Anak Bos Toko Roti Aniaya Karyawan

George Sugama Disebut Punya Keterbelakangan IQ dan EQ, Alasan Agar Bisa bebas?

Menurut manajemen, George Sugama Halim, anak pemilik toko, mengalami keterbelakangan dalam Intelligence Quotient (IQ) dan Emotional Quotient (EQ).

KOMPAS.com/BAHARUDIN AL FARISI
Anak bos toko roti di Cakung, George Sugama Halim (34), dihadirkan dalam jumpa pers di Polres Metro Jakarta Timur terkait kasus penganiayaan terhadap pegawai berinisial D, Senin (16/12/2024). 

"Itu sudah sangat jelas terang benderang adanya penganiayaan pelaku terhadap korban. Saya rasa tidak perlu ada keterangan ahli untuk menaikkan kasus ini. Sekarang dia menggunakan alasan adanya keterbelakangan mental atau emosional yang tidak stabil. Ini harus berkaitan dengan fakta di kehidupan nyatanya apakah benar terjadi atau dicari-cari masalah ketika perkara ini sudah naik ke proses sidik," ujar Herry.

"Bahwa itu sudah terjadi berulang kali seharusnya kan ada tindakan preventif (pencegahan). Apalagi kalau kita mendengar dari alasan yang muncul belakangan, itu sudah membahayakan nyawa orang bukan hanya menganiaya, tapi bisa saja menghilangkan nyawa seseorang. Apakah hal seperti ini harus ditoleransi dengan mengatakan dia memiliki masalah keterbelakangan," sambungnya.

Dalam tanggapannya itu, Herry juga heran dengan klarifikasi yang dibuat keluarga pelaku.

Menurut Herry, klarifikasi tersebut justru akan menimbulkan masalah baru lantaran cuma fokus pada sosok pelaku saja, bukan simpati kepada korban.

"Saya bingung apakah ini permintaan maaf, bentuk sikap empati apa yang terjadi pada korban atau malah surat yang dilabeli untuk pembelaan diri." 

"Seakan-akan bukan hanya anda yang jadi korban bahkan pihak keluarga jadi korban. Menurut saya hal ini menjadi titik lemah dari pernyataan itu, yang tidak mendasarkan pada kepentingan korban, tapi untuk pembelaan diri," kata Herry.

Adapun terkait dengan cerita keluarga soal pelaku punya keterbelakangan, hal itu harus diselidiki lebih dalam oleh kepolisian.

Polisi harus memeriksa secara utuh soal kebenaran hal tersebut.

"Perlu tes secara scientific agar ini tidak debat kusir, apakah dia terkualifikasi. Bisa dari psikolog yang melakukan tes ke pelaku." 

"Kalau sampai ada perdebatan di ranah publik, bisa saja tidak hanya satu tes pembanding lainnya."

"Kalau memang benar terpenuhi, ini fakta yang tidak bisa kita hilangkan, kalau ini dihentikan perkaranya, ini harus dikeluarkan produk hukum yang namanya surat perintah penghentian penyidikan," imbuh Herry.

Namun perihal kasus, Herry menyebut George sudah secara sah bisa dijerat pidana karena bukti telah mendapatkan dua bukti.

"Dalam sebuah proses penegakan hukum pastinya akan proses lidik dan sidik, akan dilihat pemenuhan 2 alat bukti," jelasnya.

"Dalam hal ini, bukti dari rekaman sudah bisa digunakan alat bukti yang sah. Kedua, saya enggak tahu siapa yang rekam, itu bisa dibuat konfirmasi terkait peristiwa pidana yang dia lihat. Ini sudah memperkuat minimal dua alat bukti."

 

Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved