kepahiang, dikumpulkan oleh oknum ASN KR dan Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) Dapil 2 Kepahiang berinisial FR. 

Menurut Zico, dalam kasus gratifikasi, baik pemberi maupun penerima bisa jadi tersangka dalam kasusnya. 

Hal itu, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

"Di Pasal 12B ayat (1) menyebutkan bahwa penerimaan gratifikasi oleh pejabat publik yang berhubungan dengan jabatannya dan dapat diduga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 250 juta," ungkap Zico, saat dihubungi oleh TribunBengkulu.com,pada Sabtu (1/7/2023).

Lanjut Zico, Pasal 5 ayat (1) menetapkan bahwa pemberi gratifikasi juga bisa diancam hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 250 juta. 

"Namun, pemberi gratifikasi dapat dibebaskan dari hukuman jika melaporkan perbuatannya sendiri," tuturnya. 

Zico sepat ditanyakan, apakah ada kemungkinan uang dari 'Fee' proyek ini nanti digunakan oleh oknum tersangka sebagai dana kampanye, selain memperkaya diri?. 

"Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dana kampanye harus berasal dari sumbangan pribadi, kelompok, atau badan hukum dan harus dilaporkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU)," jelasnya.

Zico menjelaskan, jika ada bukti bahwa dana kampanye berasal dari hasil tindak pidana korupsi, ini bisa menjadi kasus pidana tersendiri dan dapat merugikan calon yang bersangkutan. 

"Kemungkinan untuk dana kampanye ada, namun ini juga tergantung pada hasil penyelidikan dan proses hukum lebih lanjut," kata Zico. 

Menurut Zico, banyak kemungkinan bisa saja terjadi, apakah kasus dugaan Gratifikasi ini bisa diarahkan ke Pidana umum atau tidak. 

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved