PMI Asal Bengkulu Meninggal

Polda Kejar Pelaku Perdagangan Orang yang Menipu Adelia, PMI Bengkulu yang Meninggal di Jepang

Polda Bengkulu gencar menyelidiki kasus perdagangan orang yang menimpa Adelia Meysa, PMI asal Seluma, hingga meninggal di Jepang.

Penulis: Beta Misutra | Editor: Ricky Jenihansen
Beta Misutra/TribunBengkulu.com
PERDAGANGAN ORANG - Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Bengkulu, Senin (17/11/2025). Penyidik terus melakukan investigasi mendalam terkait kasus penipuan yang menyebabkan seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) bernama Adelia Meysa, meninggal dunia di Jepang.  

Sebelumnya diberitakan, Adellia sempat dirawat di rumah sakit akibat meningitis tuberkulosis (TB), yaitu peradangan pada selaput otak dan saraf tulang belakang yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium.

Ia dirawat sejak Jumat (31/10/2025) dan kondisinya sempat membaik sebelum kembali memburuk pada Jumat (7/11/2025).

Adellia dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (8/11/2025) pukul 14.45 waktu Jepang atau 12.45 WIB.

“Kami segenap keluarga besar Ikatan Keluarga Bengkulu di Jepang (IKBJ) turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya almarhumah. Kami sangat prihatin dengan kabar duka ini,” kata Ketua IKBJ, Andri Santoso, dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (10/11/2025).

Andri menuturkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan keluarga di Bengkulu untuk mengatur pemulangan jenazah ke kampung halaman di Desa Kampai, Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma.

“Saat ini jenazah sudah dibawa dari Ibaraki ke persemayaman di Tokyo atas bantuan KBRI Tokyo. Tengah dilakukan penyiapan dokumen dan administrasi pemulangan,” jelas Andri.

Korban Dugaan Human Trafficking

Lebih lanjut, Andri mengungkapkan bahwa Adellia merupakan korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking yang dilakukan oleh oknum Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

“Tujuh bulan lamanya mereka belajar bahasa Jepang di lembaga tersebut, kemudian ditawari bekerja di Jepang menggunakan visa kunjungan tiga bulan. Mereka dijanjikan akan dicarikan pekerjaan dan diganti dengan visa kerja resmi setelah tiba di Jepang,” ujar Andri.

Namun, janji itu tidak terealisasi.

Setelah masa visa habis, mereka tidak bisa mengubah status menjadi visa kerja.

“Padahal mereka sudah membayar hingga Rp70 juta lebih untuk berangkat ke Jepang, belum termasuk biaya belajar dan hidup di sana,” ucap Andri.

Karena sudah mengeluarkan banyak uang dan berada di Jepang tanpa status kerja resmi, mereka terpaksa bertahan hidup dengan bekerja secara ilegal.

“Hingga akhirnya salah satu korban, Adellia Meysa, sakit dan dirawat tanpa jaminan asuransi. Setelah berjuang melawan penyakitnya, ia meninggal dunia pada 7 November 2025,” tutur Andri.

Gubernur Turun Tangan

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved