Mahasiswi Kedokteran Spesialis Tewas

Babak Baru Kasus Bullying Aulia Risma Dokter PPDS Undip yang Tewas, Kampus Akui Adanya Bullying

Babak baru kasus bullying Aulia Risma Lestari, Dokter PPDS Undip yang tewas di kamar kosnya. 

Editor: Rita Lismini
TribunBengkulu
Foto Aulia Risma (Kiri) dan Makamnya (Kanan). Babak Baru Kasus Bullying Aulia Risma, Dokter PPDS Undip yang Tewas di Kamar Kosnya 

Malinah datang ke Polda Jateng ditemani adik dokter Aulia, dokter Nadia, dan kuasa hukum keluarga, Misyal Achmad.

Laporan itu pun diterima Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jateng dan teregistrasi dalam nomor LP/B/133/IX/2024/Spkt/Polda Jawa Tengah.

Pembuatan laporan itu memakan waktu sekitar 8 jam.

Pukul 18.00 WIB, mereka baru keluar dari ruang SPKT Polda Jateng.

Hanya saja, saat ditemui wartawan, Malinah enggan memberi keterangan.

Dia masih syok setelah kehilangan anak dan suaminya dalam waktu berdekatan.

Kondisi Malinah yang masih terguncang pula yang membuat keluarga baru bisa melapor ke polisi beberapa pekan setelah kejadian.

"Kami berjam-jam di dalam untuk bikin laporan, sambil menyerahkan bukti-bukti. Besok (Kamis, 5 September), kami kembali lagi ke sini untuk dimintai keterangan," kata kuasa hukum keluarga dr Aulia, Misyal Achmad, di SPKT Polda Jateng.

Dalam pelaporan itu, Misyal mengatakan, pihaknya juga menyerahkan bukti chatting Whatsapp dan bukti transfer bank untuk menguatkan dugaan perundungan, intimidasi, dan ancaman yang dialami dokter Aulia selama menjadi mahasiswa PPDS Anestesi Undip.

"Untuk yang dilaporkan siapa, kami belum berani sebut nama. Yang jelas, laporan terkait pengancaman, intimidasi, pemerasan, dan hal-hal lain," sambung Misyal.

Misyal mengatakan, pihak yang dilaporkan adalah para senior mendiang dokter Aulia Risma. 

Termasuk, kepala prodi (kaprodi) jurusan tempat dokter Aulia menimba ilmu spesialis.

"Terlapor lebih dari satu orang, semua seniornya."

"Kami laporkan mereka karena ada pembiaran dan tidak ada penanganan maksimal dari guru (dosen)," jelas Misyal.

Misyal yang juga kuasa hukum dari Kementerian Kesehatan ini menambahkan, pembiaran yang dilakukan para senior korban di antaranya jam kerja yang overtime atau hampir 24 jam dalam sehari, yakni mulai dari jam 03.00 WIB hingga pukul 01.30 WIB keesokan hari.

Menurut Misyal, korban telah menyampaikan keluhan soal jam kerja ini melalui ibunya ke pihak kampus, yakni kepada kaprodi.

Namun, keluhan itu tidak ditanggapi secara serius. 

"Keluarga telah memberitahu kepada kepala prodi sejak tahun 2022 tapi tidak ditanggapi."

"Ibu almarhumah telah melaporkan hal itu berkali-kali," jelasnya.

Pihaknya berharap, laporan ini bisa menjadi pemicu korban lain berani buka suara. 

Dia ingin, kejadian ini menjadi bola salju. Artinya, semakin banyak korban yang ikut berani melapor.

"Korban lain harus berani mengadu supaya dunia kesehatan tidak terkontaminasi hal-hal negatif. Dokter itu harus bermental santun, bukan main gaya preman," katanya.

 

 

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved