Santri di Kepahiang Dilecehkan
Jawaban Pengacara Ketua Yayasan Ponpes Lecehkan Santriwati di Kepahiang soal Eksepsi Prematur
Pengacara terdakwa menjelaskan eksepsi yang diajukan oleh pihaknya, tidak membahas soal pokok perkara kasus dugaan pelecehan seksual.
Penulis: Muhammad Panji Destama Nurhadi | Editor: Yunike Karolina
Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama
TRIBUNBENGKULU.COM, KEPAHIANG - Pengacara Terdakwa SA Ketua yayasan pondok pesantren yang diduga lecehkan santriwati di Kepahiang memberikan penjelasan usai eksepsi yang diajukan dinilai prematur oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepahiang.
Dede Frestien menyampaikan, eksepsi atau bantahan yang diajukan oleh pihaknya ini, tidak membahas soal pokok perkara kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh kliennya.
"Kami hanya membahas soal administratif soal dakwaan yang kurang cermat seperti yang saya bahas sebelumnya, bahwa terdakwa bukan tenaga pendidik melainkan staf TU di MTs, atau pegawai dari Kementerian Agama," ungkapnya saat diwawancara TribunBengkulu.com, pada Senin (6/3/2023).
Lanjutnya, kurang cermatnya dakwaan alternatif JPU menyatakan terdakwa sebagai tenaga pendidik di pondok pesantren hanya berdasarkan SK dan akta yayasan.
Tetapi, jaksa tidak mampu mendetailkan terdakwa merupakan tenaga pendidik di mana, sedangkan terdakwa hanya pegawai kementerian Agama, merangkap jabatan sebagai pembina di pondok pesantren.
"Saya tidak tahu apakah Jaksa dapat atau tidak terang status terdakwa ini, namun di P19 kemarin berbunyi seperti itu," tuturnya.
Dede menanggapi, apa yang dikatakan JPU terkait eksepsi yang diajukannya, merupakan bahan untuk pra peradilan.
Menurutnya di dakwaan JPU menyatakan terdakwa, adalah pejabat fungsional administrasi di MTs 1, sedangkan Jaksa kurang cermat menanggapi alat bukti.
"Bukti surat yang disampaikan oleh pihak kepolisian ke pihak kejaksaan pada saat itu, bahwa SK pejabat fungsional itu SK lama," jelasnya.
Pihaknya juga mengklaim, dakwaan tersebut sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Karena menurut Dede, penetapan tersangka hanya berdasarkan keterangan 12 orang saksi saja, tanpa alat bukti yang lain.
"Tidak dapat APH menetapkan seseorang sebagai tersangka kalau hanya 1 alat bukti saja. Pedoman kita cukup satu yaitu KUHAP. Hari ini lah banyak kepincangan atau sabotase hukum, dalam hukum pidana, pasal 184 ayat 1 KUHAP salah satunya adalah petunjuk.
Petunjuk itu tidak bisa dipakai pihak kepolisian dalam menetapkan seorang sebagai tersangka. Keterangan saksi hanya dapat menjadi 1 alat bukti saja, baru surat lalu ahli," ucap Dede.
Kronologi Kejadian
Seorang santriwati di salah satu pondok pesantren (Ponpes) di Kabupaten Kepahiang, diduga mengalami pelecehan seksual oleh salah seorang oknum di tempat ia menimba ilmu.
Saat ini korban juga sudah mendapatkan pendampingan hukum. D
Dijelaskan oleh Ketua LBH GP Ansor, Bastian Ansori dirinya sudah bertemu dengan pihak keluarga korban.
Dari keterangan pihak keluarga korban, dugaan pelecehan seksual itu, terjadi di pondok pesantren tempat ia belajar.
"Jadi tanggal 7 Oktober 2022 lalu, korban diminta oleh oknum yang dilaporkan keluarga korban, untuk membersihkan rumah miliknya di luar lingkungan pondok pesantren," tuturnya saat dihubungi oleh TribunBengkulu.com, pada Selasa (29/11/2022).
Lalu, setelah membersihkan rumah pribadi terlapor, rombongan santriwati ini pulang ke pondok pesantren.
Kemudian, sesampainya di Ponpes dengan muka yang sedih, korban ditanya oleh terlapor kenapa bersedih.
"Korban cerita salah seorang teman korban menitipkan uang kepadanya sebesar Rp 50 ribu, lalu uang itu hilang, jadi oknum ini menawarkan sejumlah uang kepada korban, dan korban dipersilahkan mengambilnya sendiri," ungkapnya.
Saat itu di dalam ruang di Ponpes itu, korban dan terlapor hanya berdua saja, korban juga sempat ditawarkan memakan pempek oleh terlapor.
Korban lalu memakan pempek yang ditawarkan terlapor, tanpa disadari korban terlapor membersihkan kuah pempek di bibir korban.
"Terlapor juga sempat mengatakan, kamu sayang tidak dengan bapak. Korban saat itu merasa bingung, karena korban yang merupakan santriwati menganggap terlapor sebagai bapak sendiri, korban mengatakan sayang kepada terlapor," jelasnya.
Terlapor langsung memeluk korban, sembari mencium bibir korban dan meraba bagian dada korban.
Korban merasa ketakutan, namun korban belum bisa melarikan diri. Di tanggal 8 Oktober 2022, korban dipanggil lagi oleh terlapor.
"Pagi hari itu, korban mengalami tindakan yang serupa seperti di tanggal 7 Oktober 2022. Kemudian di tanggal 10 atau 20 Oktober saya lupa, korban akhirnya melarikan diri dari ponpes," tuturnya.
Setelah kabur dari ponpes, korban menceritakan semua kejadian yang dialaminya kepada orang tuanya.
Korban juga sudah menceritakan salah seorang temannya di ponpes dan salah seorang ustazah. Lalu tanggal 28 Oktober 2022 lalu pihak keluarga melaporkannya ke Polres Kepahiang.
Baca juga: Jaksa Penuntut Sebut Eksepsi Kasus Dugaan Pelecehan Santriwati di Kepahiang Bengkulu Prematur
Kejari Kepahiang
Pengadilan Negeri Kepahiang
kepahiang
Santri di Kepahiang Dilecehkan
Lecehkan Santriwati
| Eksepsi Terdakwa Kasus Pelecehan Santriwati di Kepahiang Ditolak, PH: Kita Akan Buktikan di Sidang |
|
|---|
| Jaksa Penuntut Sebut Eksepsi Kasus Dugaan Pelecehan Santriwati di Kepahiang Bengkulu Prematur |
|
|---|
| PH Bantah Dakwaan Jaksa Ketua Yayasan Ponpes di Kepahiang Lakukan Pelecehan, JPU Tetap Pada Dakwaan |
|
|---|
| Pembacaan Eksepsi Kasus Oknum Ketua Ponpes di Kepahiang Lecehkan Santri, PH Bantah Dakwaan Jaksa |
|
|---|
| Sidang Dakwaan Kasus Pelecehan Santriwati di Kepahiang Bengkulu akan Digelar 22 Februari 2023 |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Dede-Frestien-diwawancarai-soal-kasus-dugaan-pelecehan-seksual-santriwati-di-Kepahiang.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.