Viral Lokal

Apa Itu VIR, Aplikasi yang Mendadak Bikin Heboh Rejang Lebong dan Kepahiang Bengkulu?

Aplikasi VIR bikin heboh Bengkulu. Warga tergiur upload foto sampah bisa dapat uang, tapi kini banyak yang merasa tertipu.

Penulis: M Rizki Wahyudi | Editor: Ricky Jenihansen
M Rizki Wahyudi/Tribunbengkulu.com
SOSIALISASI VIR - Sosialisasi pemain aplikasi VIR di salah satu hotel di Rejang Lebong beberapa waktu lalu. Aplikasi ini ramai diperbincangkan setelah pengguna tidak lagi bisa menarik saldo akun. 
Ringkasan Berita:
  1. Aplikasi VIR mengklaim bisa hasilkan uang dari unggah foto sampah.
  2. Ramai di Rejang Lebong dan Kepahiang, sempat dihadiri pejabat daerah.
  3. VIR meniru konsep perusahaan Prancis, tapi tanpa izin resmi OJK dan Kominfo.
  4. Menawarkan skema investasi “Tempat Daur Ulang” dan “Mitra VIR” dengan iming-iming besar.
  5. Warga banyak tergiur hingga ikut menyetor uang jutaan rupiah.

 

Laporan Wartawan TribunBengkulu.com, M. Rizki Wahyudi

TRIBUNBENGKULU.COM, REJANG LEBONG – Belakangan ini, jagat media sosial di Bengkulu, khususnya di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang, dihebohkan dengan pembahasan terkait aplikasi bernama Veolia International Resource Recycling Group Indonesia (VIR) atau dikenal juga dengan Veoliair.

Aplikasi ini mengklaim sebagai platform peduli lingkungan yang bisa menghasilkan uang hanya dengan mengunggah foto sampah setiap hari.

Dengan konsep tersebut, aplikasi ini dengan cepat menarik perhatian masyarakat.

Banyak warga tergiur karena tugasnya terbilang mudah, namun diklaim bisa memberikan keuntungan besar.

Cara kerjanya, pengguna cukup memfoto sampah, mengunggahnya ke sistem aplikasi, lalu mendapatkan imbalan berupa saldo akun yang bisa dicairkan ke rekening.

VIR disebut-sebut sebagai bagian dari perusahaan multinasional asal Prancis, Veolia Environment SA, yang memang bergerak di bidang air, energi, dan daur ulang limbah.

Bahkan, situs VIR menyebut mereka memiliki fasilitas resmi di Pasuruan, Jawa Timur.

Namun, klaim tersebut tidak memiliki bukti kuat yang dapat diverifikasi.

Selain itu, situs VIR tidak menampilkan izin usaha, tidak memiliki dokumen legalitas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta tidak terdaftar di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).

Meski begitu, mereka tetap mengklaim telah beroperasi secara resmi di Indonesia.

Menariknya, di beberapa daerah termasuk Rejang Lebong dan Kepahiang, kegiatan sosialisasi aplikasi VIR sempat mengundang pejabat daerah.

Di Kabupaten Kepahiang, acara sosialisasi bahkan dihadiri langsung oleh Bupati Kepahiang.

Sementara di Rejang Lebong, kegiatan tersebut dihadiri oleh Staf Ahli Bupati.

Pejabat-pejabat ini disebut “terjebak” karena kegiatan yang digelar berbentuk organisasi peduli lingkungan.

Kehadiran pejabat tersebut kemudian dijadikan alasan oleh para pemain VIR untuk mengklaim bahwa aplikasi tersebut telah diakui dan disahkan pemerintah daerah, sehingga semakin banyak warga yang tertarik bergabung.

VIR Indonesia diketahui menawarkan dua bentuk investasi utama, yakni “Tempat Daur Ulang” dan “Mitra VIR”, dengan berbagai level serta besaran keuntungan yang dijanjikan.

1. Investasi Tempat Daur Ulang

LV2 (Situs Kecil)
Deposit: Rp450.000
Pendapatan Harian: Rp18.000
Kontrak: 365 hari

LV3 (Situs Standar)
Deposit: Rp1.100.000
Pendapatan Harian: Rp50.000
Kontrak: 365 hari

LV4 (Situs Menengah)
Deposit: Rp2.500.000
Pendapatan Harian: Rp120.000
Kontrak: 365 hari

2. Investasi Mitra VIR

LV1: Deposit Rp980.000 – Pendapatan Harian Rp51.000

LV3: Deposit Rp3.300.000 – Pendapatan Harian Rp180.000

LV5: Deposit Rp11.990.000 – Pendapatan Harian Rp780.000

LV7: Deposit Rp48.990.000 – Pendapatan Harian Rp3.490.000

Sistem ini diklaim sederhana, pengguna “menukar” sampah digital dengan uang atau saldo.

Namun, skema keuntungan yang ditawarkan semakin besar jika pengguna mengajak warga lain untuk ikut bergabung, menyerupai skema ponzi.

Untuk memperkuat citra sebagai aplikasi ramah lingkungan, para pemain VIR di Rejang Lebong dan Kepahiang menggelar berbagai kegiatan sosial.

Kegiatan tersebut antara lain aksi bersih-bersih sampah, seminar lingkungan, dan promosi terbuka.

Kegiatan ini dimanfaatkan untuk menarik lebih banyak peserta baru dengan kesan bahwa program tersebut benar-benar mendukung gerakan kebersihan dan pengelolaan sampah berkelanjutan.

Salah satu warga berinisial A (35) mengaku baru saja bergabung sebelum aplikasi tersebut tiba-tiba tak bisa diakses.

Ia mengaku tertarik setelah berulang kali menerima ajakan dari pemain lain.

Dengan iming-iming keuntungan tambahan, ia akhirnya mendaftar.

“Awalnya saya nggak yakin, tapi lama-lama kok banyak yang posting dapat uang. Akhirnya saya ikut juga. Baru sehari gabung, aplikasinya sudah tutup. Saya sempat bayar Rp980 ribu untuk ikut,” ungkap A kepada TribunBengkulu.com.

Sementara itu, pemain lain berinisial D (28) mengaku ditawari langsung oleh pemain lain yang datang ke rumahnya.

Sistem yang ditawarkan disebut mirip investasi, dengan berbagai level paket mulai dari Rp980 ribu hingga puluhan juta rupiah.

Setiap hari, pengguna melaksanakan tugas dan memperoleh uang.

Bahkan, mereka dijanjikan bisa mengembalikan modal hanya dalam waktu 20 hari.

“Saya ambil yang Rp980 ribu. Terakhir narik tanggal 7 kemarin, sempat balik modal,” kata D.

D menambahkan, berbagai acara seperti seminar dan pelatihan juga sering diadakan oleh pemain yang ingin memperluas jejaring untuk menaikkan level akunnya.

Dalam kegiatan itu, peserta bahkan diberi souvenir setelah acara selesai.

“Dulu sering ada seminarnya, diajarin sampai bisa, pulangnya dikasih souvenir,” tambahnya.

Namun, tidak semua warga tergiur.

Warga lain berinisial E (48) justru bersyukur tidak jadi bergabung.

Ia mengaku sejak awal sudah curiga karena sistemnya tidak masuk akal.

“Saya curiga, masa cuma upload foto sampah bisa dapat uang. Saya dulu pernah ketipu sama aplikasi seperti itu, jadi nggak mau lagi,” ujarnya.

Saat ini, banyak pengguna yang telah menyetor uang jutaan rupiah dan kini kehilangan akses terhadap saldo mereka.

Aplikasi tersebut tidak bisa lagi digunakan dengan alasan “pajak”.

Tak sedikit pemain merasa tertipu karena hasilnya berbeda dengan janji awal, terutama mereka yang baru bergabung sebelum aplikasi ini berubah menjadi scam.

Gabung grup Facebook TribunBengkulu.com untuk informasi terkini

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved