Korupsi Tol Bengkulu

Daftar Sitaan Kejati Bengkulu Kasus Korupsi Tol, Ada Laptop Pejabat Hingga Buku Tabungan Pengacara

Kejati Bengkulu sita laptop pejabat, buku tabungan pengacara, dan dokumen tanah terkait kasus korupsi lahan Tol Bengkulu–Taba Penanjung.

Penulis: Beta Misutra | Editor: Ricky Jenihansen
Beta Misutra/TribunBengkulu.com
KORUPSI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu geledah rumah tersangka Hartanto dan Ahadiya Seftiana, Selasa (11/11/2025) malam. Sita sejumlah dokumen dan peralatan elektronik. 

Berdasarkan hasil penyidikan sementara, dugaan korupsi dalam proyek pembebasan lahan Tol Bengkulu–Taba Penanjung berawal dari ketidaksesuaian nilai ganti rugi lahan dengan hasil verifikasi di lapangan.

Sejumlah lahan yang tidak layak ganti rugi disebut tetap dimasukkan dalam daftar penerima dengan nilai kompensasi tinggi.

Hartanto diduga berperan sebagai penghubung antara pemilik lahan dan oknum pejabat yang mengatur proses administrasi pembayaran.

Sementara itu, Ahadiya Seftiana diduga berperan dalam proses pengukuran dan validasi data lahan yang menjadi dasar penetapan nilai ganti rugi.

Selain kedua tersangka tersebut, sebelumnya mantan Kepala ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) Kabupaten Bengkulu Tengah, Hazairin Masrie, juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Hazairin saat itu menjabat sebagai Kepala ATR/BPN dan merupakan Ketua Tim Percepatan Pembebasan Lahan Tol Bengkulu–Taba Penanjung.

Kemudian, ada juga Toto Suharto, pimpinan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Toto Suharto, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Toto diduga menjadi pihak yang melakukan perhitungan tidak benar dalam proses penilaian ganti rugi lahan hingga menimbulkan kerugian negara mencapai Rp4 miliar.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, mereka juga disangkakan dengan Pasal 3 Undang-Undang yang sama, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar, serta kewajiban mengembalikan kerugian keuangan negara.

Gabung grup Facebook TribunBengkulu.com untuk informasi terkini

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved