Berita Kepahiang
Suka Duka Herti, Bidan Desa di Pelosok Kepahiang, Pernah Bantu Ibu Melahirkan di Jalan Setapak
Setelah lulus dari kuliah kebidanan di Provinsi Lampung, ia memutuskan untuk mengabdi di Kabupaten Kepahiang sejak tahun 2012.
Penulis: Muhammad Panji Destama Nurhadi | Editor: Yunike Karolina
Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama
TRIBUNBENGKULU.COM, KEPAHIANG - Herti Agustina, perempuan kelahiran Provinsi Lampung 2 Agustus tahun 1990 adalah seorang bidan desa di pelosok Kabupaten Kepahiang Provinsi bengkulu.
Masa kecil Herti Agustina dihabiskan di Lampung, mulai dari sekolah tingkat dasar hingga ke perguruan tinggi.
Setelah lulus dari kuliah kebidanan di Provinsi Lampung, ia memutuskan untuk mengabdi di Kabupaten Kepahiang sejak tahun 2012.
Herti pertama kali bertugas di Desa Langgar Jaya, Kecamatan Bermani Ilir, Kepahiang. Seperti yang diketahui Desa Langgar Jaya tak memiliki akses jalan yang memadai.
Selama bertugas dari tahun 2012 hingga 2014 dirinya hanya merupakan bidan desa dengan status Tenaga Kesehatan Sukarela (TKS).
"Banyak suka duka yang didapat selama bertugas di Desa Langgar Jaya dan Desa Damar Kencana," ungkap Herti saat diwawancarai oleh TribunBengkulu.com.
Bidan Herti menceritakan saat-saat pengalaman yang tak dapat ia lupakan, selama bertugas lebih kurang 10 tahun menjadi bidan di Pelosok Kepahiang.
Perempuan berjilbab ini mengungkapkan di tahun 2013 ia masih bertugas di Desa Langgar Jaya, Kecamatan Bermani Ilir.
Lalu mendapatkan telepon dari warga Desa Damar Kencana. Meskipun berbeda desa, namun hanya Herti bidan yang ada di dua desa tersebut.
Warga Damar Kencana ini meminta tolong lahiran seorang ibu hamil di Desa Damar Kencana.
"Dapat telepon saat itu, ada ibu hamil yang butuh pertolongan, karena sekitar pukul 03.00 WIB subuh itu ibu hamil ini sudah ada keluhan, entah sudah dipaksa untuk mengeluarkan bayi oleh dukun beranak atau apa, karena belum waktunya untuk lahiran," tuturnya.
Akhirnya Herti dijemput warga Desa Damar Kencana untuk memeriksa ibu hamil tersebut. Sekitar pukul 14.00 WIB siang, ia sampai di sana dan sang ibu masih belum melahirkan.
Saat di sana, keadaan ibu hamil itu sudah tak memungkinkan untuk melahirkan di rumahnya. Tensi darahnya sudah 85/60, dan juga sempat pingsan 2 kali.
"Sekitar pukul 15.00 WIB sore, saya periksa bagian itu (Miss V) sudah bengkak, mungkin karena dipaksa untuk lahiran, jadi saya pimpin persalinan selama 30 menit, akhirnya saya putuskan untuk dirujuk," jelasnya.
Namanya di pelosok, dari tempat ibu hamil itu masih sekitarnya kebun, dan hanya ada jalan setapak saja.
Dari tempat ibu hamil itu menuju jalan besar membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan berjalan kaki.
Jalan setapak yang dilewati ini, tak bisa dilalui oleh kendaraan bermotor baik roda dua ataupun roda empat.
Dari rumah ibu hamil itu, Herti dan warga mulai berjalan sekitar pukul 17.30 WIB. Sementara ibu hamil ini dibawa dengan cara ditandu warga.
Sekitar pukul 21.00 WIB, rombongan Bidan Herti dan warga juga belum sampai ke Pondok Bersalin Desa (Polindes).
"Jadi saat diperjalanan itu di sekitar perkebunan, tiba-tiba ibu hamil itu merasa mau melahirkan, akhirnya saya pimpin lahiran, waktu itu saya hanya fokus pada ibu dan anak yang mau dilahirkan ini, karena taruhannya nyawa,".
"Saat itu tensi darah sudah 80 muka ibu itu sudah pucat, dalam hati saya yakin kepada yang di atas (Allah), Alhamdulillahnya ibu dan anak selamat meskipun lahiran di tengah jalan setapak," kenang Herti.
Dalam momen seperti itu, semua keputusan ada di tangan bidan Herti, baik dari keluarga ibu hamil yang menyerahkan seluruh keputusan lahiran itu kepadanya.
Hal itu yang cukup membekas di benaknya, yang hingga saat ini masih terkenang.
Kadang kala Herti cemas dengan situasi harus membantu persalian di jalan setapak yang sewaktu-waktu bisa saja terjadi kembali.
Herti pun kerap bercerita dengan sang suami agar bisa ikut merasakan posisinya saat menjadi orang yang mengambil keputusan di tengah nyawa orang lain.
Hingga saat ini Herti masih bertugas di pelosok desa yakni di Desa Damar Kencana Kecamatan Bermani Ilir Kabupaten Kepahiang.
Banyak hal yang dialami dirinya selama menjadi bidan, tak hanya tenaga dan pikiran yang terkuras saat menolong warga untuk lahiran.
herti juga sempat menjadi korban pencurian sebanyak lebih kurang 3 kali, namun ia tak mengambil pusing dengan kejadian yang menimpanya.
"Alhamdulillah dengan kondisi saya saat ini, saya sangat bersyukur, karena saya bisa membantu orang, melihat senyum orang usai lahiran itu, ada kepuasan sendiri," tutur Herti.
Sebelum menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), Herti juga juga sempat menerima gaji sebesar Rp 700 ribu pada tahun 2014, yang baru dapat diambil setelah 3 ataupun 4 bulan kemudian.
Namun hal itu tidak membuat Herti menyerah sebagai bidan desa. Ia hanya menjadikannya sebagai pengalaman hidup, karena ia yang merupakan anak bungsu dari 7 bersaudara ini berpikiran jika pasien yang ia tangani adalah keluarganya.
"Yang penting saya kerja ikhlas mas, banyak pelajaran yang saya petik dari pengalaman saya, dan Insyaallah Tuhan memberikan balasan dari apa yang saya lakukan," ucap Herti.
Baca juga: Anak Penjual Pakaian di Kepahiang Wakili Bengkulu Kibarkan Bendera Pusaka di Istana Bogor
| Kadinsos Kepahiang Sampai Ditelepon Wakil Menteri usai Heboh Stiker Miskin di Rumah Penerima Bansos |
|
|---|
| Harga Kopi di Kepahiang Bengkulu Rp 62 Ribu Jelang Akhir Tahun, Bupati Pesan Tetap Jaga Kualitas |
|
|---|
| Penerima Bansos Malu Ditempel Stiker Keluarga Miskin, Kadinsos Kepahiang: Untuk Shock Therapy |
|
|---|
| Penerima Bansos Malu Ditempel Stiker Miskin, Kadinsos Kepahiang: Shock Terapi Bagi yang Mampu |
|
|---|
| Penentuan UMK Kepahiang 2026, Kadisnaker Sebut Setara atau Lebih Tinggi dari UMP Bengkulu |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Herti-Bidan-Desa-Kepahiang147.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.